"Jika mengenalimu adalah ketenangan, maka kutangguhkan hati untuk bisa mengukir asa bersama."
*********
[Simpan kontakku ya -Alvin]
Pesan WA masuk ketika jempol Yufid mengusap layar ponsel pintarnya naik turun. Pesan dari salah satu temannya.
Sekarang dia dapatkan teman Baru. Berawal dari hentakkan saat dia melamun, kini Yufid kenal Alvin. Sesosok anak penuh gaya yang memiliki sikap percaya diri amat tinggi. Terbukti saat pertama mengikuti kegiatan pengenalan siswa baru, dialah yang berani ke depan kelas untuk memenuhi tantangan membacakan puisi cinta untuk Osis perempuan.
Bercakap-cakap sedikit mengenai pengalaman, saat tak sengaja bertemu di parkiran ketika keluar dari mobil yang sama-sama mewah mengantarkan mereka masing-masing. Sejak itu mereka saling menjalin informasi dan bertukar kontak.
Yufid menjawab pesan itu, dan saling membalas. Obrolan dalam chat pun mengalir bagai air. Sampai waktu tak terasa menunjukkan pukul 10 malam.
**
Masa orientasi siswa berakhir. Seluruh siswa maupun siswi telah resmi menjadi pelajar SMA. Seragam putih abu yang kini disimpan rapi di lemari pun kali ini boleh dikenakan.
Memulai cerita baru. Menoreh pengalaman dan kenangan di setiap lembar kertas.
Yufid masih berdiri di hadapan cermin besar yang tergantung di ruangan kamarnya yang luas. Menata rambut, menyemprotkan parfume terbaik, dan merapikan seragam barunya. Seragam resmi yang dia dapatkan dari sekolahnya sekarang. SMA Pasundan 10. Sekolah elit yang terletak di daerah kota kembang Bandung. Celana panjang berwarna abu, kemeja panjang putih, dasi, serta rompi dongker khusus sebagai ciri khas SMA itu.
"Uh... Ganteng," lirihnya memuji diri sendiri.
Yufid terlahir tampan. Ayahnya berdarah belanda dan ibunya seorang sunda nan jelita. Sorotan mata yang terpancar, persis seperti Ayahnya saat masa remaja. Tubuhnya pun tinggi disertai dada yang bidang.
Setelah semua beres dia berlari keluar kamar setelah memasangkan jam mahal kesayangan di pergelangan tangannya yang putih.
Dia meminta sang kakak untuk mengantarkannya ke sekolah. Pertama kali menjadi siswa SMA, dia ingin semuanya lancar. Hampir semua temannya ingin berangkat dengan kendaraan pribadi. Seperti cerita yang dia dapat dari temannya Alvin. Saat kemarin mereka bertemu di tempat tongkrongan anak-anak ber-uang di daerah yang tak jauh dari sekolah.
"Besok aku berangkat pakai motorku. Tak tahan ingin sekali mengendarainya."
Tak pernah ikut-ikutan. Dia mengerti risiko membawa kendaraan sendiri. Apalagi di usia yang belum baru menginjak tujuh belas tahun. Dia sering melihat kejadian anak pelajar yang mati akibat berkendara. Dia tak mau seperti itu kendati keadaan memang sudah mendukung dirinya. Motor dan mobil pun selalu tersenyum di garasi rumahnya meminta untuk dikemudikan.
Berasal dari keluarga berada, itu memang faktanya. Fasilitas yang tersedia di rumah, tak terhitung berapa jumlahnya. Ditambah ibunya senang sekali mengoleksi barang-barang yang langka di pasaran.
Selama hidupnya, dia tak pernah merasakan apa itu kekurangan. Apa pun yang dia inginkan selalu disediakan tanpa omelan atau protes dari sang pemberi.
Dia bergabung dengan ibu dan kakaknya untuk sarapan pagi. Dia mengisi botol air untuk dibawa ke sekolah. Dia lebih memilih itu ketimbang beli, walaupun sekolah menjamin kebersihan dari segi apa pun.
Yufid dan kakaknya berada dalam mobil yang sedang melaju.
"Awas kamu ya, kalau bandel disekolah," tukas Ben memecahkan keheningan dalam mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANAK KELAS ATAS
Teen FictionBagaimana ya, sikap Yufid kepada sahabatnya, Alvin? Ketika anak dance cover boyband Korea itu, melakukan hal yang memalukan? Menghamili pacarnya?