Bab 1

107 9 0
                                    

"Horeee!" Aku senang karena ayah kami mengajakku pergi berkemah. Akuhirnya musim panas tahun ini tidak membosankan.

"Ayah. Berapa lama kita berkemah?" tanya kakakku, Jieun. Kakakku benar-benar suka berkemah. Ia pernah mengikuti kemah di sekolahnya dan bercerita mengenai kemahnya selama satu bulan padaku.

"Apakah aku harus menyiapkan pakaian sendiri?" tanyaku. Aku tidak suka bersiap-siap, membersihkan rumah, atau apapun itu. Mungkin karena itu aku sedikit lebih gemuk dari kakakku. Hanya sedikit kok.

"Kau harus mulai belajar mandiri, Chaeryeong. Kau tidak boleh manja selamanya," jawab ibuku. Ibuku adalah orang yang rajin. Tapi entah mengapa aku tidak menuruni sifat ibuku. Ayahku juga tidak begitu pemalas. Mungkin aku adalah versi sempurna dari ayahku.

"Tapi bantu aku." Aku tahu sebenarnya jika ada yang membantuku pasti aku hanya membantu sedikit. Tidak, aku hampir tidak membantu sama sekali. Aku hanya mengambil barang, menjatuhkannya, lalu semua itu diambil alih oleh ibuku.

"Ibu hanya melihat saja. Jika kau menjatuhkan barang, maka urus barangmu itu sendiri," ucap Ibu sambil menekan kata 'sendiri'. Aku kalah. Tentu saja. Ibu adalah orang yang paling bisa menepati janji diantara kami berlima. Ya, berlima. Aku memiliki adik bernama Lee Taeseung.

Aku terpaksa bersiap sendiri. Benar-benar sendiri. Sungguh. Ibu tidak main-main denganku. Kalian tahu? Kemah ini berlangsung selama 5 hari. Aku belum pernah menyiapkan baju untuk 5 hari. Aku hanya bisa menyiapkan baju untuk satu sore.

Kami telah sampai di Greenwood Forest. Dari luar tampak pohon basswood berhimpitan rapi sepanjang jalan setapak. Hutan ini terlihat seperti hutan di film-film. Tentu saja karena aku jarang melihat hutan.

"Ayo kita berkeliling, Taeseung," ajakku. Aku lebih suka bermain bersama Taeseung daripada dengan kakakku, Jieun. Kakakku suka mengeluh jika kuajak bermain.

"Ayo!" jawab Taeseung. Ia langsung bersemangat. Kami terkadang-maksudku selalu- kompak. Tapi Jieun selalu diam dan mengeluh. Aku berharap ia jatuh ke jurang terdalam di hutan ini ketika ayah memintanya mencari kayu bakar atau sejenisnya. Kurasa ia tidak berpengaruh bagi keluarga kami. Ia hanya bisa diam dan mengeluh.

Tapi aku sendiri adalah anak yang pemalas. Setidaknya aku selalu menunjukkan tanda-tanda kehidupan dengan bermain bersama Taeseung. Benar bukan?

"Ayah. Kami akan berkeliling. Aku mengajak Taeseung." Aku berpamitan pada ayah. Ayahku sedang mendirikan tenda kami. Ibu sedang menyiapkan makan siang. Dan jangan lupakan Jieun yang sedang menceramahi ayahku karena salah membuat tenda.

Kami berkeliling melewati jalan setapak. Taeseung berada tepat di sebelahku. Ia mengagumi indahnya hutan ini. Tapi entah kenapa aku sedikit ngeri melihat hutan ini. Antara aku yang tidak biasa melihat hutan yang gelap atau memang di sini menyeramkan.

"Tae. Menurutmu apakah hutan ini sedikit menyeramkan?" tanyaku. Taeseung masih saja memandangi pohon oak yang tumbuh tinggi dan besar di depan kami. Pohon oak itu seperti memperingatkanku untuk tidak mendekatinya.

"Entahlah," jawab Taeseung. "Kupikir hutan ini sangat menakjubkan. Aku jarang sekali melihat hutan. Mengapa kau tidak menikmatinya saja? Kau mulai seperti Kak Jieun." Apa? Kak Jieun? Tidak. Aku tidak ingin menjadi seperti kak Jieun. Aku cukup pemalas saja. Maksudku, mengapa sedari tadi aku mengaku bahwa aku memang pemalas?

"Mungkin kau benar. Entahlah. Aku merasa ada yang aneh." Kupikir itulah kenyataannya. Mungkinkah aku akan jatuh ke jurang paling dalam di hutan ini? Tapi itu untuk Jieun. Ya, aku memang adik yang jahat.

Kami kembali ke tempat kami berkemah. Tempat kami berkemah tidak berada di tengah hutan. Sedikit berada di luar hutan. Kami masih dapat melihat parkiran mobil walau hanya sedikit. Bukankah ini tidak begitu di dalam? Aku bertanya-tanya apakah ada jurang di sekitar sini.

"Jieun, kau carilah kayu bakar," pinta ayahku. Sepertinya salah satu tahap dari rencana penghangusan kakakku telah berhasil tanpa aku melakukan sesuatu.

"Apa? Mencari kayu bakar sendirian? Tidak. Kami mencari kayu bakar secara berkelompok kurang lebih dua sampai tiga orang. Aku tidak ingin tersesat di hutan ini sampai aku benar-benar hafal hutan ini." Sangat bijak! Menurutku. Lalu aku harus ikut dengan kakakku dan dikuliahinya sepanjang perjalanan? Oh tidak! Aku tidak ingin ikut.

"Chaeryeong. Kau ikut denganku. Taeseung terlalu kecil. Ia tidak akan kuat mengangkut kayu bakar." Seketika Taeseung langsung memelototi Jieun dan menjulurkan lidahnya. Aku juga ingin melakukannya. Tapi ada orang tuaku yang siap menceramahiku untuk tidak memberi pengaruh buruk bagi adikku.

"Baik," ucapku malas.

Kami pergi mencari kayu bakar melewati jalan setapak yang berlawanan dengan yang kulewati dengan Taeseung. Setidaknya aku tidak perlu melihat pohon oak itu lagi, kan?

"Hei, Chaeryeong. Aku akan berharap kau ditelan bumi sekarang juga. Kau tahu? Bajumu itu tidak cocok. Kau tidak memiliki selera dalam style. Maksudku apakah baju pendek polos cocok dengan celana jins pendek merah?" Baiklah, aku mulai berharap ada jurang menghampiri kami berdua.

"Lalu apa yang harus aku kenakan? Aku harus memakai celana jins panjang pudar?" tanyaku dengan nada mengejek.

"Ya." Hebat. Singkat dan jelas. Ia mengatakannya dengan nada bangga. Hei!

Kami berjalan menyusuri jalan setapak. Di tanganku sudah kupegang beberapa kayu bakar yang sudah kering tentunya. Aku kembali berjalan ketika aku melihat seorang anak seusiaku melambaikan tangan padaku.

Apa aku mengenalnya?

Mystery Series : Greenwood Forest ft. Ahn SeongminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang