Tiga

44 3 4
                                    

DISEKOLAH

Di kelas ketika jam istirahat aku hanya berdiam diri di kelas mulai bengong dan memikirkan hal yang semalam, aku masih tidak bisa membuat keputusan bahwa itu benar nyata atau tidak, hati kecilku mengatakan bahwa itu akan terjadi pada ku entah kapan.

Aku disekolah memang tidak terlalu terkenal, jangankan terkenal punya teman dekat saja sudah beruntung. Banyak teman dari sekolah ini yang menganggapku tidak asyik untuk diajak berteman karena biasanya aku lebih pendiam dan melamun akhir akhir ini.

Tapi aku punya 3 sahabat yang bisa menerima aku apa adanya yakni fanny, Dito , dan Awa mereka selalu ingin mengajakku jalan jalan dan selalu menemani disaat aku suka melamun sendiri dan membuat keramaian sendiri.

Sampai pada akhirnya tak terasa sekolah sudah usai dan bel sekolah berbunyi, aku pulang lebih lama karena aku menunggu jemputan ayah.

Keadaan sekolah sepi dan sunyi bahkan aku batuk saja dari gerbang terdengar hingga ke lapangan dan bahkan suaranya bisa saja bergema saking sunyinya sekolah itu.

Saat aku melihat sekeliling aku dapati anak perempuan dengan rambut hitam terurai rapih dan wajah putih nya yang berseri berada di tengah lapangan sedang memegang bola basket.

Baju putih abunya yang menutupi semua bagian tubuhnya dan sepatu lengkap dengan kaus kaki panjangnya namun tidak berwarna putih tapi merah cerah seperti darah.

Tak lama aku memperhatikan kaus kakinya tiba-tiba darah segar mengucur dari kaki atas anak perempuan itu. darah itu semakin banyak dan menggenang dibawah sepatu putihnya.

Dan saat ku perhatikan bagian kakinya aku mulai memperhatikan bagian wajahnya dan “astaga !”

Wajahnya berubah seketika.
Banyak luka baret seperti tusukan pensil dan hidungnya hampir terpisah. Telinganya hilang sebelah dan mulutnya sobek hingga ke pangkal telinga.

Tak hanya wajah saja tubuhnya juga banyak mengalami luka memar asumsiku akibat dipukuli dan jari-jari pucatnya bergelantungan hampir putus dan megeluarkan tetesan darah.

Yang tak kalah membuat jantung berdebar adalah bola basket yang ia pegang tadi berubah dengan secepat kilat menjadi kepala manusia pria dewasa dengan wajah yang penuh luka sobek bahkan mulutnya saja hampir tak menyatu.

Saat jemputan sudah datang aku langsung mengabaikan wanita itu dan langsung naik motor untuk pulang. Di perjalanan aku berusaha tidak memikirkan wanita tersebut namun wajahnya yang terlihat koyak mampu membuat ku memikirkannya.


DI RUMAH

Setelah pulang sekolah langsung aku istirahatkan badan dulu di meja makan lalu setelah aku minum segelas air tak lama aku mendengar suara langkah kaki dari tangga rumah ku yang memang sedikit gelap jadi aku kesulitan untuk melihat dengan jelas namun aku kenal langkah itu.

Langkah itu seperti yang ada di dalam mimpi ku, dia seperti penyiksa yang menakutkan itu dan baunya juga tercium oleh hidung ku, baunya sama persis seperti yang ada di mimpi ku, aku mulai berfikir apakah ini mimpi lagi? .

Deg...


Deg...


Deg...

Jantungku semakin meronta kencang dan nafasku mulai tak teratur lagi sampai tak terasa keringat pun muncul di pori pori ku, sungguh ini sangat menegangkan dan rasa hangat mulai menyelimuti, apakah ini benar menjadi kenyataan?

“Kenyataan apaan dan?” tiba-tiba mama berada di samping ku dan membawa sebuah termos listrik di tangannya.

“Oh jadi mama yang daritadi menakuti aku , ha ?” tanya ku sinis

B

ersamaan paman ku pun turun dari tangga yang gelap tadi. Dan menatapku sinis dengan tatapan tajam. Aku heran kenapa dia menatapku seperti itu , matanya bagaikan ada api yang menyala yang siap melahap korban.

Cek kamar sebelahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang