01 ; Time to be alone

110 9 0
                                    

***

Mengapa dunia selalu menuntun gue menuju kesunyian ketika gue gak pernah menyukainya? Mengapa dunia selalu mengarahkan gue untuk sendirian ketika gue gak pernah suka sendiri? Mengapa dunia selalu memaksa gue untuk melakukan sesuatu yang gak pernah gue suka? Gue berkali-kali menggali lubang untuk mencari jalan keluar dari sesuatu yang gak pernah gue suka, tapi dunia juga berkali-kali menutup lubang yang berusaha gue gali. Setiap kali gue hampir menemuka cahaya, dunia selalu menutupnya di satu langkah terakhir. It feels like i made a big mistake in the past sehingga dunia gak pernah mau melihat gue untuk merasa bahagia.

Pagi ini adalah hari dimana gue lagi-lagi merasa bahwa dunia kembali memusuhi gue untuk yang kesekian kalinya. Bangun tidur tadi, ketika gue baru saja membuka mata dan memfokuskan diri pada keadaan sekitar, jantung gue berdegup kencang terlalu panik karena merasa gak ada siapapun di ruangan ini alias sunyi banget. Gue gak mendengar suara apapun selain nafas bangun tidur dari diri gue. Gue terduduk dengan cepat dan gerakkan reflek ini cukup membuat gue pusing untuk beberapa saat. Gue mencoba berteriak menyebut banyak nama sambil menghampiri setiap sudut ruang. Gak ada balasan dari panggilan yang gue buat dan gue juga gak menemukan siapapun di setiap ruang. Jantung gue kembali berdegup saat itu, panik. Gak tau deh sama kebiasaan gue yang ini, gue selalu merasa gelisah ketika gue tau kalau gue cuma sendiri. Langkah gue kembali kedalam kamar untuk mengambil handphone di atas meja kecil sebelah tempat tidur, mendudukan bokong gue kembali diatas kasur dan berusaha untuk menghubungi seseorang. Memarahi banyak orang karena berani-beraninya mereka ninggalin gue disini sendirian. Namun ketika gue baru saja ingin menghubungi salah satu dari mereka, gue tersenyum miris karena baru saja mengingat kenyataan pahit bahwa -gue memang sendirian disini.

"Anjing banget dunia" Kepala gue menunduk, tangan gue bergerak untuk meremas rambut, mulut gue berusaha mengatur nafas. Anjing nyesek banget. Gue lagi-lagi di paksa mengikuti arahan dunia untuk menjadi sendiri. Jahat banget sumpah.

Satu hal lagi yang baru gue ingat adalah, ini rumah gue. Bukan rumah itu. Bisa-bisanya gue lupa sama kejadian yang baru aja kemarin gue rasain. Sakit banget buka mata di keadaan baru yang bikin gue kelimpungan buat nyadarin ini satu per satu. Tapi gak bisa di bilang keadaan baru juga sih ini, gue cuma balik lagi ke keadaan yang lama, Sahya yang selalu dipaksa buat sendiri. Keadaan yang sebisa mungkin gue hindari.

Langkah gue ter arah ke ruang tengah, tempat dimana ada sofa abu yang baru aja gue liat lagi untuk hari ini. Di atas meja dekat sofa abu ada bungkusan rokok sisa entah kapan gue gak inget. Gue mengambilnya sebungkus dan menempatkan pada sela bibir. Pagi hari ini gue kembali mengawalinya dengan penyakit. Biasanya ada yang marahin gue karena gak bisa jaga tubuh, tapi kali ini gak ada karena gue sendirian. Terduduk di sofa abu dengan bau asap yang bolak-balik melewati indra penciuman ini, gue menatap lantai di sudut ruang. Melamun cukup lama, gue bahkan membiarkan abu dari rokok perlahan berjatuhan ke lantai. Memori kemarin kembali terputar saat dimana kita mencoba untuk saling mempertahankan tapi berakhir tetap di jatuhkan karena kita gak punya cukup power untuk mempertahankan. Kita punya hak untuk mempertahankan, tapi sayangnya kita gak punya power besar untuk itu dan gue ngerasa bersalah. Anjing nyesek lagi.

Suara notif pesan dari handphone gue cukup membuat lamunan gue terpecah. Gue membacanya lewat layar yang menyala tanpa niat menyentuh handphone di atas meja.

"Kak Sahya, are you okay?"

"Ah sorry, that's a stupid question"

"Ur not okay, right?"

"Me too"

"Aku gak tau apa yang baru aja terjadi. Tapi rasanya sakit banget"

"Kak, sakit banget"

LCTOPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang