Bagian Tiga

138 6 0
                                    

Masih tersisa bekas air mata, aku menunduk ketakutan dengan kedua tangan menutupi wajah sambil menunggu dengan cemas dokter yang menangani lelaki paruh baya yang kutabrak tadi.

Flashback

Tiba-tiba terdengar ringtone -kotak kecil canggihku-. Tangan kiriku langsung mengubek-ubek prada-ku untuk mencari benda tersebut dengan tangan kanan masih memegang setir mobil.

Karna belum menemukannya, akupun sedikit menundukkan badan kesamping menghadap tas. Tanpa melihat kedepan ternyata ada seorang anak kecil yang sedang menyebrang jalan. Setelah tersadar aku langsung banting setir ke kiri, mengenai pengendara motor dibelakangku yang tak sempat mengerem. Akhirnya terjadilah insiden tabrakan tersebut.

Beruntung aku selamat karna sabuk pengaman yang terpasang membuat kepalaku tak mencium setir. Aku masih sangat shock, tak lama banyak orang bergerombol mendekat pada mobilku. Salah satunya mengetuk pintu mobilku sambil menanyakan keadaanku.

Sesaat aku tersadar dengan segera kubuka sabuk dan keluar dari pintu mobil. Setengah berlari ke sebelah kiri mobil, kulihat tangan kiri lelaki paruh baya tersebut sudah berlumuran darah bekas membentur trotoar jalan. Aku panik seketika.

"Ini harus segera dibawa kerumah sakit mba." ucap seorang ibu.

"Oh dibawa saja ke puskesmas dekat sini saja mbak, kalau rumah sakit agak jauh." seru pemuda didekatku.

"Tapi saya tidak tahu puskesmas dekat sini mas." jawabku masih dengan kebingungan dan panik yang mendera. Bapak yang kutabrak itu hanya meringis kesakitan.

"Mari saya temani kesana mbak." kata si pemuda tadi. Aku mengangguk. Akhirnya orang-orang menggotong lelaki paruh baya tersebut masuk ke dalam mobilku.

Beruntung sesampainya di puskesmas bapak tersebut langsung mendapatkan penanganan medis.

Flashback end

"Bila.." Aku mendongak seketika mendengar suara lembut orang yang kutunggu-tunggu dari tadi. Tak lama setelah aku sampai di puskesmas aku langsung menghubungi Dinal namun berkali kutelpon Dinal tak kunjung ada jawaban. Beruntung selang 5 menit kemudian Dinal balik menghubungiku. Dengan segera aku menghambur ke pelukannya sambil menangis sesegukkan.

"Apa yang terjadi sebenarnya?" ucapnya sambil mengelus kepalaku. Aku pun menceritakan segalanya kepada Dinal masih dengan tangis sesegukkan.

"Tapi kamu nggakpapa kan? Nggak ada yang luka kan?" cemasnya. Aku menggeleng lemah di pelukannya.

Entah mengapa didalam dekapan Dinal aku merasa sedikit lega, rasa takut dan cemasku perlahan semakin menghilang. Pelukkannya mampu menenangkanku. Aku berpikir disaat seperti ini aku tak mungkin menghubungi ayah dan bunda, bisa-bisa aku takkan dibolehkan lagi bawa mobil sendiri. Kalau aku menghubungi abang Al itu lebih tak mungkin lagi, karna dia sedang ada seminar diluar kota. Satu satunya orang yang terpintas selain mereka hanya Dinal.

Tak berapa lama seorang pemuda menghampiri kami. "Jadi anda yang sudah menabrak ayah saya?" ucapnya sambil menunjuk ke arahku.

Aku tergagap badanku gemetaran menghadapi pemuda yang terlihat marah itu. Kurasakan tangan Dinal menggenggam erat tanganku.

"Tenang dulu mas, kita bisa selesaikan masalah ini baik-baik. Mas tenang saja saya akan membayar biaya perawatan dan mengganti biaya kerusakan motor ayah anda." ucap Dinal menenangkan anak lelaki paruh baya yang kutabtrak tadi.

"Bagaimana saya bisa tenang mas, kalau saya belum lihat keadaan ayah saya saat ini." teriak pemuda itu.

Aku masih ketakutan menghadapi kemarahan pemuda itu. Tak lama dokter wanita yang memeriksa lelaki paruh baya itu keluar.

Cinta BeginiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang