bagian 3; night

77 21 3
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Selamat Ulang Tahun, Hwang Yeji!!!

🖌️🖌️🖌️

"Jeng, makan yuk?"
"Temenin ke supermarket yuk, Jeng?"
"Mau delivery makanan enggak?"

Selesai kursus jam pertama, teman-teman Ajeng memang suka seperti itu, seperti singa kelaparan. Jam pertama ini memang mata pelajaran yang sungguh menguras emosi, jiwa, dan raga. Ajeng yang baru saja mencatat pelajaran langsung membereskan segala perabotannya. Buru-buru ia menyusul teman-temannya yang sudah keluar lebih dahulu.

Jam istirahat memang ramai, banyak anak-anak kumpul, ntah itu untuk makan malam, bercengkrama melepas penat selepas kursus, atau tambahan materi lagi. Kadang Ajeng merasa bingung dengan anak yang di beri waktu istirahat malah melakukan tambahan materi. Kalau Ajeng, biasanya meminta tambahan materi di hari esoknya atau sebelum kelas kursus di mulai.

Kembali lagi pada Ajeng dan teman-temannya, selepas shalat Maghrib, lantas anak-anak itu langsung pergi ke mini market terdekat, membeli beberapa cemilan atau bahkan makanan berat untuk makan malam.

"Lo nggak beli, Jeng?"
"Duit ketinggalan lagi?"
"Makan, Jeng.. nanti sakit."

Ajeng yang hanya duduk diam di bangku tunggu tepat depan mini market tersebut. Menatap lurus ke depan dengan tatapan kosong. Mendengar teman-temannya berucap, bukannya menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Ajeng justru mengucap hal yang lain. "Udah? Yuk balik."

Baru hendak beranjak, Shirin langsung menghadang Ajeng. "Makan!" Katanya sambil memberikan sebungkus roti miliknya. Ajeng tertawa kecil, "Enggak usah, Rin." Ajeng langsung berdiri.

Baru hendak melangkah pergi, seseorang berteriak. "Ajeng!"

Mata Ajeng menyipit memfokuskan pandangan di malam hari yang minim cahaya, mungkin kalau tidak ada kendaraan, jalanan itu terasa gelap sekali. Dari sebrang jalan, seseorang dengan sepedanya melambaikan tangan. Laki-laki itu lagi, dengan Hoodie biru navy miliknya.

"Junior?"
Laki-laki itu mengangguk sambil tersenyum. "Ngapain malem-malem masih disini?"
"Ada kursus."
Anak itu beroh-ria saja sambil menganggukkan kepalanya. "Belum pulang?" Tanyanya sambil melihat sekitar. Ajeng hanya menggeleng sebagai jawaban. Junior sadar anak itu tampak berbeda dari biasanya, teman sekelasnya ini biasanya adalah anak yang ceria, bukan pendiam dan pemurung seperti sekarang. Lantas Junior menatap anak perempuan di hadapannya itu dengan lekat membuat si pemilik wajah itu menatapnya juga. Junior tersenyum pun juga Ajeng yang ikut tersenyum.

"Kenapa?" Tanya Junior. "Mau jalan-jalan malam cari angin?" Tawarnya sambil mengarahkan pandangannya ke jok belakang sepedanya.

"T-tapi.." belum selesai Ajeng menjawab, Junior sudah memotongnya dengan cara sepihak. "Takut?"

"Enggak!"
Junior tersenyum. "Yaudah ayo kalo enggak takut."
"T-tapi.."
"Ck! Ayo Jeng." Kata Junior. Laki-laki itu tanpa sengaja menangkap teman-teman Ajeng yang masih setia menunggunya dari sebrang jalan. "Lo semua temennya Ajeng kan?!" Teriaknya. "Gue boleh minta tolong enggak?"

🖌️🖌️🖌️

Ajeng terkesima, ternyata, Junior punya selera yang luar biasa. Bagaimana bisa anak laki-laki itu menemukan tempat yang sangat menakjubkan di malam hari? Dilihatnya sekeliling, rasanya yang akan di keluarkan oleh Ajeng adalah kalimat; luar biasa, setiap kali ia memandang segala sisi. Lampu kelap kelip penduduk kota terlihat jelas dari atas bukit kecil yang sudah di sulap menjadi tempat rekreasi, yang tak pernah diketahui Ajeng sebelumnya.

"Kok bisa?" Ajeng bersuara, seolah tidak percaya. Sementara Junior yang baru saja memarkirkan sepedanya langsung menghampiri anak perempuan itu, berdiri di sampingnya sambil memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana jeans hitamnya. "Keren ya?" Tanyanya yang di balas anggukan semangat oleh Ajeng.

"Udah seneng lagi?"
"Emang sejak kapan gue sedih?"
"Masih aja ngeles."
"Kata siapa ngeles?"
"Ajeng..." Junior bersuara kala Ajeng terus saja membolak-balikkan pertanyaannya. Anak itu tersenyum melihat Ajeng yang masih saja terkesima. Terlihat raut bahagia dari wajahnya, matanya menyipit kala gadis itu tersenyum.

"Ayo teriak."
Ajeng menatap Junior dari samping, wajahnya yang tirus dan putih bersih bak artis Korea itu terlihat semakin cakep. Apalagi ditambah dengan siluet cahaya samar-samar dari lampu jalanan.
"Gue ganteng ya?" Pertanyaan itu membuat Ajeng menerjapkan matanya berkali-kali tidak percaya kalau sejak tadi ternyata ia terus memperhatikan Junior yang kini meledeknya habis-habisan.

"Idih! Pede banget lo."
"Bukan pede, tapi kenyataannya gitu."
"Ya.. ya.. ya.. terserah."

Junior jadi gemas sendiri, anak laki-laki itu lantas mengacak rambut Ajeng hingga membuat rambutnya berantakan, ditambah lagi dia mencubit hidungnya sampai merah. Ajeng mengeluarkan sumpah serapahnya yang justru membuat Junior tertawa puas. "Ayo teriak." Junior yang paham dengan tatapan Ajeng lantas melanjutkan bicaranya. "Kata Bunda, kalau lagi kesel terus kita teriak. Bisa bikin hati jadi lega lagi. Kaya seolah-olah dosa-dosa lo diampuni Tuhan."

Ajeng tertawa kecil. "Masa sih?"
"Coba aja."

Ajeng menarik napasnya dalam-dalam. Lalu berteriak sekencang-kencangnya, tak lama kemudian ia dengar suara Junior mengikutinya. Ajeng menatapnya yang kemudian dibalas oleh anak laki-laki itu. Setelahnya, keduanya tertawa bersama-sama.

"Enak kan?" Masih dengan napas tersengal-sengal Junior bertanya. Ajeng mengangguk.
"Sini duduk, Jeng." Kata Junior sambil menepuk-nepuk bangku kecil yang menghadapkan ke pemandangan indah itu. Anak laki-laki itu mengeluarkan sebuah susu kaleng dari dalam tas selempang hitamnya. "Tadi gue beli dua."

"Kok lo bawa tas, tumben."
"Cabut kursus." Jawabnya sambil tertawa.
"Anak sepinter lo cabut kursus?"
"Anak sepinter lo juga cabut kursus."
"Ya itu kan karena lo culik gue."
"Lo juga mau."

Setelah berdebat kecil. Mereka saling diam setelah Junior menyodorkan susu kaleng miliknya.

"Jeng?"
"Hm?"
"Nggak jadi deh."

"Dih, labil lo kaya cewek." Junior hanya tertawa kecil sebagai responnya. Lagi, mereka berdua di selimuti dalam keheningan. Sama-sama berkecamuk dengan pikirannya masing-masing.

"Lo udah mau pulang?"
"Belum." Jawab Ajeng mantap.
"Udah malem loh Jeng."
"Kalo bisa gue gak mau pulang."

Mendengar jawaban Ajeng, Junior paham. Anak perempuan di sebelahnya ini sedang tidak baik-baik saja. Lantas Junior langsung beranjak dari duduknya. Melempar kaleng susu itu ke tempat sampah, cowok itu berjalan menuju pagar pembatas kemudian memandangi pemandangan yang disuguhkan di depan matanya.

Ajeng yang melihatnya langsung mengekor dibelakang. Mengikuti arah tatapan Junior disana. "Rumah gue kelihatan loh dari sini." Kata Junior.

"Masa sih?"
"Iya, beneran." Junior langsung mengarahkan kepala Ajeng ke suatu titik, membuat anak perempuan itu harus mencari tempat yang sebenarnya junior unjuk. "Mana sih?"
"Nggak kelihatan sama lo?"
"Iya."
Junior tersenyum, lalu menghadapkan tubuh Ajeng secara paksa ke arahnya. "Rumah gue disini." Katanya sambil menunjuk kearah Ajeng.

At Seventeen [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang