Sabtu, 15 September 2018 merupakan hari yang cukup membuatku cukup bahagia. Bagaimana tidak? Hari itu aku resmi menjadi pacar dari kekasihku, De. Ketika membaca namanya, orang mengira huruf e nya dibaca dengan aksen kebarat-baratan. Padahal, huruf 'e' di dalam namanya dibaca dengan huruf 'e' yang bunyinya sama dengan kata 'meja'.
Kembali ke hari itu. Hari dimana aku tengah berusaha untuk memfokuskan diriku untuk perlombaan menyanyi di pekan berikutnya. Siang itu, aku meminta izin ibuku untuk berlatih di kampus. Aku meminta waktu lebih hingga malam karena kupikir ini akan memakan waktu yang cukup banyak mengingat aku belum berlatih sama sekali.
Aku berangkat menuju kampus untuk menemui pelatihku. Kak Far yang sudah terkenal seantero fakultasku kala itu bersedia untuk membantuku dalam kompetisi kali ini. Ia merupakan orang yang supel dan memiliki suara yang amat bagus. Sepertinya aku tidak salah memintanya untuk melatih diriku.Jam menunjukkan pukul 2 siang. Aku tiba lebih dulu dibanding kak Far. Agak lama aku menunggunya. Sekitar pukul setengah tiga, ia baru datang. Ia memohon maaf karena keterlambatan dirinya kala itu. Aku yang memiliki waktu luang hanya menanggapi dengan santai.
Aku mulai berlatih. Hanya dalam sekitar satu jam, kak Far memuji suaraku yang menurutnya cukup bagus. Aku hanya perlu berlatih lagi di rumah dalam mengatur nafas. Kemudian, kak Far izin untuk segera pulang karena ada urusan lainnya. Aku yang kebingungan akhirnya terduduk sejenak di kelas terbuka FIB UI. Pada akhirnya, aku ingat bahwa aku memiliki seorang teman yang tinggal di daerah sini, ialah De.
"De, dimana?" tanyaku.
"Lagi di kamar aja nih. Kenapa?"
"Gua main yak. Boleh kaga?"
"Hah? Ngapain? " Tanya De heran.
"Yaaa main aja. Bosen. Barusan latihan buat lomba, tapi udah selesai dan gua izin sama nyokap sampe Maghrib. Ini aja baru kelar Ashar masa' gua udah balik? "
"Hoo, tapi kamar gua berantakan. Gapapa?"
"Yailah, kaya nyambut tamu kehormatan aja. Santai kali. Yaudah gua jalan ya dari kampus."
"Oke. Hati-hati lu." Kata De. Kemudian telepon tersebut ditutup dan aku bergegas menuju tempat De.Sejujurnya, De merupakan wanita yang cukup manis. Tingginya yang sama dengan kupingku dan badannya yang kecil membuatku sempat merasakan sesuatu kala itu. Entah, semenjak aku patah hati 2 pekan lalu rasanya semua berubah. Kupikir aku mulai menyukai De.
Sore itu, aku berbicara dengan asyik di tempat De. Ketika sedang asyik-asyiknya, aku memberi suatu pertanyaan kepada De.
"De.." Sahutku.
"Kenapa?"
"Kalau kamu jadi pacar aku, kamu mau?"
"Ah bercanda ya lu?"
"Hmm, ya mau apa engga?"
De terdiam. Nampaknya ia benar-benar kaget ketika aku menanyakan hal tersebut. Singkatnya, ia tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut sekarang. Aku memahami perasaan De. Ia pasti tidak tahu ingin menjawab apa. Berhubung waktu sudah menjelang Maghrib, aku akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah dan berkata:"Gak usah buru-buru. Jawab kalau kamu udah bisa jawab aja."
Ia hanya tersenyum mengiyakan. Kemudian aku mengendarai motorku menuju rumah. Aku harus bersiap karena hendak pergi lagi menuju rumah kakekku. Segera aku mandi dan meninggalkan gawaiku untuk waktu yang cukup lama.
Setelah beraktivitas cukup panjang, aku membuka gawaiku kemudian mendapati pesan dari De."Tentang yang tadi... Aku mau kok."
Aku kaget bukan main. Ternyata ia menerima cintaku yang sederhana itu. Entah alasannya apa, yang penting ia menerima cintaku kala itu. Hari itu, aku resmi menjadi kekasihnya.Sejak saat itu, kami saling melengkapi. Suatu hari, ia membutuhkan bantuan untuk belanja bulanan di salah satu supermarket ternama disini. Dengan senang hati aku menemani dirinya. Bahkan, kala itu aku membeli pasta untuk dimakan bersama. Aku bagian memasak dan De bagian mencuci piring. Adil bukan?
Tidak hanya aku, dia sering sekali mendukungku ketika aku berkompetisi dalam suatu pertandingan sepakbola. Aku ingat betul, hari itu panasnya tidak terkira. Namun, ia tetap berada di pinggir lapangan untuk mendukungku. Bahkan, selesai pertandingan ia memelukku tanpa ragu meski badanku berlumuran keringat. Kenangan manis tersebutlah yang membuatku masih memikirkannya hingga saat ini.
9 Maret 2020, Ia sudah hilang dari hadapanku setelah satu setengah bulan aku menjalin hubungan dengannya. Bukan, bukan kesalahan De. De tidak salah. Hanya saja, ini semua salahku. Suatu hari, seorang mantan kekasihku datang dan memintaku kembali. Sebut saja ia Is. Is merupakan kekasih pertamaku sebelum De. Rupanya, terjadi ketidaksesuaian pemikiran antara aku dan Is.
Jika kamu ingat, dua pekan sebelum aku berpacaran dengan De, aku patah hati. Ya, patah hati dengan Is. Waktu itu, aku sudah lelah menjalin hubungan dengan Is yang seringkali tidak percaya kepadaku. Yang aku ingat, ketika terakhir kali aku memohon untuk kembali ke Is, ia menolak. Tapi suatu ketika, Is berkata bahwa ia menginginkanku untuk kembali.
Tentu saja ini semua salahku. Sebelumnya, aku memang tidak pernah berpacaran. Dengan bodohnya, aku memutuskan untuk kembali kepada Is dengan harapan ia mau mempercayai diriku lagi. Sialnya, hal tersebut tidak terjadi. Setelah beberapa bulan aku kembali ke Is, ia kembali ke sifat dasarnya yang tidak mau mendengarkan pendapatku. Is memang wanita penjilat.
Akhirnya, ya beginilah. Is? Huh. Aku sudah tidak peduli lagi dengan dirinya. De? Entahlah, aku tak tahu ia berada dimana. Padahal, intuisiku selalu mengarah pada De. Ah, pacaran ini terlalu singkat. Satu-satunya yang panjang dari cerita ini adalah: penyesalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Masih Tentang Dia
RomanceSudah 2 tahun lebih aku dibenci. Sekarang aku hanya berharap untuk kembali. Sedikit kenangan tentang kita yang pernah ada.