“Lo kenapa senyum-senyum sih, Mal?” Hyewon yang baru datang melihat Mala dengan aneh. Gadis itu pagi-pagi begini sudah tersenyum sambil memandang jendela.
Mala hanya menggeleng dan tersenyum, “Hari ini gue mau ikut lo ke kantin lagi ya, Hye? Bolehkan?”
Hyewon duduk di bangkunya, “Boleh sih. Tapi, kenapa?”
“Gue nggapapa kok, Hye. Gue bawa catetan matematika yang lo pesen kemarin.”
Hyewon menempelkan tangannya ke kening Mala. Ia sudah cukup aneh dengan Mala yang kemarin, sekarang bertambah aneh dengan Mala hari ini. Sebenarnya ini hal baik, tapi Mala benar-benar aneh.
Mala tersenyum menatap Hyewon, “Kayaknya bakal asik banget ya punya temen banyak? Bisa pergi piknik. Gue pengen banget piknik.”
Hyewon paham sekarang. Suasana hati Mala sedang baik sekarang. Jadi, ia harus dengan senang hati menanggapi Mala. Ia ikut senang jika teman sebangkunya sejak satu tahun lalu itu mulai membuka diri kepada orang lain. Apalagi teman-teman yang telah Hyewon percaya.
Hyewon memegang kedua pundak Mala, “Lo kapan kosong? Nanti biar gue kasih tau yang lain buat bawa lo kabur.”
“Heh, maksud lo kabur apaan?”
“Gue tau kok kalau lo dipaksa buat kelas tambahan bukan karena lo suka,” kata Hyewon yang mampu membuat Mala bungkam. Ia jadi tahu sekarang siapa orang yang membuka lembaran terakhir bukunya dimana ia mencurahkan hatinya.
Ia sungguh tidak marah jika orang itu adalah Hyewon.
“Minggu gue ada jadwal juga, Hye. Gue gatau deh kapan bisa kosongin jadwal. Nanti kalau bisa, lo mau ngajak gue piknik? Ajakin Allen, Yena sama Serim juga, ya?” mohon Mala pada Hyewon.
Mata Hyewon memincing, “Kenapa Serim juga?”
“Mala, lo disini juga?” Mala dikagetkan oleh suara ringan milik Serim. Ia jadi hafal bagaimana suara itu begitu ringan.
Serim tersenyum saat Mala membalikkan badannya untuk melihat Serim. “Lo juga kesini? Beli apa, Rim?”
“Cuma beli susu kotak sama ciki aja sih. Lo baru pulang les lagi ya? Kok ngga makan di rumah aja?” tanya Serim yang melihat Mala dengan lahap memakan semangkok mie ditemani secangkir kopi. Ternyata perempuan seperti Mala menyukai kopi, itu membuatnya sedikit terkejut.
Serim duduk di sebelah Mala, “Gapapa kok. Gue emang biasa makan di luar kalau pulang les. Di rumah ibu ngga biasa nyediain makanan jam segini.”
Serim ikut meminum susu kotak yang ia beli, “Kan lo bisa bikin sendiri, La.”
Melihat Serim terkekeh membuatnya sedikit nyaman. Ia membiarkan matanya terus menatap Serim yang sedang meminum susu kotaknya. Ia begitu manis di mata Mala sekarang. Menggunakan jaket merah dan joger hitam bisa membuatnya tampak lebih tampan sekarang.
“Kenapa La?”
Mala menggelengkan kepalanya, “Gini ternyata punya temen. Ngga seburuk yang pernah ayah bilang, ya ternyata?”
“Hah, emang ayah lo bilang apa ke lo?”
Mala terkekeh pelan dan kembali memakan sisa mie yang ia tinggalkan tadi. “Lo ngga pulang, Rim? Kenapa masih disini?”
“Emangnya gaboleh kalau nungguin temen gue makan?” Serim tertawa kecil. Ia benar-benar manis.
Serim dalam pikiran Mala sebelumnya hanyalah ketua kelas yang punya nilai lebih rendah dari anggota kelasnya. Tapi, sekarang ia paham kenapa Serim dipilih untuk jadi ketua kelas. Laki-laki ini begitu manis pada orang lain dan sangat senang tersenyum.
Mala menghela nafasnya, “Ngapain emang lo nungguin gue?”
“Mau nganterin pulang. Gue ngga mau temen gue kenapa-napa soalnya.”
Serim membuat hatinya menghangat lagi. Selama ini ia menganggap memiliki seorang teman hanyalah hal yang tidak penting. Namun, sekarang ia percaya pada istilah bahagia itu sederhana.
Karena bagi Mala sekarang, memiliki seorang teman seperti Serim membuatnya bahagia.
Apakah Serim cocok kalau gemes gini?
Ilegal banget gemesnya udah another level
KAMU SEDANG MEMBACA
DIFFERENT, SERIM
Fanfikce"Seandainya gue lebih berani dan percaya sama diri gue sendiri, mungkin kita ngga bakal berakhir kayak gini," kata Serim. Namanya, Mala. Berdecak kagum kala seorang di depannya berani menghadapnya lagi, "Lo tau, sebab kita beda. Makanya, Tuhan mau...