21 ✔

24 6 0
                                    


Happy reading

.
.

Clarisa menyerahkan helmnya kepada Reno. Ya hari ini mereka berangkat bersama. “Beneran gak ada yang mau kamu omongin?” Tanya Clarisa setelah menyerahkan helmnya.

Rian mengeriyit, berfikir. “Gak ada.” Jawab Reno yakin.

“Yaudah, aku kekelas duluan.” Reno tersenyum mengangguk sambil mengacak acak rambut Clarisa. Kebiasaan.

Clarisa menyusuri koridor sekolah menuju kelasnya. Tak sengaja dia tertubruk seseorang, dia memeinta maaf namun orang tersebut berlalu begitu saja, Clarisa mengeriyit, seperti asing dengan orang tersebut. Dia tersadar jika tangannya menggenggam sesuatu. Dan benar saja dia menggenggam secarik kertas, mungkin orang tadi yang memberinya.

Clarisa membukanya, ia dapat membaca satu kata disana: Novi. Clarisa membalikkan badannya, mencari keberadaan orang yang menabraknya tadi. Namun nihil orang tersebut sudah tidak ada.

Clarisa melanjutkan langkahnya sembari berfikir. ‘Novi,,,,ada apa dengan Novi?’ batinnya bertanya Tanya sembari memikirkan hal apa yang mungkin akan terjadi kepada Novi.

***

Novan duduk diam di kursinya, meyakinkan hatinya. Apakah dia harus memberi tahu Clarisa? Atau tidak. Dan membiarkan hal itu tidak diketahui oleh Clarisa. Untuk kesekian kalinya Novan menghela nafas, membuat Rian jengah mendengarnya.

“Kenapa lagi sih? Masih mikirin yang kemaren?” Tanya Rian gamblang.
Novan diam. Keterdiaman Novan membuat Rian yakin bahwa Novan masih memikirkan hal kemarin.
Oh ya, jika kalian Tanya soal Edo dia belum juga datang entah mengapa human satu itu belum nongol. Biasanya dia sudah nangkring di kantin atau di depan kelas sembari menggoda cewek cewek yang lewat didepannya.

“Ok, fiks. Lo harus ngomongin hal itu hari ini.” Ucap Rian mutlak sambil menepuk pundak Novan meyakinkan. Novan menoleh heran. Seakan tahu arti tatapan yang diberikan oleh Novan Rianpun menjelaskan.

“Gue kenal lo, lo gak pernah segelisah ini apalagi menyangkut soal cewek. Dan seperti yang gue bilang kemarin. Lo boleh nikung Clarisa dari Reno sebelum janur kuning melengkung, kalau lo mau.”

“Tapikan si Clarisa sukannya sama Reno,” ujar Novan kekeuh.

“Lo yang gak peka atau gimana sih. Lo liat gak sih tatapan dia ke elo kemarin waktu lo ngucapin salam? Gue gak habis fikir sih bisa bisanya lo lakuin itu, sumpah bukan elo banget. Trus waktu lo anterin dia pulang terakhir kali?” ya Novan ingat, sangat ingat dimana dia melakukan hal bodoh dengan menyatakan perasaaanya disaat jelas jelas orang yang berada dihadapannya tengah memiliki kekasih.

Dan mengakibatkan jarak diantara mereka. “Dia juga welcome aja kan? Gak nolak. Kemungkinan nih, bisa jadi Clrasisa juga suka sama lo. Ya setidaknya ada peluang lo buat ngedapetin dia, walaupun kecil.” Terang Rian panjang lebar.

“Ya gue inget, sangat inget diama gue lakuin hal bodoh itu.”

“Sekarang bukan itu tujuannya. Tapi tatapan dia ke elo. Lo mungkin tahu kalu Clarisa suka sama Reno udah dari lama kan? Siapa tahu perasaannya itu hanya sekedar kagum, dan yang beneran dia suka itu elu.” Ujar Rian menyebar aura positif dipikiran Novan.

Novan mengangguk mengerti. Hingga percakapan mereka tertunda karena kedatangan makhluk yang tak diundang.

“Hoh, hoh, hoh,” deru nafas terdengar sangat mengganggu, “Gue gak telat kan gess, omo omo, untung selamet,” ujar Edo heboh. Yah orang itu baru saja datang.

Don't Go [proses Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang