Author POV's
✈ ✈ ✈
"Senja cepat!"
"Iya Mah sebentar!"
Teriak seorang gadis dari dalam kamar.
15 menit berlalu seorang gadis lengkap dengan baju putih merah yang melekat ditubuhnya dan rambut kuncir satu yang tertutupi topi berlogo tut wuri handayani. ia menuruni anak tangga dengan senyum yang mengembang di bibirnya membuat pipinya terkesan sangat chubby.
AQILLAH SENJANI gadis 12 tahun yang hari ini akan melaksanakan Ujian Nasional terakhirmya sebelum masuk Sekolah Menengah Pertama.
"Aduhh anak papa terlihat bahagia sekali,"
ucap lelaki berumur itu mencium kening putrinya tersayang. sang gadis hanya tersenyum malu di hadapan ayah, ibu dan kasihnya itu.
Dentuman dari sendok dan piring yang bertabrakan membuat suasana menjadi khusyuk. Tak sampai belasan menit ruang makan itu sudah ramai dengan canda-tawa dari masing-masing mereka.
"Mah doakan aku dan adik kecilku yaa,"
pekik anak lelaki melirik jail ke arah Senja. "Pasti dong sayang. semoga lancar ujiannya ya!" Jawab wanita muda sambil mengelus lembut puncak kepala anak lelaki itu.
"Doakan aku dan Senja sampai menikah maksudku," sambungnya sambil terkekeh manis memperhatikan wajah gadisnya yang memerah. Sedangkan kedua orang tuanya yang sedari tadi memperhatikan hanya menggelengkan kepala sambil tertawa memperhatikan wajah anaknya yang merah seperti tomat.
BINTANG ABIMANA, lelaki 13 tahun yang sama-sama sedang menghadapi Ujian Nasional. Bagi keluarga Senja, Bintang bukan lagi orang asing melainkan anaknya sendiri. Banyak yang mengira mereka adik kakak karena sikap dewasa Bintang bahkan tak jarang banyak juga yang mengira mereka dijodohkan karena sikap manis lelaki itu.
"Sudah-sudah. Ayok berangkat nanti kalian telat lho!"
ucap ayah gadis itu memotong kekehan dari sang lelaki yang tak berhenti tertawa memperhatikan wajah putrinya yang tidak karuan karena salting.
kini mereka sudah duduk anteng di kursi penumpang, "Karena ini hari terakhir Ujian. Papa punya surprise untuk kalian!", ucap Pak Bara membuat dua insan disana menatap tak percaya padanya. Dengan antusias Senja menyauti pertkataan ayahnya. "surprise apa pah?!", ucapnya dengan pupil mata yang berbinar bahagia.
"Kalo diberi tau bukan surprise lagi namanya dong.."
saut Pak Bara membuat binaran mata putrinya memudar. "Sudah sana masuk kelas. Jangan lupa buat papa bangga anak-anakku." sambungnya mengecup lembut puncak kepala putrinya. Bintang yang hanya memperhatikan pun menyalimi tangan Pak Bara, tak luput juga ia mencium kening lelaki yang disayangi putrinya. Mereka melambaikan tangan kembali saat sampai didepan pagar sekolah, pak Bara hanya mengklakson dan kembali melajukan mobilnya.
✈ ✈ ✈
Jam sudah menunjukkan pukul 12.35 tapi papah belum juga datang. Sekolah yang mulai sepi membuat keberanianku menipis. Aku berjalan keluar gerbang sekolah kali saja papah sedang mengerjaiku seperti biasa. 30 menit berlalu tak kunjung juga tampak batang hidung-nya. Langit mulai gelap, angin mulai kencang, dan Bintang yang entah datang dari mana berlari menghampiri diriku.
"S-senja! p-papah! papah kecelakaan!"
ucap Bintang terengah-engah. Tubuh mungilku jatuh.
Seakan semesta menusukku dengan belati tajam. Sepertinya langit juga bersekongkol untuk menghancurkanku. ia turunkan hujan yang membasahi luka menganga yang baru saja ditorehkan semesta.
Aku menatap Bintang tak percaya. ku coba bangkit walau akhirnya aku tersungkur lagi. Bintang memelukku seakan memberi kekuatan yang justru membuatku muak akan kenyataan. Aku menjerit bahkan jeritan ini lebih keras dibanding guntur yang menertawaiku. ku coba bangkit lagi walau masih terhuyung aku berlari. menyusuri jalan yang selalu kulewati bersama papa.
"Senja!"
aku kalah. aku mengalah. Deras dan gunturnya lebih terdengar keras sedang menertawaiku.
"Jadi ini. ini hadiah yang papa berikan dihari terakhir ujianku?!"
teriakku dalam dekapan Bintang. Hadiah yang kau berikan melukaiku, sungguh. Kau pergi bahkan sebelum kau melihatku dewasa. Kau pergi bahkan sebelum ku bermanja ria denganmu. Kenapa kau menyiapkan hadiah ini pah? Kenapa?!.
Semesta sangat jahat. Apa salahku? Apa dosaku padanya? Apa mau semesta? Kenapa? Kenapa dia ambil papah? kenapa?!, teriak ku dalam tangis. aku mengadah menarik napasku. ku tatap sebentar Bintang. wajahnya sangat tertera jelas ia sedang menahan sedih.
"Aku tidak pernah meminta apapun pada semesta.", Kutarik lagi napasku, ku pelankan isakku, "Apa aku boleh meminta papah kembali?", ucapku layu. suaraku habis ditelan tangis. isak ku kalah terdengar dari guntur. Tapi. Tuhan tahu, dia tahu apa yang ku doakan walau tak terucap. ia dengar walau tak ku lontarkan. Hentikan bencandanya Tuhan, kembalikan papahku. kumohon.
Pandanganku kabur entah air mata atau air hujan yang melakukannya. kepalaku berat, mungkin karena sedang menompang sesuatu yang tak mampu ku topang. Tubuhku lemah, sepertinya air hujan sudah menusuk masuk ke lapisan terdalam diriku.
Hadiah yang disiapkan papah untukku adalah kepergian. Berat sekali rasanya untuk ikhlas. Mengikhlaskan apa yang tak sanggup ku ikhlaskan dan mengikhlaskan tanpa ada persiapan.
.
Malam ini malam tahlilan papah, tidak terlalu ramai tapi mengesankan kepedihan mendalam. mamah sengaja hanya mengundang kerabat dekat dan tetangga di sekitarku. Katanya, cukup doakan saja selepas sholat.Tak terasa 1 bulan sudah papa pergi. 2 minggu sudah Bintang pergi. Dan selama itu aku harus bertahan sendiri.
Kepergian Papa dan Bintang yang tiba-tiba membuat ku merasa hidup dalam lorong gelap. Harus mampu menyusuri setiap sudutnya tanpa penerangan, menelan semua gangguan yang kudapat karena tak ada penerangan. Dan siap babak belur jika aku tidak beranjak dari lorong satu ke lorong lain.
✈ ✈ ✈
Drrt
Kurasakan benda pipih disaku ku bergetar. Ku usap air di mataku, ku netralkan suaraku.
0857******** is calling
Aku mengerutkan alis. Nomer siapa ini?, dengan ragu kuangkat panggilan masuk itu.
Hei kau bolos lagi?
Ternyata ucapanku tak mempam mengalahkan keras tempurung kepalamu,
Lihat saja. ketemu nanti akan ku kutuk!
Aku menjauhkan benda pipih itu dari telingaku. sungguh sepertinya ia bicara dengan toa masjid, pikirku.
kau ada dimana?
nada tingginya sudah padam, kudekatkan lagi benda pipih itu ke telingaku. Samar, aku mendengar ia menghela napas mencoba meredam emosinya.
Huh. Baik, baik Aku tidak akan menyudutkanmu Senjani, jadi jawab pertanyaanku kau dimana?
Aku masih diam. Aku kenal sekali dengan suara ini, suara yang selalu bisa menenangkanku. ku tarik napasku.
"Aku sibuk.", hanya kata itu yang terlintas dipikirku. Tanpa tunggu jawabnya ku tutup telpon itu dengan kasar.
Tidak mungkin ku bilang aku dikurung dan dilarang bertemu dengannya oleh mamah. Biarlah saja dia marah padaku. pikirku.
Setelah kepergian Bintang kala itu. Aku jarang berkomunikasi dengannya, karena jarak dan keterbatasan alat komunikasi membuat ku perlahan tertutup dengan dirinya. Satu dua surat mungkin terlintas darinya dengan isi yang banyak menceritakan keindahan Bandaneira. Tak ku sangka kali ini ia kembali. Menemuiku dengan sejuta teka-teki perihalku.
untuk mu. Putra Banda, Terimakasih.
Jangan lupa vote and comennt
Luv<3
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang dan Waktu
Teen Fictionselayaknya Waktu yang perlahan menciptakan Ruang. dan selayaknya Ruang yang memberikan Waktu. Kau tau? Saat kau mengharapkan lebih atas usahamu apa yang kau dapatkan selain kecewa? Kecewa atas keadaan yang tak sesuai dengan harapan. Aku membutuhka...