Unexpectedly 1

20 3 4
                                    

(Diperjalanan)

"Kak Jidan..."

"Hmm?"

"Saya boleh cerita gak?"

"Cerita mah cerita aja."

"Jadi gini... Tadi, ada yang ribut di kelas. Gara-gara saya."

"Lho... Kamu salah gak? Kalo kamu salah kakak kasih tau papa kamu, biar kamu disuruh tanggung jawab." Seru Jidan, sambil mengendarai mobil.

"Saya nggak tau. Tiba-tiba Nanda nyuruh saya buat traktir dia, katanya karena struktur kelas yang saya bikin bagus."

"Terus?"

"Terus...blablablabla..." (:v)

"Ooo... Biarin aja si. Cuek aja, entar juga berenti orang kek gitu mah."

"Jan bilang ke papa sama mama ya, kak."

Jidan membalasnya dengan mengangkat ibu jari tangan kirinya. Sedangkan, matanya tetap fokus pada jalan yang ada dihadapannya.

.
.
.
.

Saat Tania sampai ke rumahnya. Jam menunjukan angka 13.02. Masih siang, dan orangtuanya belum pulang kerumahnya. Tidak ada yang menyambutnya saat pulang ke rumah. Hampir setiap hari.

"Kak, bikinin saya makanan dong."

Jidan hanya mendengarkannya tanpa menghiraukan permintaan keponakannya. Dia terus berjalan kearah tangga.

"Kak...?"

"..."

Tania hanya memerhatikan Jidan, sampai punggungnya yang proporsi itu menghilang. Dan mulai berpikir untuk makan di kedai mamanya. Tapi, tak lama lelaki berambut mullet itu akhirnya turun kembali dari lantai atas rumahnya. Dengan pakaian yang lebih santai dari sebelumnya.

"Mau makan apa?" Tanya Jidan sambil menggaruk tengkuknya.

Saat ini, dia memang terlihat tampan. Dengan tinggi yang semampai dan badannya yang bagus. Cukup banyak wanita yang terpikat olehnya. Bukan hanya wanita sepertinya.

"Apa, ya? Kira-kira apa yang enak ya, kak?"

"Ck... Serius. Mumpung lagi mau ini."

"Nasi goreng sama telor dadar enak kayanya."

"Oke." Jidan langsung berjalan ke dapur. Sambil menyisir rambutnya dengan tangannya.

Sambil menunggu pamannya memasak, Tania berinisiatif untuk mengganti bajunya. Kemudian, Tania berjalan kearah kamarnya. Menutup pintunya keras-keras. Sampai lelaki yang sedang memasak di lantai dasar itu berteriak memintanya untuk tidak berisik.

----

On my pillow...
Can't get me tired
Sharing my fragile truth...
That I still hope the door is open
'Cause the window...
Opened one time with you and me

Jidan bersenandung merdu, sambil mengocok telur. Ia memang biasa bernyanyi, berbeda dengan Jinan, kembarannya yang tak bisa bernyanyi. Tapi, Jinan hebat dalam menggambar. Kemampuannya dalam menggambar dan melukis tidak main-main. Sedangkan kakak tertua mereka, Ardhi, dia mungkin tidak bisa menggambar, melukis, dan bernyanyi dengan baik. Tapi, bermain alat musik adalah kemampuannya.

SERENDIPITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang