4. Keep Our Secret

3 2 0
                                    

"Aku berharap kau tak membicarakan ini padanya, kecuali memang aku harus mengatakannya, namun harus aku yang menceritakannya."

-Andrean Abinaya

-Andrean Abinaya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku terjaga. Mengerjap beberapa kali dan mengamati seantero ruang kamarku. Mencoba mengatur napas dan beradaptasi dengan suasana pagi. Ini bukan pagi, ini masih petang. Aku melirik sisi jendela dan gorden masih bertengger mengintipkan gulita. Aku mendesah kecil dan turun dari ranjang.

Aku sudah terbiasa bangun terlalu dini seperti ini. Semenjak aku kehilangan orangtuaku, aku sering terjaga, dan biasanya dengan kondisi yang jauh lebih parah. Aku akan berteriak-teriak histeris, meraung dan menangis. Aku yakin situasi itu pasti berat juga untuk nenekku. Kelakuan labilku membuatnya benar-benar khawatir.

Pelan, dengan langkah gontai, aku bergerak ke arah meja belajarku, menyalakan lampu meja, kemudian merisik kotak pensilku di laci dan mengambil buku sketsaku. Aku mulai membuat sentuhan seni di sana.

Aku terus mencoret-coret, hingga aku mendapati bentuk dasar dari lukisan sketsaku. Sebuah wajah, sebuah wajah seorang anak laki-laki.

Sekonyong-konyong tanganku kaku, aku tidak kuasa memulasnya lagi. Aku meremas dadaku dan merasakan detak hebat dari sana. Aku terbayang masa lalu, dan entah bersitan dari mana, aku membuat sketsa dari proporsi wajah anak umur tiga belas tahunan itu. Suasana seperti ini membuatku khawatir.

Aku mendesah sekali, hingga akhirnya suara nyalang mengaburkan segala konsentrasi. Aku meraih Iphone 6-ku didekat nakas, mendapati user name Andien di display panggilan masuk. Tanpa berfikir lama aku pun menggeser slide dan menerima panggilan itu. Hening sejenak. Aku sempat berfikir aneh-aneh hingga sebuah suara mengenai pendengaranku. Aku terhenyak, ini bukan suara Andien, suara pria, tapi bukan Adelio. Sontak, aku bangkit dari posisi nyamanku dan bergerak gusar.

"Ini siapa?" tanyaku, tanpa ba bi bu.

"Er, ini Andrean," kata suara dari seberang sana. Perlu beberapa detik hingga aku berhasil menemukan kata yang tepat untuk membalasnya.

"Apa yang kau lakukan dengan ponsel Andien?" tanyaku, panik. Aku mendengar suara tawa kecil dari seberang sana, entah apa yang dia tertawakan.

"Kau ini, apa selalu bersikap seperti ini?" Apa-apa'an maksudnya? Aku hanya berusaha bersikap sewajarnya. Bagaimana aku bisa bersikap santai dan menanggapinya dengan ramah, sementara dia sedang menggenggam ponsel sahabatku.

The Way to Forget YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang