Four ; You're Right

4K 326 24
                                    

Ohm's Pov.

Tengah malem dan gue masih belum bisa tidur. Kalo kalian bertanya-tanya, gue gak lagi ngerjain tugas atau main Xbox. Gue cuma lagi menikmati pemandangan malam dari balkon ruang tengah gue sambil menghabiskan cokelat panas yang gue buat tadi.

Sebenernya ini jarang terjadi. Mungkin terlalu banyak pikiran yang berputar di otak gue sekarang yang bikin gue jadi gak bisa tidur. Memang dari tadi gue masih penasaran, apa yang sebenernya terjadi sama Nanon, tapi mau gimana lagi? Dia udah telanjur tertidur sebelum menceritakan semuanya ke gue.

Tapi tiba-tiba, gue denger suara pintu digeser dari arah belakang gue. Gue menoleh dan ngeliat Nanon berdiri di sana dengan wajah bantalnya. Dia menutupi badannya pakai selimut yang dia seret di atas lantai balkon. Dia jalan ke arah gue dan berdiri di sebelah gue, ikut menikmati pemandangan malam. Nanon menguap dan dengan otomatis tangannya menutupi mulutnya. Gue jadi pengen nyubit pipinya karena gemes. Tapi gue tahu, ini bukan waktu yang tepat.

Suasana menjadi hening dan sedikit canggung karena perkelahian kami di cafe waktu itu. Gak seorang pun yang berani memecahkan keheningan. Mungkin kita berusaha membuat suasana ini jadi lebih nyaman tapi gue tahu itu gak mudah.

"Ohm?"

Gue menoleh ke Nanon. "Iya?"

Pandangan Nanon berada di jari-jarinya. Rambutnya yang semakin panjang hampir menutupi wajahnya. "Gue udah ngehancurin semuanya. Gue minta maaf."

"Maksud lo?" Gue cukup kaget pas dia bilang gitu.

"Gue nyesel, Ohm. Gara-gara gue, kita jadi ada jarak gini." Nanon masih gak berani liat gue.

"Non, liat gue."

Nanon menggeleng.

Gue raih wajahnya dan memegang kedua pipinya di tangan gue. Cairan bening dari matanya tiba-tiba meluncur bebas. Gue hapus air matanya dan menatap Nanon lembut. "Non... Jangan nangis."

"Gue bener-bener nyesel, Ohm. Gue nyesel karena udah jatuh ke jebakannya Chimon, gue nyesel karena gak percaya sama kata-kata lo, gue nyesel karena udah bikin lo sakit hati, gue—"

Gue langsung meluk dia erat, ngebiarin dia nangis di dekapan gue. Gue gak lagi peduli sama baju gue yang bakal basah karena air matanya. "Gak ada yang perlu disesali, Non. Toh, semua udah telanjur kejadian."

Nanon mendongak, kembali menatap gue. "Ta—tapi—"

"Udah, jangan dipikirin lagi ya? Gue udah maafin lo kok," jawab gue sambil tersenyum, "mending sekarang kita masuk, angin malem gak baik buat tubuh."

Nanon mengangguk kemudian tersenyum tipis. "Thank you, Ohm."

Setelah masuk, kami berpindah untuk duduk bersama di sofa ruang tengah gue. Suasananya gak canggung. Cuma ngerasa nyaman karena kehadiran satu sama lain. Gue tersenyum dalam hati. Senang karena Nanon ada di samping gue sekarang.

Nanon naruh kepalanya di atas pundak gue. Awalnya gue agak kaget tapi gue sadar kalo ini udah bisa dia lakuin. Dari belakang, gue ngerangkul pundaknya, bikin dia lebih nyaman.

"Ohm?"

"Iya, Non?"

"Lo mau ngulangi semuanya dari awal sama gue?"

Gue tersenyum simpul.

"Apa sih yang gak buat kamu, Non."

Gue mengecup keningnya dengan lembut.

-THE END-

JUST SAYING • ohmnanon ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang