Page 2

402 39 5
                                    

Ini hari apa? Ah. Aku tertidur lagi. Mataku pasti bengkak karena tertidur saat menangis. Perutku berbunyi. Aku tidak makan apapun seharian ini. Aku hanya memasak tetapi tidak memakannya. Perasaan bersalah, trauma yang mendalam, membuatku tidak nafsu makan. Semenjak kejadian itu, hidupku berubah 180 derajat.

-Flashback-

"Amane!! Amane! Mengapa kamu tidak menjawabku? Amane?"

Aku menggoyang- goyangkan tubuhnya yang sudah lemas itu. Darah mengalir dari kepalanya. Dia tidak sadarkan diri. Aku panik. Aku memanggil- manggil namanya. Berharap dia akan sadar.

"Amane? Nene?"

Suara itu terdengar lemah dan bergetar. Aku memalingkan pandanganku ke sumber suara itu.

"Tsukasa. Tolong. Tolong Amane. Dia terjatuh dari tangga. Maafkan aku. Maafkan aku. Ini salahku. Tolong. Amane!"

Suaraku melemah. Aku hanya bisa memeluk tubuhnya. Dingin. Tangisanku makin menjadi.

-Flashback End-

Air mata mulai menumpuk kembali di pelupuk mataku. Rasa sakit itu datang lagi. Masih segar di pikiranku. Darah yang mengotori tangan dan bajuku, tubuhnya yang mendingin, dan nafasnya yang tersenggal- senggal. Kesalahanku. Ini semua salahku.

Seandainya saat itu aku tidak mengajak dia bertemu di atap sekolah. Seandainya saat itu aku tidak marah kepadanya. Seandainya saat itu aku mau mendengarkan penjelasannya. Dan seandainya aku tidak lari darinya. Ini semua tidak akan terjadi. Dia tidak akan pergi menyelamatkanku yang hampir terjatuh dari tangga. Dia tidak akan mengeluarkan darah yang begitu banyak. Dia tidak akan koma. Dan dia juga tidak akan melupakan aku, semuanya.

Penyesalan selalu datang terlambat. Ya sekarang aku menyesal. Amat menyesal. Tetapi waktu tidak bisa diulang kembali kan? Aku hanya bisa mengharapkan sebuah keajaiban. Atau berharap kesempatan kedua datang kepadaku. Apakah aku bisa mendapatkannya? Aku rasa tidak. Karena aku tau. Kesempatan itu tidak akan pernah diberikan kepadaku.

Tsukasa.

Aku yakin dia tidak akan memberikan kesempatan sekecil apapun itu untukku.

-:-

Sudah sebulan semenjak kejadian naas itu. Hidupku hampa. Tidak ada kebebasan. Hanya menjadi budak untuk seseorang. Tsukasa. Aku menjadi budaknya. Pemuas kesenangannya. Subjek balas dendamnya. Ya. Inilah balasan untukku. Karena menyakiti Amane. Kakak yang paling ia sayangi.

Setiap harinya terasa sama saja. Aku menyiapkan diriku untuk berangkat ke sekolah. Aku melangkahkan kakiku berat. Sulit untuk kembali ke tempat yang membuatku harus menelan semua rasa pahit ini. Aku merasakan tatapan 'mereka' yang menghakimiku. Aku menerima semua cemoohan yang dilontarkan seisi sekolah. Gosip memang sangat cepat beredar. Hanya hitungan menit, seisi sekolah sudah tau tentang kejadian itu. Guru berusaha untuk menutupinya. Tetapi mulut seseorang tidak bisa dibungkam begitu saja kan?

"Maaf Nene, kami harus melakukan ini kepadamu. Kamu terpaksa kami rumahkan sampai waktu yang tidak bisa ditentukan. Agar gosip disekolah ini cepat berlalu dan tidak tersebar keluar. Statusmu masih menjadi siswi disini. Kami amat menyayangkan situasi seperti ini bisa terjadi kepadamu."

Masalah demi masalah datang menghampiri. Aku menganggapnya sebagai karmaku. Diskors beberapa bulan tidak akan menjadi beban dalam hidupku. Lagipula sepertinya aku memang membutuhkan istirahat.




Waaaa~ Pendek sekali ya part kali ini..
maapkeunn sayaaa...

Makasih ya buat yg udh mau bacaa.. Makasih banget loh udh mau ngerelain matanya buat ngebaca tulisan gajelasku ini~.. :'))

Kalau berkenan, bisa kok ngasih saran ke aku di kolom komen.. atau klo mau menghujat juga bole. ah tapi jangan sadis" yaa.. hatiku ini rapuh.. :'))

sekali lagi makasih yaaa.. ^^

The Unforgiven LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang