Aku hanya ingin berkisah di sela-sela sibukku. Aku merasa perlu memberitahu dunia bahwa tidak ada manusia yang ingin sakit. Tidak ada manusia yang ingin dikata gila. Mereka hanya korban, benar mereka hanya korban. Jadi lihatlah mereka, rengkuh mereka, ajak mereka berbincang dan bercanda. Buat mereka tertawa karena manusia manapun tidak ingin selalu menangis.
Namanya Sheren, pasien kecilku yang malang. Dia sudah hampir setahun disini. Menemaniku tiap harinya.
Sheren baru berumur 15 tahun. Dia di diagnosis penyakit Skizofrenia. Awalnya dia sangat marah saat dirinya dipaksa masuk kedalam Bangsal Permata ini. Tentu saja. Siapa yang tidak marah. Ini adalah bangsal yang lebih dikenal sebagai bangsal orang gila. Terlebih yang memasukkannya adalah Ibunya sendiri.
Sejak pertama kali melihatnya aku sangat bersimpati padanya apalagi dari penjabaran sang Ibu yang terang-terangan mengatakan dirinya gila. Sejujurnya aku marah, tega sekali dia mengatakan anak perempuannya sendiri gila.
Dia bilang bahwa Sheren sering berbicara sendiri dikamarnya. Awalnya dia berpikir mungkin Sheren sedang berbincang dengan temannya melalui telepon. Tapi itu semakin sering hampir setiap waktu saat Sheren sendirian dia berbicara sendiri dikamarnya. Yang membuatnya lebih curiga adalah tidak adanya pembengkakan dana untuk biaya telepon. Semuanya sama. Karena penasaran sengaja dia mencabut kabel telepon milik Sheren tanpa sepengetahuannya. Dan kegiatan Sheren tak pernah berhenti.
Akhirnya suatu waktu sang Ibu dengan mata kepala sendiri memergoki Sheren berbincang dengan udara di halaman depan. Dia tertawa dan terlihat serius saat berbincang. Sejak itu Ibunya berpikir bahwa putrinya memang gila. Dan segera membawanya ke Bangsal Permata ini.
Aku hanya bisa bilang bahwa Sheren tidak gila. Dia hanya sakit dan kami pasti berusaha menyembuhkannya. Aku selalu mengatakan hal itu pada semua keluarga pasien. Menurutku ucapan gila itu terlampau kasar. Dia hanya sakit sama seperti saat kau sakit demam berdarah atau kanker sekalipun.
Tapi apa lagi yang bisa kuperbuat? Rumah sakit ini hanya memperkerjakanku untuk menyembuhkan pasien selama biaya tak berhenti mengalir. Kulihat sang Ibu sudah tak peduli dengan gadis malang itu, dia hanya mengirimkan uang setiap bulannya. Aku hanya akan berpikir positif dimana dia melakukan itu adalah suatu bentuk rasa sayangnya pada Sheren. Kalau dia tidak sayang mungkin Sheren sudah menggembel di pinggir jalan dan menakuti orang-orang. Benarkan?
Sheren menunjukkan perkembangan yang lambat. Semua itu tergantung dari faktor penyebab yang memicu adanya penyakit ini atau memang karena alasan genital. Sejarah keluarga Sheren menunjukkan bahwa semua anggota bersih dari virus ini. Itu artinya ada faktor lain dari luar yang menyebabkan semua ini.
Akhir-akhir ini Sheren mulai terbuka padaku. Dia mau tersenyum dan sekadar mengobrol tentang hari dan waktu. Tawanya yang polos saat melihat seorang cleaning service kami terpeleset karena alat pelnya sendiri membuatku benar-benar iba. Malang sekali nasibmu nak. Harusnya saat ini kau sedang berada disekolah dan bermain bersama teman-temanmu. Bercanda dan menghabiskan waktu untuk mempercantik dirimu. Tapi kenyataan harus menyeretmu kesini dengan penyakit yang memprihatinkan.
“Dr. Olive apa kau punya anak?”
Matanya yang bulat menatapku. Senyumku mau tak mau mengembang mendengar pertanyaannya.
“Aku? Bagaimana menurutmu? Apa aku terlihat seperti sudah memiliki anak?”
“Emm… menurut mereka kalau kau belum punya anak.”
Tangannya menunjuk kekepalanya. Suara-suara itu, merekalah yang membuatnya di cap gila oleh ibu kandungnya sendiri. Salah satu gejala yang ditunjukkan oleh pasien penderita Skizofrenia.
Aku memeluknya, rasanya hatiku sakit melihatnya. Senyumnya sungguh polos seolah mereka adalah yang wajar orang punya.
“Kurasa mereka benar Sheren. Bahkan aku belum bersuami.”
“Bolehkah aku jadi anakmu, Dr?”
“Maukah kau?”
Wajah cantiknya terlihat serius. Kalau kau mau terus memperhatikan kedua matanya. Dia terlihat sangat sedih. Bagaimana bisa aku berkata tidak pada gadis cantik ini.
“Tentu aku mau, Dr. jadikan aku putrimu. Bukankah Ibuku sudah membuangku disini dan menyerahkanku padamu?”
Apa yang kau rasakan saat mendengar gadis berusia 15 tahun yang mengatakan ini? Menyakitkan bukan? Miris.
“Itu tidak benar Sheren. Dia hanya menitipkanmu padaku sementara dia sedang bekerja keras mencari nafkah untukmu. Dan hey tentu saja aku akan sangat senang memiliki putri secantik dirimu.”
“Benarkah? Bisakah aku memanggilmu Ibu?”
“Tentu Sheren. Cobalah.”
“Ibu?”
“Iya Sheren anakku.”
Dia memelukku, rasanya sungguh haru dan dia menangis didadaku. Oh Tuhan ijinkan aku menyembuhkannya setidaknya meringankan penyakitnya. Dia sungguh malang. Aku sangat ingin menjaganya.
“T-tapi benarkah aku boleh memangilmu Ibu?”
Matanya yang sembab menatap lurus padaku. Ku usap bahunya pelan untuk menenangkannya.
“Tentu Sheren. Kenapa?”
“Mereka bilang kau berbohong. Mereka bilang kau juga akan membuangku. Sama seperti Ayah dan Ibuku. Saat Ayah memiliki bayi kecil dari Ibu lain dia meninggalkanku dan Ibu di jalan. Sedangkan Ibuku sendiri selalu kasar saat dirumah. Dia bilang karena aku lahir Ayah jadi mencampakkannya. Oleh karena itu dia membuangku kesini agar hidupnya kembali tenang. Benar kan?”
Untuk pertama kalinya aku mendengar kisah ini. Jadi inikah yang menyebabkanmu seperti Sheren? Apakah ini yang kau alami sebelum sampai disini? Bahkan aku tak mampu membayangkannya. Siksaan luar memang tidak ada tapi luka batin tidak akan pernah hilang. Inikah yang kau pendam Sheren?
“Sheren?”
“Itukah yang akan Dr lakukan padaku? Membuangku? Menendangku dari sini?”
“Sheren tenanglah..”
“Benarkan? Aku bukan siapa-siapa, aku hanya pasien gilamu yang mengakuimu sebagai Ibuku. Kau pasti sedang menertawakanku kan?! Ha!”
“Sheren kumohon.”
“Jika kau meninggalkanku aku akan bunuh diri. Ah tidak tidak kita akan mati bersama. Kata mereka aku harus mengajakmu agar aku tidak sendirian saat di neraka.”
“Dr Olive?”
“Peter bawakan penenangnya, George pegangi dia. Jangan sampai menyakitinya.”
Ini adalah saat yang aku benci. Dimana episode Sheren kambuh dan menjadi emosional. Aku benci melihtanya terluka seperti ini. Tapi baru kali ini kudengar kisahnya. Aku tidak menyalahkan dirinya karena memiliki penyakit ini. Ada sebab ada akibat dan Sherenku yang malang yang harus menanggung akibatnya.
End-
![](https://img.wattpad.com/cover/28362068-288-k447895.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Another [END!]
Short StoryAku hanya ingin berkisah di sela-sela sibukku. Aku merasa perlu memberitahu dunia bahwa tidak ada manusia yang ingin sakit. Tidak ada manusia yang ingin dikata gila. Mereka hanya korban, benar mereka hanya korban. Jadi lihatlah mereka, rengkuh merek...