Delusi |8|

93 12 5
                                    

This Love 'Davichi'
#ngena banget lagunya, aku puter berkalekale tetep aja nggak puas.

Tandai typo ya😊

"Sekarang ibu mau bagi kelompok."

"Kelompok pertama terdiri dari--" Bu Sania melihat-lihat nama yang tertera dalam buku absen, "--Chiko, Danil, Fatia dan Sofie."

Naya menatap was-was pada guru muda itu. "Naya nggak mau kalo harus satu kelompok sama Alan, Naya deg-degan." gumamnya dalam hati.

Dede menepuk pelan lengan Naya. "semoga kita satu kelompok ya, Nay."

Naya tersenyum. "Naya juga pengennya gitu, De."

Bu Sania melanjutkan pembagian kelompok, "kelompok kedua ada Alan, Ergan, Sisi--"

Alan mendesah berat, "kacau kalo satu kelompok sama Ergan." ujarnya pada Chiko yang duduk di sebelahnya. Laki-laki itu juga menggelengkan kepalanya. Dan Ergan hanya terkekeh melihat Alan.

"Dan, Naya."

"Nah kan, mampus lo Nay." gadis itu mengejek dirinya sendiri dalam hati.

"Yah, Nay. Kita nggak sekelompok." desah Dede kecewa dan hanya di tanggapi Naya dengan tersenyum.

Guru itu lalu melanjutkan menyebut nama-nama yang lain. Di samping itu, Naya benar-benar gugup. Bagaimana ini? Jantungnya benar-benar berpacu kencang saat ini.

Lalu setelah semua murid mendapatkan kelompoknya masing-masing, Bu Sania selaku guru pendamping itu pun menyuruh mereka agar bergabung pada kelompoknya.

Naya dengan ragu melangkah menemui Ergan, Alan dan juga Sisi yang sudah lebih dulu berkumpul.

"Nay, cepetan." teriak Ergan sambil mengangkat tangannya ke udara pada Naya.

"Eh, iya."

Masing-masing murid menempati tempat yang sudah di sesuaikan. Semua kelompok terdiri dari empat anak : dua laki-laki dan dua perempuan.

Naya duduk di hadapan Ergan. Kursi itu di balikkan ke belakang agar masing-masing anggota dapat mengelilingi pusat meja. Sedari tadi hanya ada suara Ergan yang mencoba mengajak bicara orang di dekatnya, termasuk Alan. Tapi laki-laki itu masih diam seperti memikirkan sesuatu.

Lalu, Sisi--gadis itu sedang berbicara dengan Aline yang ternyata duduk di belakangnya. Naya hanya diam. Sesekali Ergan juga mengajaknya bicara, tapi gadis itu meresponnya dengan senyuman.

Hingga suara menginterupsi dari Bu Sania membuat suasana hening karena memperhatikannya mengarahkan tugas yang akan mereka kerjakan.

"Kalian harus membuat observasi di sebuah tempat, lalu menulisnya dalam sebuah artikel."

Ujung tangan Ergan terangkat, "buatnya dalam bahasa inggris, bu?" pertanyaan laki-laki itu di hadiahi beberapa sorakan banyak siswa maupun siswi.

Jelas saja mereka menyoraki laki-laki berambut jabrik itu, Bu Sania adalah guru bahasa inggris jelas membuat artikel itu dengan bahasa tersebut.

Setelah suara sorakan itu berhenti, juga ada Chiko yang mengangkat tangan berniat bertanya.

"Gimana, Ko?"

"Mengenai tempatnya, bebas kan, Bu?"

Pertanyaan itu hanya di jawab oleh anggukan dari guru itu. Lalu bel berbunyi menandakan, sekarang adalah waktu pulang. Mereka lalu menuju bangkunya masing-masing dan berberes juga bersiap untuk pulang.

"Oh, ya. Untuk ngerjain tugasnya mending kumpul di rumah Alan aja, gimana? Lan?" Ergan mengusulkan idenya sebelum Naya dan Sisi keluar dari kelas.

"Gue ngikut aja."

DelusiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang