Suara ketukan palu membahana di tempat kediaman Jaebum. Acara beres-beres di salah satu kamar yang nantinya digunakan sebagai kamar tidur penghuni baru, hampir selesai. Sementara Jackson yang membantu secara sukarela, sibuk memilihkan warna sprei yang tersedia untuk tempat tidur di kamar tersebut. Ia memperhatikan beberapa warna di dalam lemari plastik.
"Krem...biru....pink....ah...ya...pink...", sekejap kedua bola mata Jackson melebar, "Jinyoung cocok pakai pink.... seandainya dia perempuan", lanjutnya antusias.
Jaebum memasang pigura berisi piagam di dinding, "Nah, bagaimana Jack, lurus tidak?"
Jackson menoleh pekerjaan ayahnya dan mengangguk, "hmmm, pa!"
"Apa?"
"Apakah kali ini Jinyoung akan tinggal untuk seterusnya bersama kita?"
Pertanyaan Jackson seketika mengejutkan Jaebum. Ia belum tahu jawabannya.
Sama sekali tidak tahu.
Tapi Jaebum menegaskan hatinya, kalau ia tidak akan rela bila akhirnya nanti Jinyoung memilih kembali lagi ke rumah ayah kandungnya.
Ia sendiri bahkan tidak pernah lagi menyinggung tentang Mark Tuan di depan Jinyoung sejak kedatangan anak itu seminggu yang lalu. Jinyoung sendiri yang memintanya.
Jaebum menyimpulkan bila Jinyoung itu sudah lelah secara fisik dan mental untuk menghadapi kekacauan yang hari demi hari tidak pernah berkurang, malah kenyataannya semakin bertambah.
Luka luka fisik yang sampai hari ini masih membekas, merupakan salah satu alasan Jinyoung untuk pergi. Pergi dari kehidupan lamanya yang penuh derita.
"Jinyoung, sekarang baiknya kau jangan berpikir dua kali !"
Youngjae sedang bersama Jinyoung di kamar Jackson. Ia sedang mengunjungi teman yang statusnya sudah naik menjadi sahabat.
Begitu mendengar kabar Jinyoung tidak masuk sekolah lagi, Youngjae pun menjadi siswa pertama di sekolahnya yang mencari informasi, tentu saja dari Jaebum.
Youngjae tidak akan pernah lupa, kalau ia harus menjenguk sahabatnya itu di rumah sakit. Ya, di rumah sakit. Jaebum membawa Jinyoung ke rumah sakit, karena takut dengan kondisinya yang berdampak pada luka dalam. Untunglah hasilnya tidak mengkhawatirkan.
Tapi tetap saja, Youngjae merasa kasihan dan juga kesal mengetahui cerita di balik itu semua.
"Jinyoung yang bodoh. Oh bukan, idiot!", sengitnya hampir meledak kala di rumah sakit.
"Aku tidak ingin berpikir lagi, Jae", jawab Jinyoung duduk sambil memeluk bantal di kasurnya.
"Aku ingatkan!...oh bukan bukan, tambahan, karna pasti pak guru sudah mengingatkanmu lebih dulu"
"...apa?"
Youngjae duduk di kursi sambil melipat kedua tangannya di depan dada, "Tidak ada orang yang bisa hidup kembali setelah mati. Jadi,.................."
"Akhh!", Jinyoung menaruh kepalanya di bantal dan memejamkan mata. Ia mulai enggan mendengar celotehan Youngjae.
"Jinyoung, dengarkan aku! Kita sama-sama punya orang tua. Tapi aku tidak pernah melihat ayahku sendiri marah-marah sampai memukul atau menendangku.
Juga, pak guru memang bukan ayahmu, tapi aku perhatikan beliau berulangkali melindungi dan membuatmu masuk dalam keluarganya.
Jadi, lain kali sebelum kau memutuskan untuk membunuh dirimu sendiri, yaitu kembali bersama ayahmu yang kacau itu, aku harap kau pikirkan lagi perasaan kami yang berharap tidak ingin menghadiri pemakamanmu nanti dengan rasa penyesalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
I DONT WANNA LEAVE AGAIN
FanfictionJaebum dan Mark memperebutkan hak asuh Jinyoung. Sebenarnya Jinyoung sendiri ingin tinggal bersama siapa ? Cerita ini murni tentang kehidupan keluarga.