Unexpectedly 2

18 3 5
                                    

"Ha... Halo?"

Tuut... Tuut...

Loh... Kok langsung dimatiin? Batin Tania bertanya-tanya.

"Siapa?" Tanya Jidan sambil terus menatap lurus kearah jalan.

"Temen." Jawab Tania, pendek. Yang langsung ditanggapi dengan gumaman Jidan.

Tanpa butuh waktu lama. Keponakan dan paman itu sudah sampai ditempat tujuan.

Setelah sampai, Tania langsung menaiki tangga, masuk ke kamarnya. Sedangkan, Jidan malah bersantai di ruang tamu. Dengan kakinya yang diangkat keatas meja.

Jari-jarinya yang lentik merogoh saku celananya. Mencari ponsel kesayangannya. Sebelum akhirnya tersentak kaget karena kehadiran keponakan cantiknya. Tak ada respon dari Jidan, ketika Tania duduk di lantai.

Gadis berambut pendek itu segera mengerjakan tugas-tugasnya. Tanpa menoleh ke tempat dimana Jidan berada.

Dih... Ngambek. Batin Jidan menggerutu kesal.

Tingg...

Satu notifikasi masuk ke ponsel Tania. Gadis itu pun langsung memegang ponselnya sambil menghadap kearah Jidan. Agar pamannya itu tak melihat siapa yang mengirim pesan padanya, begitu pikirnya.

Nisa. Nama itu tercetak jelas diurutan paling atas yang mengiriminya pesan.
Tentu saja, Tania langsung menceritakan yang telah ia alami selama di kedai Mamanya.

Sebenarnya, seseorang yang membuatnya beranjak pergi dari kedai Mamanya adalah Devan dan Ayahnya. Ayahnya adalah seorang pengelola umum disuatu perusahaan.
Sedangkan, Ibu Devan dia sudah meninggal ketika Devan lahir ke dunia.

Pikiran Tania masih terbayang-bayang dengan wajah Devan yang rupawan. Kulitnya yang putih, hidungnya yang mancung, dan matanya yang indah. Setiap perempuan yang melihatnya pasti akan terpana, pikir Tania.

-----

"Tania." Sahut Diah yang diekori oleh Nisa.

"Iya?"

"Keluar yuk! Jalan-jalan dilorong." Ajak Fiah.

"Oh. Oke."

Dipagi hari ini, mereka bertiga berjalan menyusuri lorong. Hanya untuk menghilangkan bosan dengan melihat-lihat pemandangan di sekolah ini.

Mereka bertiga sibuk berbincang-bincang saat akan turun ke lantai dasar. Saat mereka berbelok untuk menuruni tangga, tiba-tiba muncul sesosok lelaki tinggi.

"De... Devan?"

"Hm?"

Tania dan Devan hampir saling bertabrakan. Dan sekarang, keduanya saling bertatapan.

"Mana sarung tangan gua?" Tanya Devan yang membuat Tania sadar dari lamunannya.

"Oh, eu... I, ini. Makasih." Jawab Tania sambil menyodorkan sapu tangan Devan.

"Oke, sama-sama. By the way, kamu mau kemana?"

"Kita cuman mau jal-" Nisa langsung menghentikan ucapannya karena tatapan seram Devan. Yang seolah memintanya untuk diam.

"Kita mau jalan-jalan." Jawab Tania, sambil tersenyum paksa kearah Devan.

"Ooh... Aku boleh ikut kan, Tan?"

"Ng..." Tania melirik kearah temannya. Meminta persetujuan Nisa dan Fiah. Yang tak lama langsung diperbolehkan oleh Tania.

Devan, Tania, Nisa, dan Fiah. Mereka turun ke lantai dasar. Dimana sudah banyak murid yang mengantri untuk absen. Kemudian Fiah merengek dan mengajak yang lainnya untuk berjalan kearah taman sekolah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 04, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SERENDIPITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang