Jodoh Dalam Pantauan

49 1 0
                                    

#JDP

JODOH DALAM PANTAUAN

Part 1

💖Ahmad Jalu Kaffa💖

Sepasang suami-istri duduk berhadapan di sebuah ruang tamu. Wajah mereka menyiratkan kekhawatiran. Agaknya, ada suatu masalah yang serius. Hari yang panas, menambah kepeningan.

"Bah, pokoknya ibu gak mau tau. Kita harus bisa merubah si Jalu. Ibu gak habis pikir, itu anak kok bisa-bisanya jadi begitu," ucap sang istri.

"Ya, abah tau, Bu. Tapi, masalahnya gimana cara merubah, tuh, anak. Kita sudah melakukan berbagai cara. Terakhir, kita kirim ke pondok pun, gak berhasil." Si Abah merasa frustrasi.

"Aduh ... bagaimana, Bah. Ibu juga bingung. Makin besar, bukannya makin bener, Jalu makin menjadi-jadi." Ibu menambahi.

"Kita tanya Ustaz Kaffi aja, Bu. Mungkin beliau ada solusinya."

Sang istri mengangguk saja. Ia berharap, kali ini menemukan sebuah cara untuk mengembalikan Jalu alias Kaffa seperti dulu lagi.

Anak itu bernama Ahmad Jalu Kaffa. Pemuda berusia 24 tahun itu baru pulang dari kota pelajar karena di DO. Kampus tempatnya berkuliah mengeluarkannya karena terlibat tawuran dan beberapa kasus penganiayan, padahal pemuda itu baru dua tahun berkuliah di sana. Sebelumnya, ia mondok di daerah Jombang, berakhir dipulangkan karena kenakalannya.

Kini, pria bernama Jalu atau Kaffa tersebut sedang nongkrong di salah satu kafe pinggir jalan bersama beberapa temannya.

"Lu, kok, bisa balik? Bukannya kuliah kamu belum selesai?" tanya salah satu temannya yang memakai hoodie ungu.

Jalu belum menjawab, ia menyesap dalam kreteknya yang tinggal setengah. Kemudian, mengeluarkan asap berbentuk lingkaran dari mulutnya.

"Aku di-DO." Pendek, jelas, tapi langsung membuat ketiga temannya tertawa lebar.

"Heh, emang ada apa dengan kata "DO"?" Jalu cepat menghentikan, sebelum semua pemilik mata memperhatikan mereka.

"Gak papa, lucu aja dengernya. Udah yang ke berapa kali, kamu dikeluarkan dari sekolah? Semenjak SMA kamu 'kan udah pindah-pindah, Lu." Kali ini, pemuda bermata sipit mengingatkan Jalu.

Jalu tersenyum kecut. Bukan hal baru ia dikeluarkan dari sekolah. Semenjak SMA, sudah berapa banyak sekolah yang ia singgahi.

"Hahaha, iya, sih. Bukan hal baru. Terus gimana kabar genk kita?" Jalu mengalihkan pembicaraan.

"Semenjak kamu di Jogja, Mata Kelinci sama sekali gak aktif lagi, Lu. Anak-anak pada tobat," tutur pemuda bermata sipit tadi.

"Kita harus hidupkan lagi Mata Kelinci, Das. Lu, juga, Ron, Yu, ajak yang lain. Bilang, Jalu Kaffa sudah kembali," ucap Jalu optimis. Matanya memandang ke jalan yang ramai dilalui kendaraan.

Begitulah Jalu, dua tahun meninggalkan kampung halaman, bukannya tambah baik. Ia makin menjadi. Hal itu pula yang membuat kedua orang tuanya khawatir dan bingung.

*****

Seperti yang dikatakan kemarin, sore itu, Abah Banu, yang tak lain adalah abahnya Jalu menemui Ustaz Kaffi di rumahnya. Kini, kedua pria seumuran itu duduk berhadapan, di tengah terdapat meja sebagai pembatas.

"Jadi, apa masalahnya, Bah?" tanya sang Ustaz.

"Ini tentang si Jalu, Taz. Saya bingung, bagaimana menghadapi sikapnya yang makin menjadi. Saya ke sini mau minta saran, gimana baiknya untuk merubah Jalu?" tutur Abah Banu.

Pria berpeci putih itu manggut-manggut. Ia mengerti apa yang dirasakan Abah Banu.

"Carikan jodoh, Bah."

"Hah? Jodoh?" Abah membuka mulutnya lebar.

"Iya, jodoh." Sang Ustaz tersenyum.

Abah menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sangat bingung dengan pernyataan Ustaz yang tak masuk akal.

"Jalu berandalan begitu, mana ada yang mau, Taz."

"Kita harus mencoba, Bah. Siapa tau, dengan menikah, Jalu bisa berubah. Pria yang menikah akan berubah jadi dewasa."

Abah manggut-manggut. Rasa-rasanya saran Ustaz Kaffi ada benarnya.

"Kalo gitu, terima kasih, Taz. Sarannya akan saya coba."

Ustaz Kaffi hanya menanggapi dengan senyum. Senyuman penuh arti.

Abah pulang ke rumah dengan hati lapang. Pria beruban itu berharap, cara kali ini bisa mengembalikan Jalu menjadi Kaffa yang dulu lagi.

Tiba di rumah, Abah tak menemukan Jalu, dari siang anak itu sama sekali tak pulang ke rumah. Hanya ada sang istri yang menunggu di teras dengan wajah cemas.

"Assalamualaikum, Bu."

"Walaikumussalam, Bah. Akhirnya Abah pulang," Perempuan itu segera meraih tangan Abah dan menciumnya.

"Lah, kanapa di luar jam segini?" tanya Abah.

"Ibu nungguin Jalu, Bah. Anak itu tadi pulang, kemudia pergi lagi dengan terburu-buru. Ibu telponin, nomornya gak aktif, Bah." Ibu berkata dengan sedih sembari memandang ke pagar rumah, berharap sang anak pulang.

"Sudahlah, Bu. Jalu udah besar. Nanti juga pulang. Abah sudah dapat saran dari Ustaz Kaffi, Bu. Ayo, masuk!"

Dituntunnya sang istri masuk ke dalam rumah. Kemudian, ia menceritakan hasil pertemuannya dengan Ustaz Kaffi. Saat mendengar kata "carikan jodoh buat Jalu", ibu menjawab tidak percaya.

"Cari jodoh? Apa gak salah, Bah? Jalu, kita carikan jodoh?" Pertanyaan yang sama dengan terulang tiga kali, membuat Abah mengangguk saja.

"Terus, siapa jodohnya, Bah?" Sang istri bertanya lagi. Membuat Abah hampir menelan meja di depannya.

"Ya, makanya kita cari, Bu. Bagaimana, sih!"

Sang istri hanya tidak percaya, cara itu akan berhasil. Jalu bukan tipe orang yang gampang manut.

Di tempat lain, sebuah gudang yang sudah tak terpakai menjadi markas baru genk "Mata Kelinci". Jalu, pemuda itu berdiri tegak di depan rekan-rekannya.

"Jadi, dengan ini, Mata Kelinci kembali aktif, ya. Kita harua bisa menaklukan semua genk di kota ini," ikrar Jalu penuh semangat, menularkan pada semua rekan-rekannya.

****

Suara kokok ayam nyaring terdengar, menandai malam hampir berlalu. Ibu Jalu yang bernama Dedeh, telah selesai melaksanakan salat Subuh, sedang sang suami selalu melalukannya di masjid depan gang.

Perempuan berkacamata itu segera ke dapur untuk mempersiapkan sarapan. Namun, alangkah kaget saat menemukan Jalu tertidur di meja makan.

"Lu ... Jalu!" panggilnya seraya menggerakkan lengan sang anak yang tertidur pulas.

Hingga beberapa kali, tak ada respon membuat Bu Dedeh berang. Diraihnya air segelas. Dan ... byurrr! Jalu gelagapan, karena air tepat mengenai wajahnya.

...

Bersambung ....

Jabung, 250420

Jodoh Dalam PantauanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang