⚫Part 31. |New Version|

512 36 0
                                    


Selamat membaca.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

_________________

‍‍‍‍Langkah kaki ini terhenti karena sebuah tangan mencengkam pergelangan tangan milikku.

Sebelum menolehkan badan aku sudah tahu siapa pemilik tangan itu, namun biasakah aku berharap bila yang mencegah ku kali ini adalah Ibu kandung ku? Apakah aku bisa berandai bila ia berlari hanya agar bisa memelukku? Meski untuk pertama dan terakhir kali?

Namun nyatanya harapku hanya menjadi harap yang tidak akan teraminkan.

"Sha, maafin Tante Galuh, dan maafin aku karena minta Tante pulang sekarang, harusnya aku tahu kalo kamu engga-----" Aku meletakan satu jari telunjuk di atas bibir keunguan itu.

"Semuanya udah terjadi, engga ada yang perlu disesali-----Iam fine." Di dua kata terkahir aku terpaksa memasang senyum yang nyatanya malah membuatku menitihkan air mata.

"Aku tahu kamu engga sekuat itu." Perlahan tangan itu mengelus pipi yang terdapat cairan bening dari mata, lalu dengan sedikit ragu dia menarik tubuh ku ke dalam dekapan hangatnya.

Aku membalas pelukan itu tak kalah erat dan menangis dalam dekapan hangat Ghafi.

"Fi, mau sekeras apapun gue berusaha, rasanya bakal sama, sakit Fi. Gue engga kuat," Lirihku. "Salah engga sih kalo gue berharap lebih sama dia? Salah engga kalo gue pingin diakui?" Aku melepas pelukan itu lalu menghapus air mata yang terjatuh tadi.

Aku memandangnya lalu tersenyum getir. "Fi, gue jahat banget ya? Gue jahat banget sampai semua orang jauhin gue, semua orang benci gue, ba--ba---bahkan orang yang gue sayang engga mau ngelirik gue, gue manusia yang paling jahat ya? Sampe Tuhan tega hukum gue kayak gini, apa gue terlalu jahat sampe Tuhan aja engga rela gue bahagia? Jawab Fi."



Setelah mengucapkan kata itu aku meraung menangis sejadi-jadinyanya, masa bodoh dengan tanggapan Ghafi untuk hal ini. Yang aku butuhkan sekarang ialah menumpahkan segala keluh kesahku.

"Salah gue apa! JAWAB!!"  Teriak ku akhirnya yang malah membuat si empu yang aku ajak bicara ikut menitihkan air mata.

Aku segera menghapus air mata yang terjatuh dipipi Ghafi. "Lo nangis? Ternyata dosa gue besar banget sampe gue dengan teganya bikin lo nangis. Lo engga boleh nangis. CUKUP! LO ENGGA BOLEH NANGIS!" Aku membentaknya hingga membuat Ghafi membawa tubuh rapuh ini ke dalam dekapan itu dan kami menangis bersama disana.

"Kamu engga berdosa, kamu hanya orang yang paling istimewa karena diberi ujian sebesar ini. Kamu istimewa. " Bisiknya di sela tangisan kami.

Menepis pelukan itu lalu menggelengkan kepala. "Engga! Gue engga istimewa!!! Nyatanya sekarang gue lelah Fi, gue nyerah! Gue mau pergi aja dari bumi ini, gue nyerah!"

"Engga Sha, lo----" Aku menggeleng menanggapi kata yang belum terlontar sepenuhnya itu.

"Gue pamit! Gue lelah Fi!" Aku tersenyum lalu berlari masuk ke dalam mobil dan menjalankan mobil  dengan kecepatan di atas rata-rata, melampiaskan semua perasaan yang ada di dalam jiwa.

Apakah aku bodoh karena baru sekarang aku menyerah? Katakan aku bodoh karena baru sadar akan kenyataan yang tidak akan berubah meski sekeras apapapun aku berusaha.


"AKH!!!"  Tangis ku, aku meraung sepanjang perjalanan yang entah akan membawaku kemana.

Aku buntu, jiwaku porak-poranda.

Hari ini, hari dimana aku dilahirkan, hari dimana takdir ku yang buruk mulai mempermainkan, dimana semua orang merasakan kepedihan, bahkan setelah sekian lama rasanya akan tetep sama, hanya akan ada kepedihan pada hari ini, hanya rasa sakit yang tertanam pada hari yang kata semua orang adalah hari ku.


Drttttt.


Aku menatap sekilas gawai yang menampilkan nama Ayah dalam gawai hitam milik ku. Aku tidak menggubris panggilan itu, biarkan hari ini aku melampiaskan kekesalan dan rasa sakitku, biarkan hari ini aku bertindak sesuka hati, biarkan hari ini aku sedikit terbebas meski hati terasa kebas.

Drttttt.





Drttttt.

Drttttt.

Drttttt.

Drttttt

Bekali-kali gawai itu menampilkan satu nama yang sama dan akhirnya membuatku mengalah. Aku menepikan mobil lalu mengangkat panggilan yang berkali-kali aku abaikan.

"TANISHA!!!! PULANG SEKARANG! Dasar anak tidak tahu diri! Kamu tidak jera dengan kejadian tempo hari?!" Suara bentakan di seberang sana membuat mulut ku tertawa pelan.

"SUDAH GILA KAMU!! SAYA MINTA KAMU PULANG SEKARANG! MAU JADI APA KAMU HAH?! KAMU MAU JADI SEPERTI IBU KANDUNG KAMU YANG JALANG ITU?!"

"Ayah. Aku lelah, aku benar-benar lelah. Aku mohon lepasin aku, aku udah engga kuat bila di jadikan boneka Ayah lagi, aku nyerah Ayah aku capek."

Aku kacau sekarang, aku sudah terlalu lelah jika harus melanjutkan sandiwara yang hanya membuat ku terkurung layaknya burung.

"KAMU LUPA KALO KAMU INI DILAHIRKAN HANYA UNTUK ITU! KAMU HARUS MEMBAYAR SETIAP NAFAS YANG KAMU PUNYA HANYA UNTUK MENGABDI KEPADA SAYA! KAMU ITU BONEKA SAYA! APA KAMU LUPA JIKA KAMU PENYEBAB SAYA KEHILANGAN KEBAHAGIAN! KARENA KAMU SEMUA ORANG KEHILANGAN SENYUMAN MEREKA! HANYA KARENA KAMU!!!!" Aku benar-benar menangis mendengar kata itu, rasanya sakit, sakit sekali, seperti ada berbagai macam benda tajam yang menusuk bebas ke dalam uluh hati. Rasanya seperti ada yang hancur lebur tak terbentuk.

"Kenapa Ayah engga bunuh diri ini sejak dulu, aku engga kuat Ayah. Aku lemah."

"DASAR ANAK TIDAK TAHU DIUNTUNG! KAMU! PULANG SEKARANG!!!! " Setelah mengatakan itu Ayah memutuskan panggilannya secara sepihak, aku belum beranjak satu inci pun, tangisku malah semakin menjadi di menit itu, rasanya sakit sekali mendengar lontaran kata penolakan dari kedua orang tua ku sendiri tepat dihari aku dilahirkan.

Aku menyalakan mesin mobil lalu menginjak gas dengan kecepatan di atas rata-rata hingga karena fokus ku yang bercabang, aku tidak melihat adanya sebuah truk pengangkut barang melaju secara ugal-ugalan di depan ku hingga aku panik dan hendak membanting setir namun belum sempat aku tunaikan, truk itu menabrak mobil ku hingga membuat aku menunduk takut karena kaca mobil ku pecah.


Lengkap sudah hari ini, spekulasi semua orang benar bukan bila hari ini, hari dimana aku dilahirkan akan selalu membawa kemalangan.



Sebelum aku sadarkan diri, aku masih bisa mendengar suara decitan mobil dan suara ledakan yang bersahutan, hal itu semakin menyakinkan bila kecelakaan ini bukanlah kecelakan kecil.

Bau anyir darah dan dentuman keras menjadi sebuah pengiring sebelum semuanya perlahan gelap dan menghilang.


"Ayah! Aku pergi." Lirihku sebelum semuanya hilang dari pandangan menyisakan raga yang terkapar lemah dengan darah yang  terus mengucur.


















Setidaknya dengan kematian membuat semua orang merasa senang.

|

Dari Tanisha untuk semua.






----------------------

Salam.

VK



Makasih yah yang udah repot-repot mampir dicerita yang Absurd ini.

Hehehe jangan lupa tekan bintang dibawah.

Dari Tanisha Untuk Semua [New Version]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang