Delusi |4|

106 13 1
                                    


Ephiphany 'Kim SeokJin'




"Chiko." panggil Naya dengan bibir terulas. Gadis itu malah semakin gugup ketika Ergan juga bertanya tentang dirinya.

Farel memesan dua nasi goreng. Dan di balas anggukan oleh Pak Banun.

Laki-laki itu melihat Alan hanya sibuk sendiri dengan ponselnya. "Lan, sibuk apaan sih lo?"

Naya bergumam dalam hati, Alan jangan peduliin omongan Farel. Tetep fokus aja sama ponsel.

Alan hanya berdehem menjawab pertanyaan Farel.

Naya membisikkan sesuatu pada Farel, "Rel, kita pesen bungkus aja ya."

Alan bingung, rasa lapar yang menghuni perutnya semakin menjadi. "lah, Nay. Gue udah laper."

"Gue, perut gue sakiiit." bohong. Naya berujar bohong pada Farel. Nyatanya perut gadis itu baik-baik saja.

"Hem iyadeh. Tunggu bentar. Gue bilang sama penjualnya."

Setelah beberapa menit, Farel kembali dengan sekantong plastik kresek berwarna putih. Menentengnya lalu mengajak Naya pulang. Farel juga tak lupa berpamitan pada ketiga remaja itu.

Dua remaja lain jenis itu telah sampai. Naya yang lebih dulu menuju kamar mandi. Ia membasuh mukanya kasar. Dirinya masih gugup. Ia membiarkan Farel yang masih di ruang makan menunggunya.

Lalu ia bergegas keluar menemui Farel. Laki-laki itu masih anteng dengan ponsel yang di miringkan, dia malah bermain game.

Naya mencebikkan bibirnya, sedikit kesal dengan. Farel, "katanya laper malah maen ponsel."

"Males ambil sendok." ujar laki-laki itu ringan. Tetap fokus pada ponselnya.

Naya beranjak ke rak dapur. Mengambil dua piring dan dua sendok. Tak lupa ia juga membuat sebentar jus mangga yang akan menemaninya makan nanti.

Meletakkan di atas meja dan mulai membuka bungkusan nasi itu. Milik Farel ia biarkan saja, karena sang empunya tetap diam tak bergerak.

Mendengar dentingan sendok, laki-laki itu menoleh. Di dapatinya, Naya sedang menikmati makanan itu. Farel kesal. Gadis ini benar-benar tidak peka.

"Nay,"

Naya berdehem, mulutnya masih penuh dengan nasi itu.

"Nggak peka banget, sih."

Naya hanya menaikkan alisnya sebelah. Seolah ia berbicara 'ada apa'

Farel hanya diam. Lalu membuka paksa bungkusan itu. Mengambil sendok dengan muka kesal.

Keduanya mulai makan, menghabiskan makanan itu dalam waktu singkat. Setelah selesai dengan makanannya, Naya mengambil piring kotor itu dan berjalan menuju dapur untuk di cucinya.

"Nay, katanya tadi lo sakit perut." ujar Farel. Ucapan itu membuat pergerakan Naya terhenti.

Naya hanya diam. Mencoba menghiraukan ucapan Farel. Namun lagi-lagi Farel mengucapkan kalimat yang membuat Naya benar-benar diam.

"Apa karena tadi, ada Alan?"

-Delusi-

"Woii, jamkos lagiii." teriak Zafi selaku seksi pendidikan di kelas ini. Laki-laki itu baru saja mendatangi kantor guru bermaksud menemui Pak Samsul yang memiliki jadwal di kelas tersebut. Namun, laki-laki paruh baya itu sedang ada di luar kota untuk kepentingan.

Zafi langsung berteriak riang. Seisi kelas juga ikut merasa senang. Walaupun, tugas memang masih ada. Tapi setidaknya tugas itu bisa di kerjakan di rumah nanti.

Sebagian murid laki-laki mengeluarkan ponselnya, entah sedang bermain sosial media ataupun game. Para siswi juga melakukan hal sama tapi hanya sebagian juga. Murid yang memiliki kriteria taat pada guru, juga langsung mengerjakan tugas itu.

Sama halnya dengan Naya. Gadis itu juga membuka ponselnya, aplikasi wattpad adalah tujuannya. Ia juga mengeluarkan beberapa buku yang akan ia kerjakan juga. Jadi, ia membaca wattpad sambil mengerjakan tugas.

Dede beranjak berdiri menuju bangku Sindi. Ikut duduk di sana dan mulai bercerita. Dania juga ikut bergabung. Mereka bercerita. Tergelak bersama ketika ada candaan lucu dari masing-masing bibir mereka.

Naya mendengarnya. Karena mereka bercerita tepat di bangku belakang gadis itu. Naya mendengarkannya tapi kemudian ia bersikap acuh lagi. Ia hanya melanjutkan mengerjakan tugas tadi.

"Beneran, Sin?" suara keras dari Dede cukup mengusik Naya.

"Iya dong, Alan tuh sebenernya ada rasa sama gue."

Naya benar-benar menghentikan tulisannya itu. Matanya menyipit, melirik para gadis yang tengah bicara di belakangnya ini. Satu kata yang membuat dirinya penasaran, 'Alan'. Laki-laki itu lagi.

Naya mendesah pelan. Benarkah ia memang menyukai Alan? Rasa ini, entahlah baru beberapa hari Naya mengenal sosok laki-laki itu.

Sindi terus bercerita mengenai hal yang ia alami kemarin. "dia tuh aslinya care sama gue, tapi dia gengsi."

Sikap murid di sekitar hanya acuh. Laki-laki yang menjadi bahan perbincangan pun hanya sibuk dengan ponsel miringnya.

"Gengsi apaan? Alan tuh orangnya emang gitu." Dede juga ikut menimpali.

Naya benar-benar tidak fokus lagi. Matanya memejam menghalau perasaan asing yang bercokol di hatinya. Gadis itu lalu menutup bukunya dan mencoba menghiraukannya dengan membuka aplikasi YouTube untuk sekedar menilik video K-Pop andalannya, BTS.

Dia terlalu fokus, dan gadis itu memang ingin fokus dengan apa yang ada di depannya ini. Dia benar-benar menulikan pendengarannya mengenai cerita Sindi di belakangnya.

Hingga bel berbunyi, menandakan sekarang adalah waktunya istirahat. Gadis itu menyimpan ponselnya di tas. Lalu mengambil beberapa uang dalam saku tasnya. Berjalan ke kantin karena ajakan Dede tadi.

Bakso, satu makanan itu sedang terlintas dalam otak gadis itu. Memikirkannya saja sudah membuat perutnya keroncongan. Tak butuh waktu lama ia segera memesan bakso itu pada Pak Ojin---selaku penjual bakso di sini.

Keduanya-Naya dan Dede-sibuk dengan pesanannya masing-masing. Naya mulai melahap makanannya berkuah itu. Sama halnya dengan Dede-gadis itu memesan semangkuk mie ayam- yang mulai memasukkan mie itu ke dalam mulutnya.

Tak lama dari itu juga, laki-laki manis yang berasal dari lain kelas menghampiri keduanya. Tak perlu basa-basi, Farel langsung menyambar sendok Naya yang menganggur, karena perempuan itu hanya menggunakan garpu ketika mengambil bulatan bakso kecil itu.

Naya tersentak kaget dengan kedatangan Farel yang tiba-tiba, "ih, Farel apa-apaan sih?"

"Laper, Nay." adu laki-laki itu yang baru saja menelan kuah bakso itu.

"Laper ya makan lah, Rel. Ngapain ngadu sama Naya sih?" Dede berujar sedikit sebal pada Farel. Memang mereka tidak sekelas, tapi bagi Dede Farel cukup terkenal sedangkan Dede sendiri adalah anak OSIS, jadi bisa saja keduanya saling mengenal. Itu tidak aneh bagi mereka.

"Lo ngomong sama siapa, Ndut?" Farel terkikik ketika melihat nada kesal yang tersirat dari muka Dede karena laki-laki itu menyebutnya 'Ndut'

"Sama demit nih, yang maen nyosar-nyosor makanan orang." ujarnya tanpa menoleh Farel yang masih terkikik.

"Demitnya pasti ganteng ya, Ndut. Secara lo manggilnya sambil senyam-senyum gitu. Lo pasti naksir kan sama demitnya?"




Tandai typo ya.
Soalnya selese ketik langsung publish ini.

Gimana sih cara ngilangin badmood, biar kita bisa lancarrr nulis teruuussss

And the last, komen yang banyak biar aku cepet Update cerita ini, oke.
Komen dari kalian, membantu saya bersemangat lanjutkan cerita ini.

DelusiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang