enam

12 0 0
                                    

note:

usahakan membaca chapter ini sambil mendengarkan lagunya on repeat ya. selamat menikmati!

***

Jam di kamar tidur yang belum pernah kuganti semenjak aku pertama kali memutuskan untuk pindah, menunjukkan hari ini belum terlalui bahkan setengahnya. Jarum pendeknya masih dengan santai bertengger di angka sembilan, sedikit malu-malu bergerak menuju angka sepuluh seiring jarum detik yang terus menerus bergerak. Aku mengikat rambut menjadi ekor kuda yang tergantung rendah, merasakan sensasi tajam yang halus di leherku. Aku tidak mendapat hari libur sesering teman-temanku atau lebih tepatnya sesering apa yang mereka duga. Jadi, di antara minggu-minggu tersibuk yang hanya memperbolehkanku bekerja dan istirahat di antara sedikitnya waktu tersisa, aku memutuskan untuk memanfaatkan jam-jam itu seefektif mungkin.

Sudah beberapa tahun setelah aku pindah, tapi apartemen ini belum begitu hangat dan nyaman hingga dengan bangga bisa kusebut 'rumah'. Masih ada ruang penyimpanan di dekat kamar mandi yang sama sekali belum kubereskan, koleksi DVD dan album-album lagu korea yang kubiarkan tertumpuk sembarangan di bawah TV, dan kamar berisi tas dan sepatu yang seringkali kuhindari karena terlalu sesak.

Setelah menghubungkan ponsel dengan speaker yang kuletakkan di meja ruang belajar, aku memulai hari 'bersih-bersih' dari ruang penyimpanan. Ruangan 2x2 meter itu hanya terisi kardus berbagai ukuran. Beberapa masih ditempeli post-it dengan tulisan tanganku: BUKU KULIAH, ALBUM FOTO, POSTER, KULIAH PRE, KULIAH KLIN, KULIAH PG. Menumpuk kardus-kardus dengan tulisan poster, aku melangkah keluar sambil berusaha menyeimbangkan diri agar isi kardus-kardus itu tidak tumpah berhamburan dan menambah pekerjaan. Memulai dari kardus yang paling kecil, aku menemukan poster-poster yang kulipat. Hampir semuanya dengan ujung yang sobek, menampakkan bekas selotip atau perekat lain pernah tertempel. Aku memindahkan hampir semua isi kardus-kardus tersebut ke kantung sampah yang sudah kusiapkan. Beberapa kubiarkan di tempatnya, kebanyakan poster-poster yang ditandatangani, poster event tertentu atau yang kubeli melalui bidding dengan harga yang tidak murah bagi remaja 20 tahunan yang hidup masih dengan uang orang tua. Lagu salah satu band yang sempat kugilai sewaktu SMP berputar, membuatku refleks tersenyum kemudian tertawa kecil. Kalau aku bisa kembali ke masa lalu kemudian bertemu dengan diriku sendiri, aku akan bercerita bahwa laki-laki di band itu juga nantinya akan mengecewakan, remaja 13 atau 14 tahun itu pasti tidak percaya dan akan menunjukkan tatapan sinisnya padaku. Ah, mungkin aku juga akan bilang beberapa tahun ke depan, di bangku kuliah, akan ada laki-laki yang jatuh cinta pada tatapan sinisnya yang bisa membuat banyak orang terintimidasi itu. Remaja naif itu kemungkinan besar akan mengerutkan kening dan menganggap laki-laki itu aneh. Sama seperti aku sekarang, memang nampaknya banyak kesamaan antara Dara sekarang dan Dara naif di kala itu.

Melanjutkan ke kardus-kardus berikutnya, aku mulai memilah-milah catatan mana yang sudah sepantasnya kubuang karena ilmu yang terekam oleh coretan tanganku di kertas-kertas itu sudah tidak relevan. Aku mengernyit ketika terpikir bahwa banyak hal di dunia ini yang egois. Sama seperti catatan ini dengan waktu, dengan ilmu, yang tanpa membutuhkan istirahat, terus-terusan berkembang. Bahwa banyak sekali hal di dunia ini yang tidak tahu bagaimana caranya berhenti. Bahwa suatu saat nanti, aku akan mati tetapi keluarga dan teman-temanku tetap harus bangun di keesokan paginya untuk kembali melanjutkan rutinitasnya. Karena dunia bekerja seperti itu. Karena dunia memang sekejam dan seegois itu. Masih dengan pikiran yang dipenuhi tentang kenyataan-kenyataan pahit yang kebanyakan otak manusia memutuskan untuk tidak menghiraukan, bersama lantunan musik dari speaker--kini memutarkan December oleh TURBO dan Lee Hong Gi--tangan dan mataku bergerak cepat menyisihkan sedikit catatan itu ke kardus kecil. Beberapa catatan yang kurasa masih dibutuhkan. Aku membuat catatan untuk diri sendiri sehingga ingat untuk memindahkan kardus kecil itu ke ruang belajar setelah selesai membereskan semua kardus di ruang penyimpanan.

goneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang