"Mau pesan chef gantengnya."Itu ucapan yang terlontar dari bibir tebal Rian ketika sang pramusaji menanyakan menu pesanan. Tania--sang pramusaji--mengernyit heran. "Mohon maaf Mas, chef kami tidak untuk dimakan," katanya.
Rian terkekeh geli. Dalam pikirannya ia bisa saja memakan chef gantengnya. Apalagi siang ini sang chef yang sudah Rian tandai terlihat sangat memesona. Bahkan, Rian masih memperhatikan kegiatan memasak sang chef dengan kedua tangan yang menangkup wajahnya. Bibirnya mengulas senyum lebar dan manik matanya berbinar. Tidak mengindahkan presensi Tania sama sekali.
Tania yang masih berdiri, menunggu pesanan Rian sampai kebingungan. Apa mungkin lelaki ini mengenal salah satu chef-nya? Karena tingkahnya yang seperti itu. Tidak seperti pengunjung lain yang langsung memesan menu makan siangnya.
Dengan ragu, Tania berucap, "apa Mas mengenal chef kami? Mau saya sampaikan padanya supaya menghampiri anda?"
Dapat tawaran yang menggiurkan, Rian menepuk tangannya dengan antusias. Binar matanya semakin bekerlip. "Apa boleh?"
Tania mengangguk dengan ragu. Kepuasan pelanggan yang utama, kan? Ia tidak salah langkah, kan? Ini merupakan keputusan yang bimbang. Jika benar lelaki ini salah satu kerabat dari chef, Tania diuntungkan. Namun, jika bukan, Tania tidak mungkin dipecat, kan? Biar bagaimana pun sang pemilik restoran juga akan berlaku baik pada pelanggannya.
Dengan pemikiran seperti itu, Tania mengangguk.
"Aku mau bicara dengan chef itu," kata Rian lugas sambil menunjuk salah satu chef yang sedang berdiri melipat kedua tangannya di dada memperhatikan rekan kokinya yang sedang memasak.
KAMU SEDANG MEMBACA
DELICIOUS [F/R]
Fiksi PenggemarHal yang paling menyenangkan di Dunia adalah makan.