Apakah aku gila? Mungkinkah orang gila berpikir bahwa dirinya gila? Tapi apakah yang aku lihat bisa membuktikan bahwa aku gila? Atau aku hanya terobsesi oleh sesuatu yang menurut kalian gila? Apakah itu salah? Dosakah aku? Lalu apa yang harus kuperbuat? Kupikir semua orang memiliki potensi untuk gila. Karena manusia adalah makhluk yang rapuh. Benarkan?
“Apa yang kau pikirkan?”
Dia adikku. Adik perempuan yang sangat mengerti aku. Mengerti akan kegilaanku. Memahami akan obsesiku.
“Tidak. Aku hanya berpikir bagaimana kalau aku ini setetes air hujan yang bertemu dengan tanah lalu meresap jauh kedalamnya. Lalu kemanakah aku akan berakhir?”
“Apa kau sedang mengujiku?”
“Tidak. Tidakkah kau aku sedang bertanya?”Di luar memang sedang hujan. Duduk dikursi kayu yang panjang cukup untuk dua orang. Kupeluk kedua kakiku melindunginya dari percikan air hujan. Oh tidak aku bukan orang yang takut akan dingin. Sebaliknya aku sungguh membenci percikan air hujan. Ada rasa tersayat di dada kiriku saat percikan bening itu menyentuh permukaan kulit kakiku. Aku sungguh membencinya hingga pernah menangis karenanya. Hanya sepercik air. Apakah aku berlebihan?
“Mungkin dia akan mengikuti alur tanah dan akhirnya tiba dia danau, sungai atau laut?”
Aku tersenyum tanpa melihatnya. Dia memang adikku. Hampir sama dengan apa yang kumaksud. Tapi mungkin aku punya detail yang lebih sempurna. Seakan aku melihat sendiri bagaimana tetes hujan itu mencari jalan untuk bertemu keluarga besar di ujung sana.
“Apa kau berkhayal lagi?”
“Apa itu menganggumu?
“Tidak.”
“Kalau begitu berhenti bertanya.”Dia bungkam. Apakah aku kasar terhadapnya? Apakah aku jahat? Begitukah?
Aku benci berpura-pura baik itu hanya membuatku sakit kepala. Membuatku merasa marah. Jadi lebih baik aku berterus terang. Bukankah itu hal yang baik? Iya kan?
“Masuklah. Sepertinya hujan akan lama. Kau bisa sakit.”
Hujan tidak akan membuatku sakit. Yang membuatku sakit adalah diriku sendiri. Badan yang lemah dan tak bertenaga. Penyakitan., kalau kalian bilang. Iya kan? Ah itu hanya persepsi kalian. Tubuhku lemah karena aku membiarkannya. Agar aku bisa duduk seharian diteras seperti ini.
Pernah suatu waktu aku disuntik tiba-tiba hanya karena aku marah dengan adikku. Saat itu aku berteriak marah karena dia menumpahkan sup yang aku berikan. Dan mereka tiba-tiba datang lalu menyuntikku hingga aku lemas dan tertidur. Mereka bilang aku berbahaya kalau sudah marah-marah, oleh karena itu mereka menyuntikku demi diriku. Tapi itu membuatku semakin marah. Bagaimana tidak? Kemana rasa sopan mereka? Aku sedang mendisiplinkan adikku dan mereka membuatku tertidur.
Dan saat aku membuka mata mereka hilang. Aku hanya sendirian ditempat tidur. Dan untuk beberapa waktu adikku tidak lagi mengunjungiku. Mereka bilang itu yang terbaik untukku. Aku bingung sungguh. Apa mereka membenci adikku sehingga sengaja memisahkan kami? Yang sakit aku kenapa adikku yang harus pergi? Bukankah mereka jahat?
Bau tanah basah tercium di hidungku. Sepertinya hujan memang lama. Aku tak sadar kapan aku masuk kedalam kamar. Aku sendirian dan hanya dikeliling oleh kekosongan yang membuatku bertanya. Kenapa dinding itu bercat putih? Kenapa dia sangat keras? Kenapa aku ada didalam sini? Kenapa aku tidak boleh keluar? Kenapa mereka terus menyuruhku menelan pil-pil yang sangat pahit? Apa sekarang mereka tidak lagi memproduksi permen kecil yang manis? Untuk apa aku disini? Aku takut.
Ah tidak aku tidak takut. Siapa bilang aku sendirian disini? Lihat diujung sana ada seorang laki-laki. Oh oh dia melihat kearahku. Aku harus tersenyum!
“Hai, kau siapa?”
Dia hanya diam, matanya yang berwarna hitam pekat menatapku lekat. Aku terus tersenyum untuk menjaga etikat baikku padanya. Aku tidak ambil pusing bagaimana dia bisa masuk kekamarku yang aku sangat tahu bahwa itu terkunci.
Kuku kakinya panjang, terlihat saat dia berjalan kearahku. Aku bergeser untuk memberinya ruang untuk duduk disampingku. Dia tampan. Sungguh!
“Apa kau Hans?”
Aku tahu dia! Haha. Bagaimana? Temanku yang satu ini memang sangat tampan. Aku lupa, aku mengenalnya saat pertama kali masuk kedalam kamar ini. Dia bilang kasihan padaku karena aku tidak bisa keluar dan bertemu dengan adikku. Oleh karena itu dia mau dengan senang hati menemaniku saat mereka mengurungku disini.
Hans mengajariku banyak hal. Contohnya mengajariku caranya mengelabui mereka agar aku bisa keluar dan bertemu adikku. Juga berpura-pura menelan pil-pil pahit itu lalu memuntahkannya ke lantai saat mereka pergi. Dia seperti guru bagiku. Dia sangat keren.
Tidak ada dari mereka yang tahu tentang Hans. Aku takut mereka juga akan memisahkanku dengannya seperti mereka memisahkanku dengan adikku. Dia jarang datang sekarang. Aku merindukannya.
“Samantha, kau berbicara dengan siapa?”
Sial! Aku tidak menyadari mereka datang.
Hans sudah pergi saat mereka masuk dengan membawa baki makanan. Satu dari mereka meletakkannya dimeja dan satunya mengecek suhu tubuhku. Mata mereka saling bertemu saat mendekatiku. Sial! Sial!
“A-aku hanya bernyanyi.”
“Benarkah?”
“I-iya..”Perempuan dengan rambut pendek itu menyuapiku dengan hati-hati. Takut mengotori bajuku mungkin. Yang dengan rambut sedikit panjang sibuk menakari cairan-cairan dari botol kecil ke dalam suntikan. Aku malas sekali. Terlalu monoton.
“Samantha boleh aku bertanya?”
Aku hanya mengangguk. Penasaran. Bertanya lah…
“Bagaimana keadaanmu?”
“Baik.”
“Kau merasa sehat?”
“Tentu. Aku selalu sehat sepertinya.”
“Apa adikmu masih sering berkunjung?”Aku harus menjawab apa?
“Bilang saja tidak!”“Tidak.”
“Benarkah?”
“Iya.”
“Baiklah.”Dan mereka pergi setelah memberiku pil dan suntikan. Ahh aku benci mereka menusukkan jarum itu ketanganku. Aku seperti kelinci percobaan bagi mereka. Untung saja suara itu membantuku. Mereka selalu membantuku. Terima kasih.
Di tempat lain.
“Dok, kupikir Samantha semakin memburuk. Kulitnya semakin pucat kami juga mendapati hari ini dia mengalami episodenya. Hanya saja kali ini bukan lagi adiknya melainkan orang lain. Bukankah ini artinya dia memburuk? Lebih dari satu halusinasi yang muncul, ini berbahaya bagi keadaan Samantha. Dia juga semakin kurus.”
End-Attachments ar
KAMU SEDANG MEMBACA
Another [END!]
Short StoryAku hanya ingin berkisah di sela-sela sibukku. Aku merasa perlu memberitahu dunia bahwa tidak ada manusia yang ingin sakit. Tidak ada manusia yang ingin dikata gila. Mereka hanya korban, benar mereka hanya korban. Jadi lihatlah mereka, rengkuh merek...