Jodoh Dalam Pantauan

25 1 0
                                    

2

💖Cari Jodoh💖

"Aduh, Buk. Kenapa malah diguyur, sih!" keluh Jalu.

Namun, sang ibu diam saja. Beliau hanya bertolak pinggang dengan mata berkilat.

"Kan, bangunin kira-kira, dong, Bu." Jalu mengelap wajah dengan bajunya. Mungkin ada air yang masuk ke telinga, pemuda itu sampai memiringkan kepalanya.

"Dari semalam ibu tungguin kamu, Lu. Cobalah, jadi anak itu jangan bikin khawatir terus." Ibu berlalu ke meja dapur, mulai memilah bahan dari kulkas yang akan di masak untuk sarapan.

"Jangan khawatir, Bu. Aku udah besar. Bukan anak kecil lagi yang harus selalu dikhawatirkan," kilah Jalu, kemudian ia berlalu meninggalkan sang ibu yang memandang dalam diam.

Bu Dedeh merasa sedih, Jalunya bisa berubah menjadi seperti itu. Sebelum kejadian mengerikan itu, Jalu anak yang baik dan pendiam. Tidak seperti sekarang, berandal dan memberontak. Andai ...

Waktu sarapan tiba, tapi hanya ada Abah dan Bu Dedeh di meja makan. Sementara, Jalu tertidur pulas di kamarnya. Pemuda itu, baru pulang subuh tadi, wajar saja jika mengantuk di siang hari.

"Bah, bagaimana? Ibu sedih liat Jalu seperti itu. Menyedihkan sekali, andai dulu ia tak mengalami kejadian itu, pasti Jalu tetap menjadi anak baik-baik," tutur Bu Dedeh penuh kesedihan. Sudut matanya berair. Apalagi saat mengingat kisah kelam Jalu di masa lalu.

"Jangan diingat lagi, Bu. Sudah saatnya kita menjalankan saran Ustaz Kaffi. Mungkin Ibu punya calon yang pas buat Jalu?" Abah mengalihkan pembicaraan, beliau tak ingin sang istri bersedih lagi. Lelaki itu tahu, bagaimana dulu istrinya hancur, menyalahkan diri sendiri karena tidak becus merawat Jalu.

Bu Dedeh tampak berpikir, menghasilkan beberapa kerutan di keningnya.

"Bu, malah bengong!" sergah Abah membuat Bu Dedeh terlonjak kaget.

"Duh, si Abah. Jangan ngagetin! Ibu lagi mikir, kekira siapa aja kandidat yang harus kita pantau."

Abah melongo tak percaya, dari mana sang istri mendapat istilah itu. Bukannya, itu hanya untuk orang yang sedang dalam pantauan karena Covid-19.

"Dapet istilah dari mana, Bu? Kok keren, amat?"

"Emangnya ibu gak update. Emangnya mesti pasien Corona aja, yang dipantau? Jodoh Jalu juga harus dipantau dulu, Bah."

Abah nyengir kuda. Beliau merasa sang istri makin tak keruan. Ada-ada saja setiap hari. Walau sebenarnya, wanita berkacamata itu menyimpan luka bernanah. Setidaknya, ada kesibukan untuk mengalihkan kesedihannya.

Kedua orang tua Jalu sengaja tidak memberitahu rencana cari jodoh itu. Sengaja, nanti saja jika sudah menemukan calon. Takutnya, Jalu akan menolak, kemudian kabur entah ke mana. Kali ini, mereka harus bisa menekan Jalu agar manut.

Pasangan paruh baya itu kini kembali duduk berdampingan di ruang tamu. Di meja terdapat beberapa foto gadis berkerudung yang entah di dapat dari mana. Bu Dedeh bergerak cepat.

"Masya Allah, Bu. Dari mana Ibu dapat ini semua?" Abah kembali menatap tak percaya, begitu cepat sang istri bergerilya mencari calon menantu.

"Hehehe, ibu dapet dari ibu-ibu kompleks, Bah. Alhamdulillah, ini adalah tiga kandidat terbaik setelah kami seleksi bersama-sama tadi."

"Hah?" Abah kembali membulatkam mata.

"Kenapa, sih? Dari tadi kaget terus?" Bu Dedeh heran.

"Kok, bisa, Ibu bergerak secepat itu? Padahal, baru tadi pagi kita bahas ini."

"Ibu terkoneksi dengan ibu-ibu sini, Bah. Jadi, tadi ibu langsung bikin story di WA, mereka antusias mau bantu," jawab Bu Dedeh tenang. Jemarinya lincah membolak-balik tiga foto gadis cantik berkerudung.

Abah manggut-manggut saja. Beliau tak mengerti, sebegitu efisiennya berkat bantuan teknologi. Ibu-ibu kompleks pun punya grup WA.

"Jadi, ini siapa saja, Bu? tanya Abah.

"Yang ini namanya Aisyah," tunjuk sang istri pada foto gadis bercadar hitam. Matanya menyipit, tanda ia tersenyum.

"Aisyah? Apa mau sama Jalu yang nakalnya kelewatan?"

"Usaha, Bah. Aisyah anaknya Pak Haji Imron. Baru pulang dari Kairo."

"Oh, tinggi, ya, sekolahnya? Nah, yang tampak samping ini siapa?" Lagi Abah bertanya, kali ini sosok gadis berkerudung pink tampak samping.

"Bukan sekolah, Bah. Tapi, jadi TKW di sana. Yang Ini Adzra, anaknya Pak Kosim camat sebelah. Ibu pernah ketemu pas pengajian di kampung sebelah, Bah. Ramah banget orangnya."

Lagi, Abah manggut-manggut. Kali ini, ia bertanya untuk foto terakhir. Seorang gadis imut berhijab hijau yang tersenyum menghadap kamera.

"Nah, kalo yang manis ini siapa, Bu?"

"Oh, ini Maika, Bah. Abah ingat tidak, anak perempuan yang dulu sering nyamperin Jalu ngajak main. Nah, ini, nih, dia yatim piatu, Bah. Sekarang tinggal sama Uwaknya." Ibu merasa kasihan, beliau tau bagaimana keluarga Maika karena dulu tetangga sebelah rumah.

"Oh, iya, Abah inget, Bu. Wah, udah besar aja, ya! Terus rencana ibu ke depannya gimana?" Abah kembali bertanya.

Bu Dedeh mengembuskan napas pelan. Biasanya dialah yang sulit mengerti, sekarang malah sang suami jadi sulit memahami.

"Abah belum mengerti juga?" Wanita berkaca mata itu memelototkan matanya.

Abah menggeleng. Kemudian, tersenyum menampakkan giginya yang tinggal beberapa.

"Ya, kita deketin satu-satu, Bah." Bu Dedeh tersenyum penuh arti.

Hari itu, Abah Banu dan Bu Dedeh mulai mendatangi satu-satu kediaman calon mantu mereka. Tujuan pertama adalah rumah Aisyah, anak Haji Imron yang baru pulang dari Kairo.

Di sebuah rumah cukup besar, abah dan istrinya duduk berhadapan dengan Haji Imron. Lelaki berpeci itu mempertanyakan kedatangan tetangga jauhnya--beda RW.

"Jadi ada keperluan apa tetangga jauh-jauh kemari?" Terdengar nada menghina di suara lelaki tua itu. Apalagi, melihat penampilan sederhana Abah Banu dan istrinya.

"Saya ingin bertanya pada Pak Haji, apakah Aisyah telah dikhitbah orang?" Abah langsung to the point karena tak menyukai basa-basi. Apalagi, berhadapan dengan Haji Imron yang terlihat sombong itu.

Terlihat lelaki tua dengan jenggot memutih itu tersenyum tipis. Bukan tulus, lebih seperti senyum penuh ejekan.

"Maaf sekali, Aisyah sudah saya jodohkan dengan orang Kalimantan. Mahasiswa Kedokteran tamatan Kairo."

Aisyah yang baru saja keluar dari dapur membawa nampan berisi teh dan cemilan, terkejut bukan main. Gadis berniqab itu hampir saja menjatuhkan nampan di tangannya.

"Ayah." Aisyah menyebut nama ayahnya, terlihat sudut matanya mulai berair.

"Masuk, Aisyah!" titah sang ayah.

Gadis itu menurut setelah meletakkan nampan di meja dan kembali ke dalam. Bu Dedeh hanya memandang iba, sudah dipastikan, Aisyah pasti tidak mengetahui keputusan sang ayah.

Merasa tidak enak, Abah segera pamit pulang. "Ya, sudah, kalo gitu, Pak Haji. Saya dan istri pamit pulang. Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam." Haji Imron masih tersenyum.

Di jalan, Bu Dedeh buka suara. "Apa-apaan itu tadi, Bah? Kelihatan sekali Haji Imron sombongnya. Lihat bagaimana matanya menilik penampilan kita dari ujung mata hingga kaki. Emangnya ada yang salah dengan penampilan kita?"

"Sudah, Bu. Gak boleh gitu. Mungkin bukan jodohnya Jalu." Abah tak mau membahasnya lagi, walau dalam hati membenarkan ucapan istrinya.

....

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 07, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Jodoh Dalam PantauanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang