bagian 1; day one

149 33 18
                                    

Selamat malam.
Happy reading

🖌️🖌️🖌️

Tahun ketiga di SMA adalah masa-masa paling berat dan sangat amat menyibukkan untuk kelas 12. Tahun akhir yang sebagai batas penentu ingin melanjutkan pendidikan kemana? Atau bekerja dimana? Atau bahkan mau masa depan seperti apa?

Semua siswa siswi kelas 12 tengah tercekat, panik, gelisah, dan menyedihkan. Tapi, adalah hal yang paling menyenangkan. Dimana sejarah baru akan terukir.

"Ajeng? Gue duduk sama lo ya?" Seorang siswi dengan kacamata hitam berbentuk mata kucing itu bertanya. "Oke." Ajeng mengambil ransel orangenya mempersilahkan temannya untuk duduk disebelahnya dan akan terus menjadi teman sebangkunya sampai pertemuan terakhir di sekolah.

"Gawat!!!! Cepet baris!" Teriak seorang anak laki-laki dengan tiba-tiba. "Pak Manto bawa pentungan!" Lawaknya. Seisi kelas hanya mencibir tidak percaya, pasalnya Jack terus saja membuat lawakan-lawakan garing yang sulit di percaya.
"Emang susah ngomong sama setan." Katanya, dia melangkah masuk dengan santai, lalu melempar tasnya ke meja paling belakang dan menenggelamkan kepalanya diatas meja. "Waktunya bobo!" Ucapnya sebelum benar-benar meletakkan kepalanya itu.

"Dengar enggak kalau sudah mau upacara! Kalian ini sudah jadi senior tidak ada yang bisa di contoh ke adik-adiknya ya?" Suara Barito milik Pak Manto bersuara mengisi seluruh ruang kelas, tangannya lengkap dengan penggaris kayu yang panjang.

"CEPAT!" titahnya semua berhamburan keluar. Hanya satu yang santai. "Jack! Bangun."

"Bapak ini nggak ngerti saya nggak tidur semalam?" Kata anak itu dengan malas. "Bapak enggak peduli, kamu ini emang susah dikasih tahunya."

"Saya maunya tempe..." Rengeknya seperti bocah. "Jack! Cepat."

🖌️🖌️🖌️

Hari pertama kelas 12 dimulai, tidak, bahkan tidak semenyenangkan tahun-tahun sebelumnya, semua pelajaran rasanya semakin memusingkan, belum lagi beban-beban yang lain. Ajeng meletakkan pulpennya diatas meja, buku mata pelajaran bahasa Indonesianya terbuka disana, tugas. Lagi. Menulis lagi. Punggungnya menyender sembari menghela napas pelan, diikuti dengan merentangkan tangannya. Lagi, matanya harus fokus, pendengarannya pun. Guru mata pelajaran masih setia bersuara menjelaskan pelajaran kali ini.

Sudah siang menjelang sore padahal, rasanya guru bahasanya ini masih bersemangat. Padahal jika dilihat seisi kelas rasanya sudah tidak sanggup menampung pelajaran. Bagaimana tidak? Pagi diawali matematika, disusul fisika, ditambah lagi kimia, lalu yang terakhir bahasa. Mungkin kalau anak-anak disamakan dengan macan, mereka sudah mengaum sejak tadi, mencakar-cakar tralis besi kandang. Terlalu hiperbola tapi rasanya begitu. Melelahkan.

Mungkin jika dihitung menggunakan rumus matematika, hanya 0,05% anak yang mampu mencerna materi siang ini, sisanya? Sudah K.O.

"Bu, saya boleh enggak izin cuci muka?" Tanya seseorang dari belakang. "Saya ngantuk banget dengerin ibu dongeng." Sambungnya membuat seisi kelas tertawa.

Guru bahasa hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum. Beginilah, guru bahasa yang satu ini memang penyabar, tapi kalau sudah menjelaskan rasanya kaidah bahasa Indonesia pun sudah tak dihiraukan, mulutnya berbicara panjang lebar tanpa titik ataupun koma.

Setelah mempersilahkan anak itu keluar kelas, ia kembali melanjutkan penjelasannya. Lagi. Setelah itu baru beliau memberikan tugas.

"Jeng, sebentar lagi ada pagelaran." Bisik Qila. "Gue denger-denger anak kelas lain udah pembagian kelompok."

Ajeng hanya membentuk mulutnya seperti huruf 'o' sambil mengangguk kemudian mencondongkan badannya siap meletakkan kepalanya diatas lipatan meja. "Ngantuk banget gue. Aduh kapan pulang?" Gerutunya.

At Seventeen [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang