Saat ini Vano dan Shilla tengah berada di taman . Vano merebahkan kepalanya di paha Shilla, sedangkan gadis itu bersandar nyaman di salah satu pohon taman itu. Tangan Shilla bertengger nyaman di kepala Vano sesekali ia mengelus rambut pemuda itu dengan lembut. Mereka ada di taman itu dari sepulang sekolah tanpa berganti pakaian terlebih dahulu. Shilla tidak mengetahui alasan Vano mengajaknya kemari, sebenarnya sudah dua hari ini Vano tidak mau berbicara dengannya. Tapi sepulang sekolah tadi pemuda itu langsung menyeretnya dan di sinilah sekarang mereka berada. Sebenarnya ia penasaran dan ingin menanyakan alasan pemuda itu mengajaknya kemari akan tetapi melihat Vano yang kini terlelap nyaman di pahanya menjadi kasian untuk membangunkan pemuda itu apalagi wajahnya terlihat damai, Shilla mengelus puncak kepala Vino dengan pelan berharap sang empunya tertidur lebih puas. Shilla tersenyum sendiri memandang wajah damai pemuda itu. Kalau tertidur seperti ini Vano terlihat em tampan.Eh . Shilla merutuki perkatannya, ia memukul kepalanya pelan berharap pikiran anehnya itu segera hilang. Vano mengeliat pelan saat kenyamanannya terganggu, merasa ada pergerakan dari pemuda itu Shilla tak tinggal diam tangannya kembali mengelus rambut Vano lembut berharap pemuda itu kembali terlelap nyaman.
"Lama ya nunggunya" Ucap pemuda itu sembali membuka sedikit matanya, gadis itu tersentak dan otomatis menjauhkan tangannya dari kepala Vano. Ia tak menyangka Pemuda itu akan terbangun.
"Gak papa gini aja, gue suka" Ucap Vano sembari menarik tangan Shilla dan menaruh tangan itu di atas kepalanya agar tangan mungil itu kembali mengelus dengan lembut.
"Maaf, Gue buat lo bangun ya?" uvao Shilla merasa bersalah sambil mengelus rambut pemuda itu.
"Enggak kok, gue gak bangun gara-gara lo. Malah gue nyaman lo perlakuin kayak gini" Ucap Vano, ia menghela nafas sebalentar lalu memejamkan matanya lagi menikmati usapan lembut gadis itu.
"Lo pasti penasaran apa alasan gue ngajak ke sini" Shilla hanya berdehem menandakan setuju apa yang di katakan Vano
"Tau gak kenapa?" tanya Vano
"Enggak lah, lo kan belum ngasih tau gue" jawab Shilla
"Gue tuh kangen sama lo " mendengar ucapan sang sahabat Shilla terkekeh pelan. Ia jadi mempunyai ide untuk mengerjai sang sahabat.
"Oh terus?" ucapan Shilla membuat pemuda itu membuka matanya dan beranjak duduk
"Maksud lo?lo gak kangen gue?" tanya Vano sambil melotot tak percaya mendengar tuturan gadis di depannya itu
"Ya terus mau gimana" Vano mengeram marah mendengar tutur sang sahabat
"Tau ah , gue mau pulang" Shilla terkekeh pelan melihat pemuda yang mulai beranjak itu. Ngambek. Pikir Shilla.
"Gak dikejar?" batin Vano dongkol, ia melirik belakang mendapati sang sahabat tengah duduk dengan acuh tak memperhatikannya. Melihat sang sahabat tak mnegerjarnya ia membuang muka acuh dan mendumel tidak jelas. Vano merasakan ada sepasang tangan yang melingakar di pinggangnya.
"Maaf aku cuma bercanda" lirih Shilla yang masih melingkarkan tangannya di pinggang Vano. Beginilah mereka jika ada yang marah atau merajuk pasti menggunakan bahasa "Aku"Kamu". Pemuda itu lalu membalikan badan Shilla dan kini posisi mereka tengah berhadap-hadapan.
"Kamu sih gitu"keluh Vano sambil menggembungkan pipinya tanda marah.
"Maaf aku cuma bercanda" ucap Shilla sambil mencolek pipi Vano. Pemuda itu mendengus kesal melihat sang sahabat mencolak colek pipinya.
"Ckh kenapa dicolek sih" keluh Vano
"Terus, kalau gak dicolek mau gue gimanain?"
"Ya di cium atau dielus-elus" jawab Vano sambil mengedipkan sebelah matanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Heart That Talks (Hati Yang Bicara) [Hiatus]
Teen FictionIni bukan cerita seperti Farel, Rahel dan Luna. Tapi ini cerita tentang Nashilla Ananda Franklin , Ayana Deliana Sanandra, dan Aldiondra Stavano . "Awalnya aku mengira kamu adalah sosok yang dikirim Tuhan untuk mengobati lukaku. Akan tetapi ma...