Perpisahan Hangat sebuah pelukan

4 0 0
                                    

Meski hanya sebentar. Begitu singkat sampai tak ada banyak kenang yang bisa kita ciptakan, setidaknya kita pernah bersama dalam balutan kasih sayang. Dan itu cukup.

Tiba sudah hari kita harus berpisah, aku menunggumu di belakang sekolah sambil menggenggam ijazah berwarna biru. Bahagia menyelimuti hati semua murid yang hari ini telah menerima surat kelulusan, begitupun kita. Namun, masih ada rasa lain yang membuatku tidak nyaman.

Kau menghampiriku dengan langkah pelan, berhenti hingga tersisa jarak satu langkah kaki di depanku. Aku hanya bisa terdiam dengan senyum kecilku, lama kau tatap mataku, dalam dan teduh kurasa saat itu.

Lagi, sejenenak waktu seperti berhenti, apa karena kita yang sedang saling diam? Aku tahu kau sedang menikmati saat-saat yang mungkin tidak bisa kau rasakan lagi, begitupun aku.

"Lalu bagaimana?" kataku.

Kau tahu persis bagaimana semua ini akan berlanjut, aku mungkin mempunyai seribu alasan untuk menahanmu tetap disini. Namun, tak satupun yang mungkin. Seolah tak ada pilihan lain, selain pasrah pada semesta yang hendak memisahkan kita.

"Kita lanjutkan." Ucapmu.

"Tak apa jika esok kita tak bertatap wajah, asal kita masih bersama dalam bingkai cinta ini. Melihatmu mungkin akan sesulit rindu yang membelengguku nanti, tapi mendengar suaramu melalui telepon genggam, aku rasa akan sedikit mengobati resahku akan kamu. Dan itu tidaklah murah. Jadi kita harus menanggung mahalnya hubungan ini."

Kau sungguh berpikir sampai sejauh itu? Aku bahkan tak pernah memikirkannya, dibenakku hanya ada dinding pembatas. Jadi, apa hanya aku saja yang selama ini ragu?

"Lalu, bagaimana?" katamu.

"Boleh aku memelukmu?"

Maaf, aku terlau naif untuk menerima semua perasaanmu. Maaf, sebentar aku ragu dengan kesungguhanmu. Terima kasih sudah membuat segalanya menjadi mungkin, kau benar. Kita hanya perlu melanjutkannya, bukan? Tak peduli seberapa jauh semesta memaksa raga kita pergi. Jiwa kita akan selalu terhubung dengan rasa yang menyatu padu.

Pelukmu begitu hangat dan harum. Sayang, kau takkan lagi disini.

Boleh aku merasakan lebih lama hangatnya pelukmu ini?






"Jika rindu adalah racun yang membuat sesak, maka mendengar suaramu, bertemu denganmu, dan menikmati seyummu adalah penawarnya."

Monokrom SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang