SIKLUS (2)

3 1 0
                                    

Panas

Beri aku sedikit ruang, aku ingin berterima kasih pada Tuhan atas segala yang telah Dia berikan. Apa kau percaya dengan sebuah kebetulan? Aku sama sekali tidak. Semua hal di dunia ini terjadi karena suatu sebab dan pastinya akan menyebabkan sebuah akibat.

Oleh karena itu, logikanya begini, setiap orang yang singgah atau hanya melintas pasti punya alasan kenapa Tuhan mempertemukannya. Aku tegaskan lagi bahwa itu apa kata logika. Lalu apa kabar dengan hati? Jangan coba menebak hati! Dia adalah suatu anomali yang tak pernah bisa terkendali.

Kini aku tidak mau mengikuti seperti sebagaimana mestinya akal berbicara. Senyum di bibirmu yang tidak mau sedikitpun kulihat sendu membuatku semakin terbuai. Menarikku kembali kedalam jurang yang dulu telah kulalui. Seperti pengelana yang sekarat kehausan, siang malam kunantikan pesan darimu. Satu dua bait atau mungkin satu huruf saja sudah membuatku ingin membangun bangunan yang lebih indah dari taj mahal untukmu. Kamu candu bagiku.

Dua hati menjadi satu. Memacu rasa menuju nestapa. Hati kecil berharap lebih dari sebuah dekat. Namun kau kembali berkata, "sudah jalani saja"

Tidak ada yang mengenal kau lebih baik daripada siapapun kecuali aku waktu itu. Aku tau siapa nama kucingmu. Aku tau mengapa kau begitu membenci senja yang merupakan waktu mamamu pergi untuk selamanya. Dan juga aku tau siapa yang membuatmu menangis semalaman penuh. Lelaki itu harus menanggung akibatnya.

Kau tidak akan pernah tau sebelumnya ada hal yang bisa membuat hal yang tidak mungkin menjadi mungkin. Itu cinta. Terserah mau kau sebut apa itu, aku ingin memberi laki-laki brengsek itu balasan karena telah menduakanmu dan mengukir raut sedih di wajahmu.

Satu dua pukulan mendarat di wajah berengsek itu setelah pidato singkatku, "jangan ganggu putih, dia punyaku!" Namun, bukan hidup namanya jika apa yang kita perbuat tidak berdampak sekecil apapun itu. Dua pukulan yang kulancarkan, segerombol orang bergantian memberi tinju balasan. Kameja abu-ku berubah kehitaman, tapi semua sepadan dengan puas yang ku bawa pulang.

Secepat kilat sesunyi angin malam. Kabar itu sampai padamu tanpa ku tau siapa yang menyebarkannya. Ada sedikit malu yang menyerangku, tapi juga setumpuk haru kini kau tau bagaimana tulus hatiku.

Tapi kau mulai menjauhiku. Kau bilang aku norak dan kekanak-kanakan. Aku terima itu, tapi bisakah jangan kau menjauh? Jangan permasalahkan bagaimana rasaku padamu dan bagaimana seharusnya kau membalas itu. Cinta memang tidak perlu balasan dan aku tau akan itu.

Lama tidak bersua akhirnya kau berbicara. Meminta maaf yang sebenarnya sungguh tidak perlu. Bagaimana bisa aku membenci sekaligus mencintai orang yang aku sayangi? Anggap yang lalu seperti serpihan abu, kini aku dan kamu mari melangkah maju.

Tidak ada lagi alasan aku bersedih kala itu. Kini aku punya segudang alasan untuk tersenyum kala surya menyingsing dan bersukur kala malam berubah dingin. Aku menjadikanmu duniaku, walau aku tau belum tentu kau begitu. Tetapi aku ingatkan sekali lagi dan terakhir kali, bahwa aku mencintaimu sungguh dan tidak akan pernah menuntut apapun darimu. Sekali lagi, itu adalah apa yang akalku katakan.

Tetaplah seperti ini, setidaknya sampai nafas terakhir dalam lubang hidungku. Aku benar-benar ketagihan dengan bagaimana cara sederhanamu membuatku bahagia yang tidak sederhana. Satu hal yang saat ini lebih ku takuti dari ketinggian, adalah hilang ingatan. Aku takut jika nanti lupa bagaimana detail wajahmu. Aku resah bagaimana jika nanti aku lupa bagaimana merdu suaramu. Tuhan, biarkan aku bahagia, kali ini saja.

Tidak lagi aku menghitung tanggal dan mengingat hari, semua hari sama bagiku, hari bahagia. Aku tidak membencimu.

Cerita Pendek AmatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang