[ Tuan Besar ]

241 29 1
                                    

***

Jika kemarin Naruto cukup kaget dan kesal dengan keputusan yang Sai buat. Maka, hari ini Naruto kembali dikagetkan dengan berita singkat yang Sai bawa.

Sebuah berita yang membuat Naruto semakin berpikir, bahwa Sai memang berpihak pada Keluarga Uchiyama.

“Tuan besar akan kembali?? Bagaimana kau bisa tahu? Aku bahkan belum mendapat kabar tentang ini.” Naruto menatap Sai curiga.

Sai tersenyum manis, “Kau tidak senang? Padahal, penderitaanmu akan berakhir jika Jun-sama kembali.”

“Aku bertanya, bagaimana kau bisa tahu?” Naruto mengulangi pertanyaannya.

“Seseorang. Seseorang yang begitu peduli padamu. Seseorang yang mungkin, sangat dekat denganmu,” ucap Sai. Dia masih setia mempertahankan senyuman diwajahnya.

Seketika Naruto merasa ngeri melihat Sai, “Bagaimana kau bisa tetap tersenyum manis begitu, bahkan saat berbicara?”

“Hem?” Sai memiringkan kepalanya sedikit.

“Tidak. Tidak.” Naruto memfokuskan dirinya kembali, “Seseorang? Siapa?”

Sai tertawa. Secepat itu Naruto mengubah sikap dan topik pembicaraan setelah sempat teralihkan oleh senyum manisnya?? Yah, Sai pikir. Jika tidak begitu, maka, itu bukanlah Naruto.

“Itu adalah sebuah rahasia. Tidak bisa kuberitahu,” sahut Sai singkat, sambil kembali melakukan tugasnya yang sempat terhenti karena pembicaraan tadi.

Naruto mendengus pelan mendengar sahutan Sai.

Menyebalkan! pikirnya.

Narutopun kembali merapikan tanaman di kebun yang masih berantakan, karena ulahnya dua hari yang lalu. Dan, hal itu juga terjadi tidak lain, karena Sai.

“Ah! Naruto!” panggil Sai.

“Hm?”

“Konohamaru, Moegi dan Udon selalu bertanya-tanya. Kapan kau akan berkunjung ke Mesjid Camii lagi?”

“Jika, Tuan Besar kembali!” Naruto berniat untuk menyinggung Sai. Tapi, sepertinya itu tidak berhasil. Sai abai saja.

“Hm. Benar juga, ya? Saat ini, kau tidak bisa bebas sama sekali. Kau lebih seperti tahanan di dalam gerbang mewah.” Sai manggut-manggut, “Orang-orang di luar sana. Tidak akan ada yang menyadarinya sama sekali.”

Naruto memutar bola matanya malas. Bukan itu tanggapan yang ingin dia dengar dari Sai. Tapi, yah, itu memang benar adanya. Seperti itulah kenyataannya.

“Oh, iya! Hari ini aku mau ke sana. Kau mau titip pesan?” ujar Sai.

Naruto merasa iri dengan kebebasan yang dimiliki Sai. Tapi, tidak bisa di pungkiri kalau di sisi lain, dia juga merasa senang dan bahagia.

“Katakan pada Sarutobi-jiichan, Jaga kesehatan. Jangan sampai masuk rumah sakit lagi. Dan, katakan pada anak-anak lain, aku merindukan mereka.” Naruto diam sejenak, “Hm. Itu saja mungkin?”

Sai tersenyum lebar, “Siap, akan kuberitahu pada mereka semua, dan terkhusus pada Ojiisan.”

“Oh, iya. Ojiisan bilang, Terima kasih, karena kau sudah peduli padanya. Dan, maaf soal biaya rumah sakit yang harus kau bayar untuknya,” ucap Sai kemudian.

Naruto tersenyum manis, “Bilang pada Sarutobi-jiichan, Tidak perlu dipikirkan. Anggap saja, ini balas budiku karena dia sudah begitu peduli padaku.”

Sai mengangguk, “Baiklah.”

“Sarutobi-jiichan pernah bilang padaku, Bahwa Tuhan selalu bersamaku. Dan, karena perkataannya itulah, aku bisa sekuat ini sekarang. Jika tidak. Mungkin aku masih akan tetap menangis seperti empat belas tahun yang lalu.”

Your Home :: NARUHINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang