Tru stori of IkanSan : urvan lejen

48 8 25
                                    

Based on true story of ikan san.

Malam ini, aku pergi ke sebuah pasar malam, di dekat alun alun kota. Yah, walaupun sekarang belum malam minggu, ternyata banyak orang yang berduaan disini.

Aku menemukan teman sekolahku, perempuan, tak begitu kenal namanya, hanya tau wajahnya. Sepertinya ia sendirian? Ahh, biarkan sajaa. Aku juga sendirian kok.

Tapi kok, apa hanya pandanganku saja, atau bagaimana? Wajahnya serasa pudar di penglihatanku.

Mungkin aku lelah, lebih baik pulang saja dan tidur, ini sudah larut malam.

Haha, sedang apa aku, seorang laki-laki yang pergi sendirian ke pasar malam hingga larut malam. .

Keesokan harinya.

Aku kaget, ketika mendengar salah satu temanku meninggal dunia.

Berdasarkan kronologi, Ia mengalami kecelakaan saat mengendarai sepeda motor yang katanya di jalan Nyai Ageng Serang. Jalan yang dikenal kramat oleh sebagian orang.

.
Aku tak tahu dimana jalan itu berada

Kepalanya terbentur tembok dan akhirnya tak dapat ditolong lagi karena saat itu sedang tengah malam.

Karena berita ini cepat tersebar, satu sekolahan turut berduka cita, dan melayat ke rumah siswa tersebut. Tepatnya jam 8 pagi kami berangkat menuju lokasi.

Aku dan sahabatku menaiki kendaraan bermotor. Sesampainya disana, ternyata tempatnya kurang luas. Hanya jalan setapak yang dipenuhi oleh para siswa.

Kami tetap menunggu, sedikit lebih lama. Walau banyak siswa yang minggat atau kabur dari sini. Mereka mengambil kesempatan untuk 'pulang gasik'

....

Entah apa yang dipikirkan pihak keluarganya, ditunggu oleh para siswa berkumpul di halaman rumahnya hingga panas panasan dan seperti upacara.

Aku belum tau, apakah ia sudah dimakamkan atau belum. Tetapi, aku kesini hanya ingin mengikuti agenda sekolah saja. Dan sepertinya memang sudah dimakamkan.

Aku berniat untuk kabur. Diluar dugaanku, ternyata anak-anak osis dan guru-guru baru datang ke lokasi.

"Kenapa mereka baru datang setelah 40menit lamanya?" Gumamku

.
Aku yang merasa sedikit kesal harus ku tahan sebentar lagi, aku mengurungkan niatku untuk kabur.

Namun alih-alih aku melihat teman lain sedang berusaha untuk kabur dari sini.

Daripada menunggu, lebih baik aku ikuti saja. Kesabaranku sudah habis dibakar sinar matahari terik.

Dan, aku kabur.

.

.
Sekarang, giliran menunggu angkutan umum. Aku menunggu lagi. . .

Menunggu
Kenapa setiap saat harus menunggu.
Aku lelah menunggu.
Bahkan menunggu kepastian yang tak pasti.
Menunggu jawaban darinya.
Aku lelah menunggu.
Menunggu kematian.

Sesaat itu juga angin sepoi sepoi menerpa kulitku.

Ahh sejuknya. . .

.
Yep, akhirnya angkutan ini telah datang.
Hatiku gembira.
Tetapi, ternyata sudah dipenuhi oleh banyak penumpang.

Mau tak mau aku harus naik dan bersumpel-sumpelan bersama 2 orang temanku, aku harus cepat cepat pulang dan rebahan di kasur.

.

Ugh, sempit sekali.

Untung saja aku berada dipinggir pintu. Masih ada kesempatan untuk menghirup udara segar.

About MaDeFuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang