"Mala bantuin bunda cuci piring, ya?" tanya Mala sambil mengambil beberapa mangkuk kotor yang mereka pakai untuk makan tadi.
Bunda Serim mengangguk sambil tersenyum, "Kamu ikutan nonton film bareng mereka juga gapapa kok, Mala. Tapi kalau mau disini nemenin bunda lebih gapapa."
Mala tersenyum dan mengangguk, "Mala disini aja bantuin bunda."
Ia membersihkan mangkuk sementara bunda Serim mengeringkan gelas yang sudah selesai dibersihkan.
"Menurut kamu Serim anaknya gimana deh, Mal?" tanya bunda Serim disela pekerjaannya.
Mala tersenyum, "Serim baik banget, bun. Mala seneng punya temen kayak Serim. Dia juga suka senyum, senyum dia nular banget. Apalagi, Serim perhatian sama Mala."
"Serim gitu ya, Mal?"
Mala menatap bunda Serim aneh. Ia tetap tersenyum setelahnya. Memikirkan betapa baiknya seorang Serim. "Menurut bunda kayak gimana?"
"Serim itu mandiri." Bunda Serim dan Mala duduk di meja makan setelah menyelesaikan pekerjaannya.
Mala masih setia mendengarkan apa yang akan bunda Serim katakan. "Anaknya keras kepala tapi lembut."
"Serim pernah bilang kalau dia selalu dapet nilai jelek di sekolahnya. Tapi, Serim tetep bersyukur sama hasil yang ia perjuangin sendiri."
"Bunda bangga sama Serim. Walaupun ngga pernah ngeluh, bunda tau itu cara Serim buat bikin bunda ngga khawatir." Bunda Serim tersenyum di akhir kalimatnya.
Mala menatapnya dan ikut tersenyum, "Bunda ngga pernah marah kalau Serim dapet nilai jelek di sekolah?"
"Buat apa bunda marah, Mal. Bunda paham kok, Serim sendiri yang tau apa yang terbaik buat dia."
Hatinya menghangat mendengar penuturan bunda Serim. Ia membayangkan bagaimana di posisi Serim yang bebas melakukan apapun. Bunda yang lembut dan ramah penuh kasih sayang juga membuatnya iri.
Bunda Serim menepuk pundak Mala, "Bunda tau kamu orang baik. Tetep sama Serim ya, temenin dia. Mungkin, dia juga bisa bikin kamu tetep senyum gini."
"Percayain Serim. Bunda mau ke kamar dulu, kamu nonton bareng mereka ya. Kalau ada apa-apa panggil bunda aja."
Mala mengangguk dan tersenyum. "Iya bunda."
"Satu lagi. Bunda yakin Serim bisa bantu kamu keluar dari zona kamu sekarang."
Mala memikirkan apa yang bunda Serim katakan padanya tadi. Sampai Hyewon menyenggol tangannya.
"Lo kenapa ngelamun mulu deh. Kita mau pulang, lo mau pulang atau tetep disini sama Serim?" tanya Hyewon sambil terkikik dan menggoda Mala.
Mala yang setelahnya langsung sadar langsung memukul pelan lengan Hyewon. "Gue juga mau pulang, tapi nunggu jam 9 aja deh biar ngga ditanyain nanti."
Serim mendengarnya hanya menghela nafas. Melamun membuat Mala tidak sadar sebegitu lamanya.
"Mal, ini udah setengah 10."
Allen tertawa melihat Mala yang bagaikan orang linglung. Yena yang mengantuk memutuskan untuk diam saja daripada melanturkan hal yang tidak jelas nantinya.
"Gue pulang duluan ya? Kakak gue udah di depan tuh. Makasih banyak tumpangannya, Serim. Kapan-kapan kita main berlima lagi, ke rumah gue gantian," kata Hyewon sambil melambaikan tangannya.
Mala dan yang lain membalas lambaian tangan Hyewon, "Hati-hati, Hye."
Setelah mengangguk menyahuti Mala. Selanjutnya Allen beranjak dan pamit pada mereka karena ia membawa motor dan harus mengantar Yena yang juga tetangganya, sebelumnya Yena jatuh tertidur.
Hanya tinggal Mala sekarang, "Gue pulang ya, Rim. Makasih banyak buat tumpangan sama makanannya. Bilangin ke bunda kapan-kapan gue main kesini lagi," kata Mala sambil berdiri dari duduknya dengan sedikit nyeri menjalar pada kaki bagian belakangnya. Lukanya belum benar-benar pulih.
Serim menahan tangan Mala, "Lo pulang sama gue aja, ya?"
Serim booceen tau, nih! Kalau kalian suka ceritanya, boleh pencet bintang, ya? Terimakasih ♡
KAMU SEDANG MEMBACA
DIFFERENT, SERIM
Fanfiction"Seandainya gue lebih berani dan percaya sama diri gue sendiri, mungkin kita ngga bakal berakhir kayak gini," kata Serim. Namanya, Mala. Berdecak kagum kala seorang di depannya berani menghadapnya lagi, "Lo tau, sebab kita beda. Makanya, Tuhan mau...