7. Siapa Maura?

4 2 0
                                    

Luna terlalu takut untuk menceritakan peristiwa itu kepada Ibu. Ia hanya bisa menangis di dalam kamar sambil memeluk Maura, boneka kesayangan hadiah dari almarhum ayah kandungnya. Sering ia menangis hingga tertidur. Dalam tidurnya ia bermimpi Maura berubah menjadi anak perempuan dan mendorongnya untuk melawan kedua kakak tirinya.

Hingga suatu hari, Dody menyodorkan segelas es jeruk pada Luna.

"Ayo minum ini. Aku udah capek-capek bikin khusus buat kamu, nih. Awas kalau nggak diminum!" ancam Dody.

"Nggak mau!"

"Ayo minum!" Ardi mencengkeram kepala Luna agar tidak bergerak. Dody mendorong gelas ke mulut Luna. Bibir Luna mengatup rapat. Namun Dody dan Ardi terus memaksa hingga cairan itu masuk ke tenggorokan adik kecil mereka.

"Ayo minum lagi. Habiskan," Dody terus membuat Luna menelan minuman buatannya, es jeruk dengan campuran obat penenang.

Luna terhuyung. Tubuhnya melemas.

Tiba-tiba tangan Luna bergerak cepat merampas gelas yang dipegang Dody lalu membenturkannya ke pelipis kakak tirinya itu.

Dody berteriak kesakitan. Darah mengucur deras dari pelipisnya. Ardi panik berusaha menolong Dody dan menelepon ayah mereka. Luna segera lari ke kamarnya dan bersembunyi di dalam lemari. Suara ribut di luar masih terdengar meski ia menutup telinganya rapat-rapat dengan kedua tangannya. Ia amat ketakutan sekaligus lega di saat yang bersamaan.

Entah berapa lama ia bersembunyi di sana, sampai ia mendengar suara Ibu di luar memanggil namanya. Dengan perlahan ia memberanikan diri membuka pintu lemari dan keluar dari persembunyiannya.

Begitu keluar dari lemari, Ibu menyambutnya dengan cubitan. "Anak nakal! Kamu bikin kepala kakakmu bocor!"

Luna menjerit kesakitan. Cubitan Ibu terasa pedas di tangannya. "Bukan aku, Bu. Bukan aku! Maura yang melakukannya!"

"Kamu jangan bohong! Ardi melihat kamu pukul kepala Dody dengan gelas. Kenapa??"

"Maura yang melakukannya, Bu... Maura nggak suka sama Kak Dody dan Kak Ardi. Habis mereka jahat!"

"Siapa Maura? Kamu jangan menyalahkan orang lain!"

"Mereka jahat sama Luna, Bu..."

"Jahat gimana?"

Di sela-sela tangisnya, Luna akhirnya menceritakan semuanya pada Ibu. Ia lebih takut akan kemarahan Ibu daripada ancaman kedua kakak tirinya. Lagipula kakak tirinya tak akan menyakitinya lagi sekarang. Semua berkat Maura.

Mendengar cerita Luna, hati ibu hancur. Ibu menangis dan memeluk Luna dengan erat sambil meminta maaf atas ketidaktahuannya. Ibu juga tidak lagi mempermasalahkan nama Maura yang disebut-sebut Luna.

Setelah kejadian itu, situasi di rumah menjadi kacau. Ayah dan Ibu bertengkar hebat karena masing-masing membela anaknya. Ibu ingin melaporkan Dody dan Ardi ke polisi, tapi ayah bilang Dody terluka parah akibat perbuatan Luna, seharusnya Luna juga dilaporkan ke polisi. Ibu bilang Luna adalah korban, ia melakukan itu untuk membela diri. Namun Ayah bersikukuh Dody adalah korban kekerasan.

Pada akhirnya mereka bercerai. Ibu membawa Luna pergi dari rumah itu.

Mereka berpindah-pindah dari rumah saudara yang satu ke rumah saudara yang lain, hingga akhirnya mereka mengontrak di sebuah rumah petak. Proses pengaduan dan pemeriksaan yang panjang, belum lagi menghadapi ancaman dan teror dari keluarga ayah tirinya, membuat Luna depresi dan sering pingsan. Ibu pun jadi sering sakit-sakitan karena kelelahan bekerja dan mengurus semuanya. Tapi entah kenapa, kasusnya tidak lagi ditindaklanjuti lebih jauh. Selesai begitu saja.

Mereka terpaksa menerima nasib dan berusaha melanjutkan hidup.

*

Kepingan Wajah Luna (Cerpen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang