6. Permintaan Adelio

3 2 0
                                    

"Aku akan selalu senang jika itu kamu."

-Adelio Prasaja


Kami pulang bersama. Berjalan menyusuri jalan berlapik ubin sepanjang alur menuju pintu gerbang. Aku berada di sisi Andien, dan lebih sering tertunduk daripada memperhatikan keceriaan dan keakraban mereka. Sesekali aku tersenyum jika perlu. Entah kenapa, aku merasa menjadi hal yang ganjil saat bersama mereka. Apa mungkin karena aku menjadi yang terlihat paling menyedihkan di antara mereka?

"Bukankah itu Kevin?" celetuk Andien tiba-tiba. Aku yang terjebak dalam abun-abunku sendiri akhirnya ikut menyorot apa yang Andien dapati.

Aku menemukan Kevin. Benar. Dia di sana, dan dia bersama seorang pemuda lain yang aku taksir umurnya lebih tua dari Adelio.

Dia memapah Kevin ke dalam mobil dan membantu menutup pintu mobil.

"Dia dikeroyok," kataku, lirih.

Aku merasakan tatapan Andrean dan Andien yang sekonyong-konyong menghajarku--mencari kebenaran.

"Bagaimana bisa?" tanya Andien. Alih alih menjawab aku justru tergeming-karena pada saat yang sama aku mendapati sorot yang lebih menusuk. Kevin memperhatikanku dari balik kaca. Hal yang lamat-lamat membuat pertahanan kepercayadirianku runtuh, dan berangsur mengalihkan pandangan darinya.

"Andien! Diona!" suara familiar itu sekonyong-konyong menyentil telingaku.

Aku mendapati Adelio yang menunggu di depan kap mobilnya di lapangan parkir.
Tangannya dimasukkan ke dalam celana black pants-nya. Marled sweetshirt putihnya mendominasi semua warna yang melekat di tubuhnya, termasuk basketball sneakers putih kebanggaannya.

Dia tahu bagaimana tampak memesona bahkan meski hanya ditonton adiknya sendiri.

"Sudah lama menunggu?" tanyaku berbasa-basi. Dia menurunkan kaca mata Pull&Bear-nya dan lekas-lekas memamerkan deret giginya yang putih.

Iris mata abu-abunya membidikku. "Cukup lama sampai ada yang mendapat nomor ponselku," katanya dengan lagak most wanted, membuatku tertawa geli.

Aku akui dia memang bukan pemuda yang bisa begitu saja diabaikan, mengingat selera fashion dan tampangnya yang menyaingin Joe Jonas.

Pandangannya beralih ke arah Andien. Senyum yang sedari tadi bertengger di wajahnya lenyap, berubah menjadi mimik defensive saat mendapati sosok Andrean.

Andrean buru-buru mengangsurkan tangannya sebelum membiarkan pikiran Adelio keluyuran mengasumsikan segala hal.

"Salam kenal Kak. Aku Andrean." Adelio memicing menilai. Jabatan canggung pun terjadi di antara mereka. Sementara Andrean membuat senyum semanis mungkin, Adelio memintaku mendekatkan telingaku.

"Pemuda itu yang aku maksud kemarin," bisiknya.

"Dia kekasih Andien." Kalimat itu sekonyong-konyong membuat Adelio terbeliak. Dia menilai pemuda itu sekali lagi, hingga akhirnya dia membuang muka dan mendesah pendek.

Aku tak cukup yakin akan persepsiku, namun sepertinya Adelio tak menyukainya.

Adelio kemudian mengajak Andien masuk ke mobilnya, sementara Andien memasang wajah cemberut. Dan Andrean bersikap setengah merelakan dengan sedikit rasa kecewa.

Akan ada waktunya untuk mencuri hati. Inilah yang harus dipikirkan Andrean untuk pertemuan berikutnya.

===

The Way to Forget YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang