Sejak kemarin, Nia tidak bisa tenang akibat ucapan Ansel mengenai orang tua laki-laki itu ingin bertemu dengannya. Malam hari Nia habiskan untuk berpikir, berkhayal dan menduga-duga bagaimana pertemuannya dengan kedua orang tua Ansel nanti.
Seperti hari ini, langkah Nia terasa begitu berat untuk pergi ke tempat ia bekerja. Nia yang biasanya cekatan dalam mempersiapkan dirinya sebelum pergi bekerja mendadak bermalas-malasan dan sengaja mengulur waktu.
Nia menghela napas lalu mengambil tasnya dan pergi keluar dari kamar.
Di ruang makan sudah ada orang tua dan adiknya yang tengah memakan sarapan mereka. Saat Nia datang tatapan Nevan tertuju kepadanya dan Nia tahu maksud dari tatapan ayahnya itu.
"Tadi malem dianter siapa, ya?" Nevan menggoda anaknya.
Nia memilih untuk diam dan meminum susu yang sudah dibuatkan oleh ibunya.
"Emang Kak Nia dianter sama siapa?" tanya Aya.
"Sama siapa, Kak?" Nevan ikut bertanya seolah ia tidak tahu padahal Nevan menyaksikan sendiri Nia keluar dari mobil Ansel.
"Sok lupa, apa emang karena beneran lupa akibat faktor umur?"
Wajah Nevan berubah jika Nia sudah membawa-bawa soal usia, pria itu sangat sensitif jika masalah umurnya dibawa-bawa ke dalam pembicaraan.
"Kakak sarapannya mau sekarang atau mau dibawa aja?"
"Dibawa aja, deh, Mi."
🩺
"'Ntar makan siang bareng, yuk, tapi jangan di kantin, kita keluar," saran Tari seraya memakan es krimnya berjalan bersama-sama dengan Nia dan Syilla di lorong rumah sakit.
"Gue juga udah bosen banget makan di kantin terus. Lo mau, kan, Ni?"
Nia mengangguk seraya membaca catatan yang diberikan oleh suster kepadanya, saat pandangan Nia tertuju ke arah depan kedua mata Nia membulat melihat Ansel beserta tiga orang dewasa yang merupakan direktur dan dua orang yang Nia yakini adalah orang tua Ansel tengah berbincang dengan posisi menyampingi mereka, dan jarak orang-orang itu lumayan jauh dari mereka.
Nia mengapit clipboardnya di bawah ketiak kemudian menarik dua temannya untuk belok ke lorong yang lain sebelum dirinya dilihat.
Ketika berhasil membawa temannya Nia bernapas lega lalu mengerutkan dahi melihat tangan Tari yang kosong.
"Cepet amat es kirim lo abis, Tar," kata Nia.
Tari menunjuk ke arah lantai di mana es krim yang baru ia beli terjatuh di sana ketika Nia menariknya secara tiba-tiba.
"Lagian lo apaan, sih, pake tarik-tarik kita?" tanya Syilla.
Nia berdiri di depan kedua temannya. "Tadi tuh ada pemilik rumah sakit ini."
"Serius? Yang mana? Di mana? Orangnya yang kemaren itu gue suruh pergi?"
"Permisi, Dokter."
Nia berbalik dan refleks membuka mulut melihat orang yang ia hindari berdiri tepat di belakangnya, sadar akan reaksi berlebihannya, Nia langsung menutup mulut dan tersenyum.
"Itu, kok, bisa ada es krim gitu, ya?" Pak direktur menunjuk ke arah es krim Tari yang jatuh.
"Oh itu, mungkin ada anak kecil yang lagi makan es krim di lorong itu, Pak," balas Nia sesekali menatap kedua orang tua Ansel yang tengah memperhatikannya.
Nia menyunggingkan senyum dan sedikit mengangguk kepada kedua orang tua Ansel, ketika pandangan Nia tertuju pada Ansel terlihat jelas laki-laki itu sedang menahan senyum dan tawanya.
"Pak, boleh pinjam ruangannya? Saya ingin berbicara dengan Dokter Nia," kata ibu Ansel pada sang direktur yang tentunya langsung mengizinkan.
Nia berusaha untuk terus tersenyum dan bersikap ramah walaupun sebenarnya jantungnya berdegup begitu kencang.
🩺
Nia merasa pipinya mulai sakit dan giginya mulai kering akibat terlalu banyak tersenyum kepada kedua orang tua Ansel, apalagi kini mereka sedang duduk bersama di ruangan direktur.
Nia tidak bisa untuk tidak tersenyum lantaran ibu Ansel terus menyunggingkan senyum kepadanya.
"Ini pertama kalinya kita ketemu, ya."
"Iya, Tante." Nia tertawa kecil.
"Saya Vina, ini suami saya, Rendra."
Nia mengulurkan tangan untuk mencium punggung tangan kedua orang tua Ansel.
"Tante kaget banget waktu Ansel cerita kalo dia udah punya calon. Waktu Ansel cerita tante sama om lagi di luar negeri terus baru sekarang, deh, bisa ketemu sama kamu."
Ansel terus menatap Nia dalam ketidakpercayaan karena sikap gadis itu sangat jauh berbeda ketika berhadapan dengannya.
"Jadi kapan Om sama Tante bisa ketemu orang tua kamu?" Ayah Ansel mulai bertanya.
Nia diam sejenak. "Kapan aja bisa, Om. Tapi, nanti biar saya bilang dulu sama orang tua saya."
"Kalo bisa secepatnya, ya. Saya sama ayah kamu temenan, udah lama juga gak ketemu." Rendra tertawa disambut oleh Vina.
Nia pun ikut tertawa lalu menoleh pada Ansel dengan tatapan sinis, tawa Nia yang sempat menghilang kembali ia perdengarkan saat tatapannya sudah tertuju pada kedua orang tua Ansel.
"Jadi kapan kalian mau tunangan?" tanya Vina.
Nia melirik Ansel yang hanya diam saja seperti memberikan dirinya yang terus menjawab dan berbicara. Mau tak mau Nia pun terus melayani berbagai ucapan yang keluar dari mulut Rendra dan Vina karena Ansel memilih untuk diam.
🩺
Nia menoleh ke arah pintu kamarnya yang terbuka di mana ada Fazra yang sedang melangkah mendekatinya yang tengah duduk di sofa seraya menonton drama Korea.
"Kapan lo pulang?" tanya Nia seraya memakan cemilan.
"Tadi sore." Fazra duduk di sebelah Nia karena sofa tersebut berukuran panjang.
"Terus kapan lo balik terbang?"
Nia menoleh setelah mendengar helaan napas Fazra.
"Ya udahlah, batalin aja." Nia tahu apa arti helaan napas dan apa yang sedang Fazra pikirkan.
"Toh lo kawinnya terpaksa," lanjut Nia.
"Nikah."
"Sama aja."
"Jadi, lo sama Ansel gimana?"
Fokus Nia pada drama yang ia tonton terbuyarkan karena pertanyaan Fazra.
"Papi cerita sama gue katanya lo lagi deket sama Ansel."
"Emang lo tau Ansel?"
Fazra menggeleng.
"Gue gak lagi deket sama dia, dia yang deketin gue."
"Sama aja."
Nia menoleh menatap sinis Fazra sejenak.
Tidak ada percakapan lagi di antara Nia dan Fazra. Nia yang kembali fokus dengan filmnya dan Fazra yang sedang memejamkan mata seraya menenangkan diri.
"Kasihan amat gak, sih, kita?"
Fazra membuka mata lalu menoleh.
"Lo nikah terpaksa, gue dijodohin, si Aya ditinggalin."
"Rafa bakal balik."
"Ya itu, kan, katanya, semua laki-laki tuh sama aja, kalo ngomong sok menjanjikan padahal tetep aja buaya."
Fazra beranjak lalu menepuk-nepuk kepala Nia. "Gue yakin kita bisa sama-sama bahagia nanti, tapi yang pasti caranya beda-beda."
Nia menyingkirkan tangan Fazra dari atas kepalanya.
"Apa, sih, sok bijak lo."
Fazra kembali menyentuh rambut Nia yang tergerai dan menariknya lalu pergi berlari keluar dari kamar.
"FAZRAAA!!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Arranged Marriage (RANIA) [COMPLETED]
RomanceRania tidak menyangka akan pulang dari tugasnya sebagai dokter dan mendengar kabar bahwa dirinya akan dijodohkan dengan anak dari teman papinya. Namun, siapa sangka orang yang dijodohkan dengan Rania adalah Ansel, pemilik rumah sakit tempatnya beker...
Wattpad Original
Ada 3 bab gratis lagi