☄01☄

18 5 0
                                    

Untuk beradaptasi dengan lingkungan baru, kita hanya menunggu waktu.
Waktu untuk menerima semua perbedaan dunia disini dan disana.

🌟🌟🌟

Sepasang bola mata itu terus menatap tajam. Dengan otak yang bekerja keras untuk mencari celah dihadapannya. Sorakan demi sorakan yang menggema ia abaikan. Fokusnya hanya satu, celah pada titik vital.

Sekilas ia melirik timer dipapan berbentuk televisi itu, tinggal 15 detik. Sial. Umpatnya. Dari 2 menit waktu yang diberikan, tidak ada satupun poin yang didapatkan diantara mereka.

Lalu saat 10 detik terakhir, lawannya maju ingin memukul. Dan KETEMU! Ia melihat celah. Ia menghindari pukulan dan langsung menendang kaki lawan serta memegangi tubuhnya secara bersamaan.

Bruk

Lawan berhasil dihempas dengan sempurna.

"Hiyaa!!"

Target pukulan yang ia targetkan tepat di perut lawan berhasil diluncurkan dengan sempurna. 1-0 poin ia raih dengan penuh perjuangan.

"Priiitt... waktu habis" wasit segera menghentikan game tersebut.

Mendengar game telah berakhir, ia segera mengulurkan tangan untuk membantu lawannya tadi berdiri. Uluran itu pun dibalas. Dan mereka langsung keluar dari matras.

"Kamu hebat juga dalam beladiri, kenapa baru masuk eskul? Airos kan?" ucap Arka membuka pembicaraan.

"Ya, kemarin masih bingung mau eskul apa. Gak apa-apa kan perutmu? Klo nanti sakit bilang aja, mungkin belum terasa sekarang." Airos melirik perut Arka.

"Klo udah terasa sakit mau apa?"

"Ya mau diobatin lah, biar sembuh. Masa mau dipukul lagi. Mau?"

Arka merinding mendengarnya dan berkata "Kamu mau ngobatinnya? Ogah ah! Dikirain kita ngapain."

"Prff... Nanti aku suruh saudaraku yang obatin. Aku juga tidak mau ngobatin kamu. Ck ck." Airos menggeleng-geleng kepala.

"AIROOOS!!"

Airos celingak celinguk mencari sumber suara. Ternyata itu Airis, ia berdiri sambil melambaikan tangan di pintu gedung olahraga.

Karena sudah terlihat oleh Airos, Airis segera berlari menghampirinya.

"Itu saudaramu? Klo nanti sakit aku akan menghubungimu." ucap Arka sambil menepuk pundak Airos, lalu pergi bergabung dengan anak karate lainnya.

Airos hanya mengangguk dengan tatapan yang membingungkan.

"Hei!"

Baru saja Airis sampai, ia langsung mengapit leher Airos dengan tangannya.

"Aih.. Kamu mau ngapain," Airos melepas apitan itu.

"Udah kan, kantin yuk. Aku kegerahan larian terus." Ajak Airis yang sedari tadi berlari karena eskul dan menghampiri Airos.

Airos mengangguk dan mereka sama-sama berjalan menuju pintu keluar gedung.

Belum sampai pintu keluar, samar-samar namun sangat jelas, bisikan para perempuan yang sedang bergosib ditangga hingga bangku dalam gedung itu terdengar. Kekaguman, perbandingan, serta isu-isu lainnya tentang Airos dilontarkan.

The Archer TargetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang