Zee berdiri di depan pintu ruangan pak Zaid, tidak ingin mengetuk ataupun berniat masuk. Ia masih sibuk menerka-nerka apa yang akan di katakan pria paruh baya itu, mungkinkah berhubungan dengan kejadian kemarin menyangkut anak kesayangannya yang suka merajuk.
"Ngapain kamu disini, ganggu jalan aja." tukas seseorang dari belakang Zee lantas membuka pintu ruangan dan masuk begitu saja.
"Wah, minta di kasih pelajaran tu bapak songong,"
"Permisi pak, ada keperluan apa ya?" ucap Zee sembari membuka pintu dan menemukan Kafka tengah duduk di sofa yang biasanya digunakan tamu dengan handphone di tangannya.
"Masuk Zee, silahkan duduk. Sebentar ya, bapak selesaikan dulu tugas bapak."
Zee mengangguk patuh, lantas duduk di seberang Kafka yang begitu fokus dengan handphone di tangannya. Tak memperdulikan siapapun di sekitarnya.
"Ayah, Kafka pergi dulu ya. Hari ini nggak ada jadwal di kelasnya dia kan, jadi Kafka langsung saja ya, ada perlu sama Professor."
Pak Zaid menoleh sebentar lantas menganggukkan kepalanya, begitu mendapat persetujuan Kafka, langsung pergi meninggalkan ruangan ayahnya.
"Pak Zaid, sebentar ya, saya mau bicara dulu sama pak Kafka,"
Zee lantas keluar dari ruangan tersebut lantas memanggil Kafka yang sudah cukup jauh dari jangkauannya.
"Pak Kaf!"
Alis Kafka terangkat, ada keperluan apa gadis kecil itu sampai mau repot-repot berlari untuk menghampirinya.
"Pak Kaf! Cepet banget si jalannya, bikin capek aja."
"Lah, yang suruh kamu lari siapa? Saya nggak ada itu nyuruh kamu ngejar saya, lagipula kalau kamu mau minta maaf masalah kemarin, tenang udah saya maafkan."
"Dih, siapa juga yang mau minta maaf, ini dompet bapak ketinggalan di sofa. Ya sebenernya nggak papa si, orang ketinggalan di ruangan bapak sendiri, tapi siapa tau butuh." ujar Zee sembari memberikan dompet kulit berwarna coklat pada pria di depannya itu.
"Oh ini, makasih" jawab Kafka mencoba tenang.
Zee mengacungkan jari jempol kanannya, lantas pergi menuju ruangan pak Zaid kembali.
"Zee!"
Alis Zee terangkat menatap Kafka bersamaan dengan langkahnya yang berhenti.
"Kamu suka apa? biar nanti saya bawakan?"
Gadis berambut hitam itu mengangkat jari telunjuk dan jempolnya ke dagu, memikirkan apa yang ia inginkan.
"Jus Alpukat aja Pak," Kafka mengacungkan jempol
"Sama basreng satu kilo" lanjut Zee lantas melanjutkan langkahnya, menahan tawa.
"Biar mampus" desis Zee menahan kekehannya sendiri.
_
"Non, ada Den Kafka di bawah." ucap Mbok Inem di balik pintu kamar Zee.
"Ah iya mbok, bilang saya masih ganti ya," jawab Zee yang membuka pintu kamarnya sedikit.
Mbok Nem, begitu akrab di sapa. Wanita dengan rambut memutih berumur 50 tahun itu sudah merawat Zee sejak bayi. Beliau juga merupakan saksi kisah pilu keluarga Sean. Paling hafal sifat Zee, meski semua orang bilang gadis itu berubah, di mata Mbok Nem, gadis cantik itu tetaplah Zee.
"Sebentar ya Den, masih ganti baju anaknya. Maaf sekali harus menunggu. Mau minum apa Den?"
"Air es aja Mbok, terimakasih"
Kafka melangkahkan kaki ke meja dekat taman, memilih menunggu Zee disana, karena lebih sejuk saja. Hari ini sangat panas, dan sialnya lagi ia harus kesana-kemari hanya untuk mencari titipan Zee.
KAMU SEDANG MEMBACA
R A I N Z E E (Re-upload)
Teen Fiction"Sampek dunia mau roboh, gw gak bakal suka bahasa inggris" -Zee "Ada banyak sekali hal yang terjadi di luar rencana kita Zee, buktinya saya dan kamu" -Kafka _ "Pelit amat" "Harus dong,biar cepet kaya" "Nikah aja sama saya,auto kaya kamu" -Kafka "Aut...