Word: 1.108
Tasya menutup laptopnya begitu menyadari waktu sudah menunjukkan pukul empat pagi, bahkan langit sudah mulai terlihat terang. Kegiatan mengedit video benar-benar membuatnya lupa waktu. Semenjak memasuki dunia perkuliahan, semuanya benar-benar menyita waktu Tasya. Dia semakin menyadari pentingnya sebuah waktu. Sembari mengecek ponsel, Tasya beranjak menuju tempat tidur.
"Shit!" umpatnya begitu menyadari banyaknya panggilan tidak terjawab dari Riko. Belum lagi pesan masuk yang sudah seakan meneror Tasya. Apalagi ini, batin Tasya kesal.
Buru-buru Tasya menelpon Riko untuk memberi kabar kalau Tasya masih hidup dan baik-baik saja. "Halo," seru Tasya berusaha seceria mungkin, meski dia tahu kalau lawan bicaranya sedang kesal setengah mati.
Tasya melepaskan ikat rambut yang menggulung rambut bergaya bobnya itu. Memang jarang sekali ditemui gadis berambut pendek seperti Tasya. Di saat semua temannya berlomba-lomba memanjangkan rambut agar memiliki rambut 'badai', Tasya justru memangkas rambutnya tepat dibawah telinga. Katanya, dia lebih mudah dikenali jika tampak berbeda, belum lagi semir nyentriknya yang benar-benar menjadikannya pusat perhatian. Bulan ini warna rose gold, bulan penuh cinta sehingga dia menyenadakan dengan warna rambutnya. Bulan lalu warna platinum ash benar-benar membuatnya jadi pusat perhatian, biru laut yang tertumpah pahitnya abu-abu. Jangan lupakan rambut blonde di awal masuk kuliah yang membuatnya jadi target para panitia ospek. Yah, kalau Tasya ini orangnya pendiam dan tidak banyak tingkah, mungkin dia tidak akan menarik perhatian. Masalahnya, Tasya ini benar-benar hiperaktif, belum lagi suara tawanya yang terdengar hingga radius beberapa kilo meter.
Tentu saja, Tasya paling sering kena hukuman karena banyak bicara, pakaian yang tidak rapi, warna rambut yang tidak sesuai dengan citra kampus, belum lagi hukuman-hukuman akibat keteledorannya. Sebagai seseorang yang memiliki habitat pelupa, Tasya benar-benar sering bermasalah dengan orang-orang di sekitarnya. Meskipun begitu, banyak juga orang yang masih betah berada di kelilingnya. Bagaimana lagi? Tasya memang anak yang ceria dan suka sekali berteman, belum lagi kalau bergosip, dia ratunya. Dari masalah Johan si anak manajemen yang paling cakep di kampus, sampai masalah Rona anak sekretaris yang dihamilin pacarnya, semuanya dia tahu.
"Kamu ke mana aja, sih?" balas lawan bicara Tasya, nadanya terdengar sangat marah.
Tasya memutar bola mata dengan kesal. "Sayang," Tasya mengubah nadanya menjadi manja, "Sorry banget, tadi aku abis kerja tugas, deadline nanti siang tapi masih banyak revisi tadi. Temen kelompok aku pada gak bener bikinnya, aku kan mau dapet nilai bagus. Jadi, aku bener-bener gak buka hape saking seriusnya."
"Beneran?" tanya Riko dengan suara melembut. "Kamu gak diem-diem pergi dugem, kan?"
"Astaga, nggak dong, Sayang. Kamu kok mikir jelek, sih? Aku cuma di rumah ini, loh." Tasya agak kesal dengan tuduhan Riko yang tidak berdasar. Dugem dari mana astaga? Uang aja pas-pas an.
"Ya udah video call, aku mau lihat kamu beneran jujur atau bohong."
Beribu-ribu umpatan sudah tertahan di tenggorokan Tasya. Demi apapun kenapa dia sampai bisa-bisanya terjebak dengan lelaki posesif macam begini, bodohnya lagi, Tasya sudah ikutan bucin parah sampai gak bisa melawan. "Iya, ini aku nyalain kamera." Akhirnya, hanya kata-kata itu yang bisa keluar dari bibir Tasya.
Tasya memasang senyum senatural mungkin, meski semua yang ada di dalam dirinya sedang memaki-maki tak karuan, belum lagi rasa lelah yang ingin dihabiskan dengan tidur jadi tersita untuk menghubungi kekasih bucinnya ini. "Halo, Sayang, gembel gini abis dugem," sindir Tasya sarkas tetapi dengan nada semanis mungkin, hingga Riko tidak menyadarinya.
"Iya, deh, percaya kamu. Lihat tuh, mata pandamu astaga. Kamu ini parah banget, deh. Jangan keseringan begadang, dong. Sabtu ini kamu ada acara?" tanya Riko. Tasya memperhatikan wajah Riko yang terlihat mengantuk dan sudah memeluk guling. Terlihat lucu dengan gaya yang berantakan. Tanpa sadar, Tasya tersenyum memandangi wajah Riko, hingga yang dipandangi merasa risih. "Hey! Apa, sih? Ngeliatinnya sampe gitu banget, jelek ya aku?"
Tasya menggeleng cepat. "Ganteng banget pacarku. Sabtu aku gak ada acara apa-apa, kok. Ayo jalan!"
Riko mengangguk, masih malu-malu karena dipandangi pacarnya. Padahal Tasya sendiri sangat cantik di mata Riko, meski mata panda yang sudah mengantung dan gelap. Rambut rose gold yang berantakan, membuat Riko melihat sosok sexy yang ada pada Tasya. Astaga, ini sudah malam dan pikiran Riko malah bermain ke mana-mana. "Sayang, udah tidur sana. Kamu besok kuliah, kan? Aku juga harus bangun pagi buat kerja. Good nite, sweet dream."
Yah, telepon ini harus segera diakhiri sebelum pikiran Riko menjadi liar, dia tahu pikiran jahat para lelaki. Memang sifat alami, tapi Riko selalu berusaha menahannya karena dia ingin menjaga Tasya. Bukan menjadikan Tasya sebagai pelampiasan nafsu.
"Iya, Sayang. Good nite, sweet dream, My Baby." Tasya memutuskan panggilan teleponnya. Tasya agak sedih panggilan telepon mereka berakhir, padahal Tasya sangat merindukan Riko. Memang, sih, tadi dia agak sebal waktu diajak video call, tapi berubah begitu melihat wajah tampan Riko.
Wajah tampan, tubuh kekar, tinggi, dewasa, dan jangan lupakan betapa alimnya seorang Riko. Bagaimana mungkin Tasya tidak jatuh cinta? Sejak pertama kali melihat Riko, Tasya sudah jatuh cinta dalam diam. Tasya ingat, saat itu Riko masih mahasiswa semester lima sewaktu mereka bertemu pertama kali. Tasya melihat sosok Riko yang memimpin pujian di altar. Hari itu, hari pertama Tasya datang ke Gereja Riko, dan Riko menjadi alasan untuk Tasya ingin beribadah di Gereja itu. Memang Tasya terlalu ambisius. Tiga setengah tahun pengejarannya pada Riko. Tentu saja dilakukan dengan cara yang benar-benar mulus, agar Riko tidak sadar. Sekadar menjadi teman curhat, mengajak berbincang di Gereja, meminta tumpangan. Semua bisa dengan mudah dilakukan Tasya karena dia memang orang yang sangat ceria. Yah, sampai Riko punya rasa untuknya dan mendekatinya. Tasya masih ingat, Riko yang bertanya pada semua orang di Gereja untuk meminta saran dan betapa rajinnya dia berdoa untuk kelancaran hubungannya dengan Tasya. Memang dia menembak Tasya dengan cara yang biasa, tidak dengan bunga atau makan malam di restoran mahal, tapi Tasya benar-benar tersentuh.
Sayangnya, Tasya tidak pernah tahu kalau Riko adalah orang yang sangat posesif. Tasya tidak tahu kalau Riko adalah lelaki berzodiak Scorpio yang sebenarnya ingin dia hindari, karena Tasya tahu berhubungan dengan orang-orang Scorpio kadang susah ditebak. Sialnya, Tasya kini terjebak dengan si kalajengking itu. Memang Riko menjadikan Tasya sebagai pusatnya, tapi Tasya terlalu dikekang. Semua-semua Riko harus tahu, tidak boleh berbohong dan harus jelas. Benar-benar membuat Tasya stress untuk beberapa waktu.
Tasya tidak tahu harus senang atau tidak. Terkadang Tasya merasa bahagia dengan semua perhatian itu, tapi Tasya juga merasa kesal dengan semua perhatian itu. Sulit sekali bernafas dengan semua sisi kehidupan yang seperti ini. Terlebih, Riko yang ingin hubungan mereka diekspos, benar-benar membuat Tasya kesal. Bukannya Tasya tidak mau, hanya saja dia tidak terlalu suka semua orang tahu siapa kekasihnya. Dia takut ada orang yang diam-diam mau merebut Riko. Ah, jangan-jangan Tasya sendiri juga posesif tanpa dia sadari.
Belum lagi, kebohongan tentangnya yang belum Riko tahu membuatnya sangat takut. Dia takut Riko akan meninggalkannya jika mengetahui ini. Sayangnya, Tasya tidak bisa melepaskan keduanya. Tasya benar-benar takut.
KAMU SEDANG MEMBACA
@Zodiacstar
Teen FictionEh, eh, udah denger belum? Si Gina, iya yang pecinta damai itu, yang punya pacar yang suka banget kritik. Yah, sapa lagi kalau bukan Dimas yang memang terkenal suka komentar padahal nggak ada yang suruh. Mereka mau putus, loh! Padahal keliatannya ad...