Delusi |6|

83 14 3
                                    

So Far Away  -Suga, Jin, Jungkook-

Ngerasa ga guna banget jadi anak. Nggak bisa ngapa-ngapain pas orang tua lagi susah. #curhatteroos.



"Kita makan di luar aja ya. Mama males masak."

Naya tersenyum. Dia mengiyakan ajakan Yunita. Gadis itu lalu membereskankan buku-buku yang tadi ia keluarkan untuk mengerjakan tugas.

Waktu menunjukkan pukul sembilan malam. Gadis itu melewatkan makan malam, begitu pula dengan Yunita. Wanita itu mungkin tidak tahu kalau Naya juga melewatkan makan siangnya tadi.

Setelah selesai mandi dan membersihkan diri, wanita itu lalu mengajak Naya keluar untuk makan.

Mereka menghabiskan waktu beberapa menit untuk makan. Makan malam hanya di temani keheningan. Ketika Yunita bertanya kepada Naya tentang bagaimana sekolahnya, gadis itu hanya menjawab seadanya.

Kedua perempuan berbeda generasi itu lalu keluar dari rumah makan bernuansa klasik dan berjalannya beriringan. Yunita lebih dulu berjalan di depan, lalu Naya mengekor di belakang.

Suara gedebum berasal dari tengah jalan sempat mengagetkan beberapa orang di sana, termasuk Yunita dan Naya. Mereka memekik karena kaget. Orang-orang berhamburan ke jalan melihat apa yang tadi mengusik pendengarannya.

Dua mobil lain warna saling bersitatap. Salah satu mobil di sana hampir rusak parah, karena bagian lampunya pecah dan, Yunita tahu itu mobil siapa.

Wanita itu langsung berlari menuju kerumunan dan tidak salah lagi, itu adalah mobil atasannya.


-Delusi-

"Lo Nataya, bukan?"

Gadis itu mendongak, suara yang memanggilnya memang sudah tak asing. Mata kecil itu mengerjab. Dia terkejut.

"Iya." Naya hampir tak percaya bahwa di depannya ini adalah Alan. Gadis itu masih dengan tatapan terkejut.

Jawabannya Naya teralihkan oleh suara Yunita. "siapa, Nay?"

"Temen Naya, Ma." gadis itu menoleh pada Yunita.

"Saya Yunita, sekretaris Pak Ronal. Tadi kami nggak sengaja liat ada kecelakaan dan ternyata dia adalah atasan saya. Jadi saya ikut kesini, takutnya papa kamu di sini sendirian." jelasnya pada Alan agar pemuda itu tak menaruh curiga padanya.

"Makasih, tante." laki-laki itu mengangguk mengucapkan terima kasih karena telah menolong sang papa.

Lalu Alan pamit pada dua perempuan itu, sedikit melirik pada Naya yang masih menundukkan kepalanya. Lalu ia ikut masuk menuju ke ruangan yang di sana terdapat kedua orang tuanya.

"Papa nggak papa, kok?" ujar laki-laki yang tengah berbaring di ranjang putih dengan dahi terbalut dengan perban.

"Nggak papa gimana, ini sampe merah-merah. Papa ngelamunin apa sih, sampe kecelakaan gini." wanita itu menyentuh rahang lelaki itu yang terlihat memerah.

"Tadi temen papa masih di sini," ujar Alan dan membuat Heni menoleh.

Lelaki itu merubah posisinya menjadi duduk, "oh, tolong kamu anterin, Lan. Kasian mereka."

Alan hanya mengangguk. Lalu keluar dan berniat menemui Naya dan wanita muda tadi.

Namun, kursi yang tadi di duduki gadis dan wanita itu telah kosong. Alan celingak-celinguk mencari keberadaan mereka, tapi nihil.

Untuk itu, Alan kembali ke dalam menemui kedua orang tuanya tadi.


-Delusi-

"Nay, semalem gue telponin elo."

Naya hanya menyerngitkan alisnya. Gadis itu tidak tahu kalau Farel menelponnya. Lalu melanjutkan memakan beberapa potongan gorengannya tadi.

Laki-laki itu menggeser posisi duduknya agar lebih dekat dengan Naya. "lo, udah tidur ya." tanyanya sambil mencomot potongan gorengan yang ada di piring Naya.

"Semalem Naya di rumah sakit."

Laki-laki itu panik. "lo sakit? Gara-gara ujan-ujanan kemaren ya. Aduh maafin gue Nay. Gue nggak maksud buat lo sakit." Dia juga meraba dahi Naya membuktikan apakah gadis itu masih demam. Tapi di lihatnya gadis itu baik-baik saja. Dahinya juga tidak panas.

Naya menghempas tangan Farel yang ada di dahinya. "ih, Farel. Dengerin dulu Naya ngomong. Naya nggak kenapa-napa."

Laki-laki itu berhenti mengunyah makanan berminyak itu. Lalu alisnya menyerngit bingung, seakan menyuruh Naya melanjutkan ceritanya tadi.

"Ternyata mama adalah teman kerjanya papanya Alan."

Farel belum mengerti. "apa hubungannya?" laki-laki itu masih asik dengan mulut penuh gorengan.

Naya mulai menceritakan kejadian semalam. Makan di luar, melihat kecelakaan hingga berakhir di rumah sakit dan bertemu laki-laki bergigi kelinci itu, Alan.

Farel hanya ber-ohria. Laki-laki itu lalu juga menyeruput es teh manis milik Naya karena kehausan. "ih Farel, pesen sendiri." gadis itu memukul bahu Farel kasar.

"Tapi lo, beneran enggak sakit kan, Nay?" tanyanya dengan tampang santai, tak menghiraukan ucapan Naya yang menyuruhnya untuk memesan makanan sendiri.

"Enggak." gadis itu menggeleng. Lalu ikut memakan apa yang Alan makan.

Laki-laki itu tersenyum miring, "berarti kalau nanti hujan turun, kita ujan-ujanan lagi dong."

Naya menggeleng keras. "enggak-enggak. Farel kemaren maen buka kaos di depan Naya. Mata Naya ternodai nih." tunjuknya pada bulatan mata kecilnya.

Laki-laki itu mencebikkan bibirnya, berniat menggoda Naya. "apaan ternodai, lo kan udah sering liat gue telanjang."

"Ih, Farel diemmm. Naya udah nggak nafsu makan." gadis itu kesal. Lalu beranjak bangun dan meninggalkan laki-laki mesum itu terbengong sendirian di sana.

Di lain tempat, tepatnya di dalam kelas. Tiga laki-laki tengah sibuk dengan ponselnya. Chiko dan Ergan masih memiringkan benda kotak itu sedangkan Alan hanya sekilas melihat ponsel lalu fokus pada bukunya lagi.

"Udahlah, Lan. Kita mabar lagi." ujar Ergan melihat Alan yang tengah berkutat dengan buku-buku itu.

"Nanggung. Kurang dikit nih." sahut pemuda yang juga memiliki tahi lalat di bawah mata kirinya itu.

"Nah, udah selese kan." sahutnya kembali lalu menutup buku-buku itu.

"Gue mau cerita dong." laki-laki itu kembali berujar, membuat Chiko dan Ergan menoleh.

"Semalem gue ketemu Naya. Cewek yang duduk sama Dede itu namanya Naya, kan?" laki-laki itu mencoba mengingat-ingat gadis yang di temuinya tadi malam.

"Gile lo, Lan. Temen sendiri nggak tau namanya." cibir Ergan yang kini sudah meletakkan ponselnya di atas meja. Dua laki-laki itu melupakan niatannya tadi, mabar dengan Alan.

"Bukannya nggak tau, gue lupa." elaknya pelan. Laki-laki itu menggaruk kepala bagian belakangnya.

"Dimana?" Chiko menanggapi cerita Alan. Laki-laki itu juga sudah melakukan hal sama dengan Ergan, meletakkan ponselnya.

Keduanya masing-masing menyimak cerita Alan. Keduanya saling menatap apa yang keluar dari mulut laki-laki itu. Hingga Ergan kemudian menyela ketika melihat Naya masuk ke dalam kelas. Dan membuat gadis itu menghentikan langkahnya pelan.

"Ini dia nih, yang kita bicarain."








Visual yang cocok buat Alan siapa ya?

DelusiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang