CHAPTER 22

402 28 2
                                    

Aku duduk termenung di Apartemen Fidela, Jendela yang terletak di dekat tempatku duduk sedang menyajikan pemandangan malam di kota. Pemandangan yang begitu indah di luar sana, aku dapat melihat mobil-mobil yang berlalu-lalang, dan beberapa orang yang masih menikmati angin malam.

Namun, pemandangan indah itu berbanding terbalik dengan suasana di apartemen Fidela. Suasana yang amat menengangkan. Ketika mengetahui papa adalah orang yang membunuh ayahnya Fidela, entah kenapa aku masih tidak begitu percaya. Kenapa dari sekian banyak orang, takdir menentukan agar orang yang papa tabrak adalah ayahnya Fidela.

Sekarang, kami berdua hanya hening, enggan untuk menatap satu sama lain. Semua yang telah terjadi terasa seperti mimpi, aku tak tau harus berbuat apa. Aku ingin marah, marah sebesar-besarnya karena ternyata Fidela adalah orang yang menerorku, dan menyebabkan hubunganku dengan Liam rusak, namun di sisi lain aku merupakan salah satu penyebab Fidela melakukan itu.

"Lo harus tau, tindakan yang telah lo lakuin ke gue, itu gak benar. Alasan apapun itu, tindakan lo itu salah." Kataku, membuka kembali pembicaraan yang sempat terhenti.

Fidela menatap kedua mataku, aku yang ditatapnya pun enggan untuk menatap balik. Aku hanya mengalihkan pandanganku, dan menatap ke arah jendela. Rasanya saat ini, tidak ada lagi orang yang dapat kupercaya. 

Valerie telah tiada, Liam dan aku juga sudah putus, dan sekarang, Fidela ternyata adalah orang yang menerorku, atau lebih tepatnya orang yang amat membenciku. Sekarang, dengan masalah yang sedang kuhadapi, siapa orang yang dapat membantuku?

Alex..

Tiba-tiba nama itu muncul di benaku, aku ingin meneleponnya saat ini juga, dan menceritakan semuanya. Termasuk betapa kecewanya aku kepada Fidela, tapi haruskah aku menceritakan tentang papa?

"Ya, tapi kalau lo yang ada di posisi gue, lo pasti akan melakukan hal yang sama!." Kata Fidela, dengan menekankan kata "Sama".

Aku hanya diam, namun tidak seperti tadi, entah kenapa air mataku sudah tidak mengalir lagi. Aku benar-benar sudah dikecewakan oleh Fidela.

"Enggak" Kataku

Hanya satu kata yang keluar dari mulutku, namun itu mampu membuat Fidela tercengang. Ia menatapku dengan kesal, bingung, marah, maupun sedih, semua emosi bercampur di dalam dirinya.

Kali ini, aku menatapnya balik. Kini aku dapat melihat wajahnya yang tengah menatap ke arahku dengan tatapan itu. Aku yakin dia kesal dengan jawabanku, namun aku harus mengakhiri semua masalah ini.

"Kalau gue berada di posisi lo, gue gak bakal melakukan hal yang sama. Karena gue tau, hal yang lo lakukan itu salah. Kalau lo melakukan itu, lo gak ada bedanya kaya papa gue, lo juga pengecut yang lari dari masalah. Lo harusnya ngomong ke gue yang sebenarnya, bukan asal neror kaya gini." Jelasku, panjang lebar.

Fidela menatapku, tak mampu berkata-kata. Mungkin ia sadar, selama ini perbuatannya salah, tapi ia tidak mungkin mundur semudah itu.

"Ya mungkin yang lo ngomong ada benarnya, tapi lo bayangkan gimana sedihnya gue pas tau hal itu." Katanya, "Kalau gue ngomong ke lo yang sebenarnya, gue tanya sekali lagi APA ADA YANG AKAN BERUBAH?"

Aku Kaget saat Fidela berteriak di hadapanku, namun aku berusaha untuk tetap terlihat tenang. Bagaimanapun, aku tidak boleh menangis lagi, aku sudah terlalu banyak menghabiskan air mataku untuk orang yang bahkan tak menghargaiku.

"YA, akan ada yang berubah." Kataku, menekankan kata "YA". 

"Gue pasti akan cari cara, jadi lain kali kalau ada masalah jangan langsung mengambil perbuatan, bicarakan baik-baik dulu. Dengan lo neror gue kaya gini juga gak akan bikin papa lo hidup kembali." Jelasku

UNPREDICTABLE - (COMPLETED ✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang