Two ; Telling You

3.1K 325 6
                                    

Ohm's Pov.

Hari ini gue bakalan kasih tahu Nanon semuanya. Gue bakalan ngebongkar semua kelakuan Chimon yang sebenernya. Tentu aja semua info yang gue dapet berasal dari Marc yang notabenenya seorang 'lambe turah' di circle gue. Tapi ada satu hal yang ganggu pikiran gue dari tadi. Gimana kalo misal Nanon gak percaya sama gue? Gimana kalo misal setelah ini dia bakalan ngejauhin gue? Gue cuma bisa berharap semoga semua itu gak kejadian beneran.

Sekarang gue lagi ada di kafe langganan gue sama Nanon dari zaman SMA dulu. Gue udah nungguin dari 15 menit yang lalu, tapi si Nanon gak dateng-dateng. Ya kali dia lupa? Nanon bukan tipikal orang yang pelupa. Mungkin lagi nyelesain tugas atau ada urusan lain yang didahulukan.

Pas gue mau telfon dia, pintu kafe terbuka-tanda ada orang masuk. Orang itu ternyata Nanon. Kepalanya celingak-celinguk kayak lagi nyari seseorang. Pas dia noleh ke pojok ruangan, gue angkat tangan. Dia langsung tau gue di mana, terus nyamperin gue.

"Sori ya telat, gue harus ngumpulin tugas dulu di kampus."

"Santai aja. Mau pesen minum gak?"

"Ditraktir gak?" tanya Nanon sambil tersenyum jail. "Sekali-sekali boleh lah. Ya Ohm ya?" Nanon memohon ke gue sambil nunjukin puppy eyes dan dimples di pipinya. Asli, gue gemes pengen nguyel-uyel tuh pipi. Tapi gue sadar diri, mesti tahan diri.

Gue pastinya gak bisa nolak, akhirnya gue manggil pelayan dan mesenin minuman kita berdua. Setelah pesenan kita dateng, gue dan Nanon langsung ngobrolin banyak hal. Dimulai dari tugas-tugas kuliah, kabar orang tua masing-masing, atau sekedar nostalgia zaman SMA dulu.

Tapi di sela-sela perbincangan kita pasti ada saat dia bakalan nyalain layar ponselnya trus senyum-senyum sendiri. Gue ngerasa aneh tapi ya gue biarin aja sih. Tapi sampai sekarang dia masih ngecekin ponselnya dan senyumnya dia lama-lama makin lebar. "Lo kenapa, Non? Senyum-senyum sendiri gitu."

Nanon kaget terus noleh ke gue, dia masih senyum-senyum. "Eh? Gak papa kok. Gue cuma lagi chatting sama Chimon."

Hm, kenapa harus Chimon?

"Oh gitu," jawab gue. "Jadi... Lo beneran pacaran ya sama dia?"

Nanon diem. Senyuman khas dia pelan-pelan hilang. Diganti sama senyuman canggung yang dia arahin ke gue. "Um... Iya."

"Selamat ya," jawab gue sambil tersenyum tipis sekali, "terus sejauh ini, gimana hubungan lo sama dia?"

"Baik-baik aja sih, gak ada masalah..." jawab Nanon sedikit menggantung. Dia ngalihin pandangannya ke minuman yang dipesan tadi.

"Non."

"Iya?"

"Boleh gue ngobrolin sesuatu ke lo?"

"Tentang?

"Tentang Chimon."

Nanon berpikir sebentar, wajahnya keliatan ragu tapi akhirnya dia mengiyakan. "Boleh."

Gue ceritain semuanya ke Nanon. Kelakuan Chimon, gosip-gosip Chimon, semuanya. Tujuan gue kasih tau ini semua biar Nanon bisa sadar dan gak terjerumus ke dalam jebakan Chimon. Ini semua demi kebaikannya. Nanon menyimak semua perkataan gue. Kadang dia ngangguk, alisnya berkerut, gigit bibir, menyeruput minumannya, dan lain-lain. Gue berusaha biar gak ngelamun karena hal-hal yang dilakuin dia.

"Jadi gitu, Non," jawab gue mengakhiri percakapan, "jujur, gue bilang kayak gini bukannya ada maksud apa-apa. Tapi gue cuma mau lo tau Chimon yang sebenernya itu gimana."

Nanon yang terdiam dan masih memandangi minumannya, kemudian menatap gue pas di mata. "Lo yakin gak ada maksud apa-apa?"

Hah?

"Maksud lo?" tanya gue bingung. Kenapa tiba-tiba feeling gue gak enak?

"Ohm, jujur sama gue," tanya Nanon serius. Tatapannya dia mulai tajam ke gue.

Gue menghela napas. "Fine, gue jujur. Gue cuma gak habis pikir kenapa lo bisa pacaran sama Chimon."

"Gak habis pikir gimana maksud lo?"

"Lo jadi senjata makan tuan Non!" jawab gue, "lo sendiri yang cerita ke gue kalo lo benci sama Chimon gegara sifatnya. Tapi kenapa sekarang lo malah pacaran sama dia?"

"Dia udah janji sama gue bakalan berubah, Ohm."

"Janji? Janji lo bilang?" tanya gue sambil duduk tegak. "Non, lo lupa ya kalo dia itu cowok yang suka gonta-ganti pasangan? Pastinya janji itu gak cuma berlaku di lo doang, tapi ke semua orang yang pernah dipacarinya!"

"Kok lo jadi marah-marah gak jelas gini sih ke gue?!" tanya Nanon yang mulai tidak sabar, "gue punya hak ya buat pacaran sama siapapun itu dan lo gak berhak buat ngatur dunia percintaan gue!"

"Non, gue ngasih tau ini semua ke lo karena gue gak mau lo kenapa-napa gegara Chimon," jawab gue pelan. Gue berusaha nenangin diri.

Nanon terdiam, kemudian matanya membulat. "Atau jangan-jangan..."

"Jangan-jangan ap-"

"Lo suka sama gue?"

Deg.

Gue langsung diem jadi patung. Mata gue membulat. Kok bisa dia langsung tau kalo gue suka sama dia? Selama ini kan gue cuma cerita sama Frank Marc doang. Mereka juga udah janji gak bocor ke siapapun.

"Ohm? Lo suka sama gue?" tanya Nanon, "jawab Ohm!"

"Iya Non, gue suka sama lo! Puas kan?!" bentak gue.

Karena bentakan gue, Nanon kaget. Gue langsung nyesel karena udah ngebentak dia. Jujur, gue gak pernah bentak Nanon sebelumnya. Ini yang pertama kali. Sekilas gue liat, mata Nanon kayak... berkaca-kaca? "Non, maaf-"

"Ohm... Lo tega ya sama gue," ujar Nanon lirih, "lo tega ya ngerencanain ini semua!"

"Non, gue bener-bener gak ada maksud-"

"Bukan berarti lo suka sama gue terus dengan seenaknya lo mau ngehancurin hubungan gue sama orang lain. Ngehancurin kebahagiaan gue."

Karena perdebatan kita, orang-orang di dalam kafe juga ikut kepo sambil ngeliatin kita. Tapi of course gue gak peduliin mereka, yang terpenting sekarang adalah gimana caranya masalah gue dan Nanon cepet selesai.

"Gue bener-bener gak nyangka lo bakalan kayak gini. Gue kira lo temen yang bisa gue percaya."

"Non..."

"Lo udah keterlaluan Ohm, lo bangsat!" Nanon langsung berdiri dari kursinya. "GUE BENCI LO!"

Tepat sebelum dia pergi dari hadapan gue, ada satu titik air mata meluncur menuruni pipinya.

Hal itu bikin hati gue sakit.

Dan itu semua gara-gara gue.

JUST SAYING • ohmnanon ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang