"Ketika kesederhanaan dapat membuat hati laksana terbuai kenikmatan, Di situlah raga memutuskan untuk mencobanya."
______________________
Semua pelajar berhamburan dari koridor sekolah. Seperti semut yang beruntui keluar dari lubang istana tanah mereka.
Setelah lelah belajar dari pagi sampai sore, akhirnya mereka mendapatkan kebebasan untuk pulang ke singgah sana mereka. Rumah tempat mereka beristirahat. Menumpahkan segela keluh kesah selama seharian bergulat dengan aktivitas.
Pelajar itu menelusur ke tempat yang berbeda. Keparkiran untuk mengambil kendaraannya, berkumpul untuk membahas hal-hal apapun sebelum pulang, segera pulang ke rumah dengan berjalan kaki, dan ada yang berdiam diri di pinggir jalan untuk menunggu jemputan.
Terlihat Nadila tengah duduk di salah satu kursi warung pinggir jalan. Buku paket yang super tebal setia dia peluk di dadanya.
Semua temannya berhamburan pergi, hanya dia yang terdiam seorang diri.
Nadila melihat dari arah kanan seseorang berlari kecil. Semakin dekat, dan jelas siapa orang itu.
"Kak.. sendiri saja. Belum pulang gituh?"
Yufid menghampirinya dengan napas yang terburu-buru. Rambutnya yang hitam kecoklatan, bersinar terkena matahari.
"Kalau cape, jangan lari. Lagian aku disini diem loh. Nggak jalan atau lari juga," komentar Nadila, setelah Yufid duduk disampingnya.
"Aku itu olahraga. Lumayan untuk melatih jantung," Yufid merespon. Napasnya masih memburu.
"Kamu belum pulang kak, nunggu siapa? Aku ya?" Yufid menggoda setelah napasnya kembali membaik.
"Ih, enak aja. Aku istirahat dulu disini,"
"Oh, kirain nungguin aku, hehe" Yufid menggoda kembali sembari tertawa. Terlihat gigi putihnya yang berbaris rapi.
Terdiam. Tak ada ucapan lagi. Hanya suara riuh manusia di sekitarnya yang terdengar nyaring di telinga.
Keringat membasahi sekujur tubuh Yufid yang tinggi. Tenggorokannya mengering dan dia butuh sesuatu untuk membasahinya.
Kebetulan, di belakang mereka ada sebuah penjual minuman segar. Dia membaca tulisan yang tertera di gerobaknya ‘Es Goyobod Seger'. Salah satu minuman tradisional khas masyarakat Sunda yang berasal dari daerah Garut, Jawa Barat.
Minuman layaknya es campur itu, memang begitu populer. Rasanya yang enak menjadikan minuman itu sebagai primadona bagi seluruh penikmatnya. Salah satu jajanan paling laris di sekolah itu selain batagor. Kadang, para siswa yang gemar jajan, tak sedikit yang meminangnya secara bersamaan. Batagor dan Es Goyobod. Apalagi dimakan bersama seorang terkasih sambil mojok di ujung toko sepatu dekat SMA itu.
Yufid membelalak melihat itu, hatinya terenyah, dan air liur berdansa dimulutnya.
"Ehh... kak haus nggak? Mau beli es goyobod?" tawar Yufid.
Nadila tak berkutik, hingga akhirnya mengangguk dan Yufid segera menghampiri tukang minuman tradisional itu.
Nadila otomatis tersenyum. Dia memandang punggung lelaki itu.
Setelah sebuah gelas plastik itu digenggam, mereka menikmati minuman itu dengan suasana panas yang membakar. Tak ada yang peduli dengan aktivitas mereka berdua. Walaupun disitu banyak sekali manusia berkeliaran.
"Kamu, belum ada yang jemput?” Nadila berucap setelah menyedot air menyegarkan itu.
"Belum," singkat menjawab karna Yufid sibuk dengan kenikmatannya.
Nadila menatap dalam adik kelasnya itu. Hanya dengan merekam seluruh tubuh lelaki remaja di sampingnya itu, nampak jelas perbedaan yang menonjol diantara keduanya.
Nadila yang hanya seorang gadis biasa cukup beruntung bisa dekat seperti ini yang jelu. Dia tak pernah mencari cara licik untuk bisa akrab seperti ini. Berbeda dengan anak perempuan lain yang pernah dia dengar ada yang sampai mencari jalan konyol demi bisa dekat dengan Fanboy yang bernama Yufid ini.
Beberapa bulan ini kedekatan mereka tidak lebih sebagai teman pengisi keheningan. Pertemuan rutin satu pekan sekali dikegiatan ekstrakurikuler, pertemuan di perpustakaan, serta saling berbalasan chat di sosial media, juga pertemuan yang mendadak seperti ini. Ada bahagia yang mengisi ruang hatinya. Apalagi dia memiliki sifat dermawan, sopan, dan ramah terhadap siapapun. Tidak ada tanda kenakalan yang tertera di raganya. Berangkat dan pulang pun dijemput oleh sang kakak.
Penglihatan Nadila tertarik oleh name tag berbentuk persegi panjang yang berbahan dari resin itu.
Dia semakin penasaran dengan nama itu.
‘YUFID D. WIJAYA.’
Nama yang indah dan penuh arti, benaknya berbicara. Lalu, D-nya singkatan dari apa? Pertanyaan itulah yang selama ini terus berputar di otaknya.
Nadila belum sempat meminta penjelasan dari dulu, dan sekarang kesempatan emas untuk dia memberanikan diri bertanya.
"Nama kamu ada huruf D-nya singkatan dari apa?”
Yufid belum merespon pertanyaan itu. Hanya kunyahan yang terdengar nyaring. Sepertinya dia sengaja, membuat si penanya menunggu.
"Kepo.”
Mendengar jawaban itu, Nadila mendelik seakan pertanyaannya dibuat lelucon. Padahal itu benar-benar keluar dari hati yang serius.
"Jangan marah dong, akukan becanda. Aku akan kasih cerita mengenai huruf itu. Mau dengar nggak?”
Yufid menggoda sambil menyunggingkan senyum manisnya. Memperlihatkan gigi yang rapi dan putih.
Menghela napas sejenak, perasaannya seketika tertarik oleh ajakkan itu.
"Aku sendiri sebelumnya tidak tahu maksud dari huruf itu. Dulu aku belum mempedulikannya hingga saat duduk di bangku SMP saat berdiri di depan untuk memperkenalkan diri, Guruku menanyakan perihal namaku itu. Lalu kemarinnya aku tak sengaja menanyakan pada kakakku bahwa huruf itu singkatan dari 'Dermawan'. Begitu.”
Nadila menganggukkan kepala. Sekarang dia sudah tahu apa arti dari huruf D itu. Dermawan yang artinya murah hati.
"Oh. Gitu"
Hampir satu jam mereka bercengkerama. Matahari mulai turun dan kesejukan sore hari mulai terasa.
"Kak.. Aku pulang dulu ya udah ada yang jemput," ucap Yufid setelah melihat dari arah kanan sebuah mobil yang dikenal melaju menghampiri.
"Atau, mau nebeng ke aku saja? Biar pulang barengan?”
Baru kali ini Yufid menawari dirinya.
" Enggak... Terimakasih. Aku lebih nyaman naik kendaraan umum. Mengurangi macet juga polusi. Aku dapat berinteraksi lebih dengan orang lain saat naik bus. Sebagai makhluk sosial, kita harus lebih mengerti apa arti interaksi.”
Mendengar ucapan itu, Yufid tertegun. Memunculkan pertanyaan aneh di pikiran. Ada hentakkan yang membuat mulut dan perasaan sulit bicara. Belum sempat meminta penjelasan atas jawaban Nadila itu, suara klakson mobil mengagetkannya. Berpamitan, dan berlari memasuki kendaraan berwarna hitam itu.
Dalam mobil Yufid terdiam dan menghela napas. Dia sengaja duduk di belakang agar kakaknya tak mengajaknya berbicara.
Matanya menyapu gedung-gedung yang berjenjer rapi melewati kaca mobil itu. Pikirannya mulai menangkap ucapan Nadila yang belum lama ini,
Enggak... Terimakasih. Aku lebih nyaman naik kendaraan umum. Mengurangi macet juga polusi. Aku dapat berinteraksi lebih dengan orang lain saat naik bus. Sebagai makhluk sosial, kita harus lebih mengerti apa arti interaksi.
Dia berpikir keras atas ucapan itu. Untuk sebagian orang, pemakai kendaraan pribadi adalah orang elit yang tak mau peduli terhadap orang lain. Terlalu memanjakan sifat egoisme ketimbang memperhatikan kesehatan sesamanya. Kendaraan pribadi lebih cepat memunculkan polusi.
Mobil pribadi berbeda dengan kendaraan umum, dimana kendaraan umum lebih asyik karena terdapat banyak orang. Lebih bermanfaat karena bisa mengenal orang lebih banyak.
Apakah dia akan menjadi penumpang kendaraan umum juga? Dia belum pernah sekalipun merasakan sensasinya kendaraan itu. Selama ini, pikirnya terhadap alat transportasi itu tak nyaman, panas, kadang-kadang tak kebagian tempat duduk. Begitulah alasan baginya enggan untuk mencicipi.
Hal yang paling membuatnya membentangkan pikiran, adalah kakak kelasnya sendiri adalah penikmat tranportasi itu. Ini adalah tantangan bagi dirinya.
Dia mengolah otak. Di pikirannya tergambar Nadila yang sedang duduk manis di bus, dan di sampingnya ada seseorang yang melambaikan tangan. Seorang lelaki tampan yang mengajak berkenalan dan akhirnya mengobrol. Yufid tersentak. Pikiran itu membuatnya gelisah. Mendorongnya untuk mengeluarkan suara.
"Kak, besok. Jangan jemput aku lagi. Aku akan naik bus saja,"
Mendengar ucapan itu, Tony kakaknya malah tertawa keras.
"Kesambet apaan kamu de. sejak kapan kamu tertarik naik bus?" Ledek Tony yang masih di aliri tawa renyah.
"Ya, sejak sekaranglah. Gak apa-apa soal ongkos biarin aku yang keluarin lagian uang jajan ku sisanya banyak. Aku gak suka poya-poya."
Yufid menjawab dengan tegas.
"Aku nggak percaya kamu bisa bertahan disitu. Di tempat yang super panas. Hahahahaha," ledek kakaknya dan masih setia menertawai.
Yufid mendelikkan matanya. Kesal dengan respon kakaknya itu, dia memasangkan earpone ditelinganya.
"Kenapa kamu kok tiba-tiba jadi sholeh gini? Apa karena cewe tadi? tapi kayaknya cewe tadi lumayan juga kalau keseringan ngelihat. Cantik, pake kerudung juga."
Belum sempat memutar lagu di ponselnya, dia menangkap perkataan yang membuatnya berbicara secepat kilat.
"Jangan macam-macam. Dia bukan perempuan yang seperti kakak pikirkan. Dia baik.”
Tony tertawa lagi.
"Dia sebenarnya siapa kamu sih, kayaknya hubungan kalian dekat.”
"Dia kakak kelasku. Dia salah satu siswi cerdas di sekolah.”
Percakapan mengalir bagai air. Menimbulkan kehangat keseluruh penjuru mobil itu.
Tak lama, sampailah di rumah tempat beristirahat untuk merebahkan tubuh yang tersarang pegal.
**
Waktu semakin cepat. Matahari mulai menyembunyikan penampakannya. Langit yang tadinya terang kini mulai berubah menjadi orange jeruk. Semakin kehitaman dan akhirnya gelap gulita.
Kelelahan yang dari tadi terkuras demi menyambung hidup, kini mulai dimanjakan.
Jendela tertutup rapat, serta gorden cantik menjuntai menutupi kaca. pintu dikunci. Sekarang kamar adalah tempat yang nyaman di huni dimalam hari.
Yufid telah membaringkan tubuhnya di kasur yang terbuat dari busa terbaik. Nyaman nan empuk. Selimut serta peralatan tidur lainnya, menemaninya untuk mengukir mimpi.
Matanya belum tertutup. Dia menatap memutar penglihatannya ke dinding kamarnya. Dia menangkap poster BTS idolanya yang terpampang jelas berukuran 80 x 40 cm.
Pikirannya terbuka dan membayangkan salah satu anggota BTS itu. Dia ingat, dulu dia pernah membaca di sebuah artikel bahwa perempuan yang disukai Jungkook adalah perempuan yang memiliki umur lebih tua darinya.
Dia tersenyum geli. Apakah dia senasib dengan idolanya itu, Jungkook BTS? Apalagi saat ini dia sedang dekat dengan Nadila yang jelas-jelas lebih tua darinya. Yufid terkekeh sambil meraih selimut dan menutupi dirinya. Malu dengan diri sendiri.
Malam semakin larut, matanya perlahan akan tertutup. Namun suara notice dari ponsel mengagetkannya. Secepat kilat menyambar, dia meraih benda itu lalu membuka layarnya. Dari sahabatnya Alvin. Hanya sekedar menjalin hubungan biasa.
Menanyakan kabar atau meminta data seperti video, foto, dan lagu. Berhubung mereka adalah sama-sama fanboy K-Pop juga.
[Eh... Fid, kamu punya lagu BTS yang save me nggak?]
[Modal dong!]
[Ayolah Fid, jangan gitu. Tadi aku mau download namun sayang, kuotaku habis. Ini akanku pakai untuk ngerjain tugas.]
[Kalau misalkan aku kirim, sama saja didownload. Ngabisin kuota juga. Gimana sih.]
Yufid merasa bingung dengan sahabatnya itu.
[ Jadi seperti ini, aku punya kuota khusus WhatsApp. Download lagu maupun video, masih bisa selagi di aplikasi itu. Ayolah kirimin. Aku nggak sabar pengen dengerin.]
[Iya sebentar.]
Mencoba mencari file yang dibutuhkan Alvin. Usai ditemukan, dia langsung mengirimkannya.
[Sudahku kirim tuh,]
[Makasih ya Yufid. Emang kamu adalah sahabat terbaikku. Sudah ganteng, baik pula.]
[Ahhh.. santai saja. Kayak ke siapa aja. Selagi aku bisa melakukannya akanku bantu.]
[Pokoknya you are the best friend lah..]
[Ehh.. ngomong-ngomong, bagaimana hubunganmu dengan Sasya?]
[Baik. Dia makin gemesin, cantik juga. Apalagi rambutnya itu. Aku suka sekali dengan rambut pendeknya.]
[Halah, bucin kamu.]
[Ehh ngomong-ngomong, kamu sendiri dekat dengan siapa sekarang? Dengan kakak kelas itu apa kabar?]
Membaca pesan terakhir itu, Yufid menahan senyum. Lalu hatinya berkata untuk segera menanyakan kabar kakak kelasnya itu. Nadila.
Sebelum mengirimkan chat pada perempuan itu, dia membalas dahulu pesan Alvin.
Mulai menelusuri kontaknya dan mengetik pesan. Kali ini, dia tak mengharapkan jawaban. Namun dia hanya berharap esok hari, Nadila memberikan perhatian padanya.
[Kak, besok tunggu aku saat pulang. Aku akan naik bus.]
∆∆∆
KAMU SEDANG MEMBACA
ANAK KELAS ATAS
Teen FictionBagaimana ya, sikap Yufid kepada sahabatnya, Alvin? Ketika anak dance cover boyband Korea itu, melakukan hal yang memalukan? Menghamili pacarnya?