Rasa Sakit itu Ada

15 2 0
                                    

Assalamualaikum Kawand,
Skuy kita mulai lagii.. jangan lupa vote dan komennya yukkk!!!

Udah?

Udah belom??

Udah??
Oke Syukron Jazakumullah khairan katsiran😍😍


No edit, maaf kalo ada typo...

Selamat membaca




****

Tak apa aku tak bisa memilikimu, hanya melihatmu bahagia, sudah cukup memenuhi relung hatiku. Aku tak akan memaksakan takdir ini untuk kita.

-Hisyam-

*Flashback 3 Hari sebelum acara lamaran ke rumah Rahma*

Hisyam pov

"Assalamualaikum om, maaf sore-sore mengganggu waktu santai om." Ucapku begitu turun dari mobil

"Waalaikumsalam, nak Hisyam. Santai saja, ada apa ini sore-sore datang ke rumah om?" Tanya Ayah Rahma (Om Pian).

"Boleh bicaranya di dalam om? Soalnya ini sedikit penting om." Sahutku

"Oh ya ampun baik-baik, ayo masuk nak." Aku dan om Pian segera masuk ke dalam rumah dan menempatkan pantat kami di sofa ruang tamu.

"Kamu mau minum apa nak? Biar disiapkan." Sahut om Pian begitu kami duduk

"Tak perlu om, saya disini hanya sebentar saja." Ucapku tegas, om Pian hanya menganggukan kepalanya.

"Jadi apa maksud kedatanganmu kemari, Syam?" Tanya om Pian to the point kali ini.

"Maaf sebelumnya jika saya lancang kepada om, saya berniat untuk mengkhitbah putri om, Rahma. Jika om berkenan merestui saya, maka selanjutnya saya akan membawa orang tua saya menghadap om dan bundanya Rahma." Ucapku dalam sekali tarikan nafas, kalian tau kan gimana perasaanku saat ini? Itu jantung rasanya mau copot sangking kencangnya berdetak.

Aku terus merapalkan doa doa agar niat baikku direstui oleh calon mertuaku.

Calon mertua?

'ya ampun Syam, pede sekali kamu mengatakan itu. Sepertinya akan sulit mendapatkan restu ayahnya Rahma.' batinku merana.

Hmmm... Hmm.. om Pian berdehem entah menunjukkan apaa, tapi aku tetap duduk tegap untuk meyakinkan beliau bahwa aku sangat siap meminang putrinya.

Sekitar 2 menit, ruang tamu itu sunyi tanpa ada kata apapun.

"Pulanglah." Hanya kata itu yang om Pian keluarkan kepadaku. Entah maksudnya apaa, menyetujui atau tidak, aku tidak dapat mengerti bahasanya.

Aku bimbang antara pulang atau mendesak om Pian berterus terang.

Jika boleh jujur, ingin sekali aku mendesaknya untuk mengatakan Ya atau tidak saja. Tapi aku tahu itu tidak sopan.

Dengan pasrah aku menghadap kepdanya dan mencium tangannya dan pergi keluar rumah.

"Assalmualaikum wr.wb." tak ada balasan yang aku dengar dari beliau, entah kenapa beliau tidak menjawab salamku, apakah itu tanda bahwa aku tak diterima olehnya?

Apakah aku harus menyerah sebelum berjuang? Kenapa perasaan ini harus kuhapus dikala baru hadir rasa yang baru ini.

Aku tidak tahu kenapa hanya karena perasaan, begitu melukai hatiku. Apakah begini namanya patah hati?

Bukan karena kekasih wanita yang menolak, tapi sebuah rasa yang menggantung.

Aku bimbang di persimpangan dua jalan, satu jalan menyuruh untuk terus berjuang karena aku belum merasakan memperjuangkan, Tapi di satu sisi menyuruhku untuk menyerah karena tak ada sebuah restu untuk memulai.

Apakah kalian pernah merasakan patah hati? Apakah begini rasanya? Seperti hati ini dicabik cabik dengan tanpa perasaan, apakah begini rasanya? Seperti luka yang ditabur dengan garamkah rasanya? Tolonglah kenapa luka ini begitu menyakitkan, dia tak berwujud tapi begitu menyiksa batinku.

Bagaimana Rahma bila menunggu kedatanganku, apakah aku mampu menampilkan senyum palsu padanya yang seolah-olah tak ada peristiwa apapun, apakah aku mampu? Aku tak tahu harus bagaimana, tuhan kembali memberikanku dua jalan yang akupun tidak tahu apakah bisa mengambil jalan salah satunya atau tetap diam seperti pengecut.

Aku hanya bisa pasrah dan tawakal kepada tuhan, jalan apa yang mesti kuambil. Kuharap nanti pilihannya yang terbaik untukku dan untuknya.













Maaciw sudah meluangkan untuk membaca.

Kenapa yah Om Pian malah gamau jawab pertanyaan Hisyam?

Jadi gemes deeh aku...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 30, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KHITBAH (new Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang