Chapter 3

27 4 0
                                    

Hilton Hotel - Jeju,


"Daddy, can we go now?"

Sean tersenyum pada anak gadisnya dan berkata, "Not yet, Sweetie... Tunggulah Ibumu sebentar lagi, bisa?"

Summer mengangguk. Ia kemudian mendekat pada ayahnya dan bergelayut manja, "I really miss Mommy, Daddy. What really happened with her?"

"Nothing," jawab Sean sambil mencubit gemas pipi Summer, "Ibumu hanya butuh banyak istirahat sebanyak yang ia bisa. Maukah kau membantunya?"

Summer mengangguk dan beranjak menjauh menuju ruang tamu untuk menonton televisi. Sedangkan Sean tersenyum dan ikut bangkit untuk berjalan menuju kamar di mana Sunny sedang beristirahat di dalamnya. Wanita itu akhirnya mau meminum sedikit air mineral yang telah diberi obat penenang olehnya di pesawat tadi.

Dengan hati berdebar, Sean membuka pintu kamar dan bermaksud akan membangunkan Sunny untuk bersiap makan malam. Hatinya panik saat mengetahui ternyata Sunny tidak berada di atas ranjangnya. Nafasnya tiba – tiba sesak saat dibukanya kamar mandi dan tidak juga menemukan sosok itu. Jantungnya serasa berhenti saat ia menyadari angin dingin masuk melalui jendela menuju balkon yang terbuka lebar. Melambaikan tirai penutup jendela kamar tersebut dengan bebas menari – nari di udara.

"A... andwae..." bisik Sean tertahan. Ia segera berlari menuju balkon dan melihat ke arah bawah. Ia berada di lantai dua puluh dari gedung hotel dan ia tidak dapat melihat apapun di bawah sana. "Jagi-ya, andwae!" teriaknya sambil kembali berlari masuk ke dalam kamar untuk meraih telepon. Ia bermaksud akan menghubungi pihak keamanan hotel.

Karena tergesa, telepon wireless itu justru terjatuh dekat kolong ranjangnya. Saat ia membungkuk untuk memungutnya, Sean menyadari sesuatu. Ia seperti mendengar desah nafas tersengal seseorang disertai isakan tangis. Dengan segera dan hati yang kembali berdebar ia mengintip ke dalam kolong ranjang.

"Jagi-ya!" serunya lagi - lagi tertahan. Hatinya seperti telah melompat keluar. Ia menemukan sosok Sunny tengah merunduk ketakutan di bawah kolong ranjangnya sambil menutup kedua telinga dan matanya rapat.

Sean segera menarik tubuh Sunny keluar dari sana dan memeluk sangat erat serta menghapus air mata tangisnya. Sesekali ia menciumi kening wanita itu dan membelai rambutnya dengan penuh kasih. Ia tidak peduli meski mereka harus duduk berpelukan di atas karpet lantai kamar. Betapa lega hatinya saat ia berhasil menemukan wanita yang paling ia cintai itu. Namun hatinya hancur melihat keadaan istrinya yang tersiksa seperti ini.

"Sudah tidak apa – apa... Ada aku di sini..." ucap Sean berkali – kali untuk menenangkan Sunny yang masih bergetar ketakutan dalam pelukannya. "It's alright, I'm right here with you, jangan takut lagi. Maafkan aku. Aku takkan meninggalkanmu lagi. I promise!"

"Oppa..." ucap Sunny di sela tangisannya. Ia kemudian membalas pelukan Sean dengan lemah.

"Aku tahu, mian... mianhae, Jagi-ya!"

"Aku harus bagaimana... Aku tidak hanya dapat merasakan semua perasaanmu dan Summer... Ta-tapi, ak-aku juga bisa merasakan semua emosi seisi kota ini! Tubuhku lelah dan aku tidak bisa menahannya lebih lama lagi!!" seru Sunny dengan putus asa. Ia mencengkram kuat punggung pria yang masih memeluknya itu.

"Arasseo..." bisik Sean tanpa daya. Ia hanya bisa terus memeluk dan membelai punggung ketakutan istrinya. "Kita akan mencari jalan keluarnya untukmu... Aku berjanji, aku takkan membiarkanmu seperti ini lebih lama lagi. Kumohon, jangan tinggalkan aku. Aku sangat mencintaimu... bertahanlah sedikit lagi bersamaku..."

Setelah keadaan Sunny lebih tenang, mereka bertiga akhirnya mulai makan malam bersama di ruang tamu. Dengan keadaan Sunny yang belum sehat, tentu bukan ide yang bagus untuk makan malam di restoran hotel dengan tamu yang sangat ramai di musim liburan ini. Sean pun memutuskan untuk memesan makanan melalui room service.

The Last Future EmpathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang