Astagaaa kegilaan apa lagi iniiiii????
Setelah tadi Dinal memohon padaku untuk pura-pura menjadi pacarnya. Sekarang apa lagi ini???
Flashback
"Apaaaa??? Nggak nggak.. aku nggak mau!" tegasku sambil menggelengkan kepalaku kuat. Yang bener aja Dinal menyuruhku pura-pura jadi pacarnya untuk yang kedua kalinya. No! BIG NO!
"Bil, pleaseee... aku nggak tau harus.minta tolong siapa lagi. Mommy benar-benar akan terus menjodohkanku dengan wanita-wanita diluar sana sampai aku menerima perjodohan itu. Dan kamu tau kan kalo aku sama sekali gak cinta sama Ara."
"Astagaa terus kamu tega gitu sama aku. Kamu tega ngorbanin aku??" Bener-bener aku nggak habis pikir sama nih anak. Tega banget dia ngorbanin sahabatnya sendiri. Ngorbanin diriku juga perasaanku. Nggak peka apa dia selama ini kalau aku tuh sayang banget sama dia.
"Bukan.. bukan gitu Bil.. kita hanya pura-pura menjadi sepasang kekasih sampai Mommy lupa tentang masalah perjodohan ini." Aku berdecak kesal padanya. Sempat sempatnya dia mikir seperti itu disaat seperti ini.
"Heh, kamu lupa apa ketika kita bohong sama Gina dulu tante Elisa marah besar sama aku karna Gina nangis histeris sampai ngadu ke tante kalo kita pacaran." Masih segar diingatanku ketika tante Elisa marah besar kepada kami berdua karna membohongi Gina. Hampir sebulan tante Elisa tak menggubris perhatianku setiap aku datang kerumahnya. Dinal juga ikut dicuekin habis-habisan sama Mommy-nya itu. Om Pras juga tak mampu membujuk istri tercintanya itu untuk memaafkan aku dan Dinal. Untung Bunda berhasil membujuk tante Elisa. Kalian bayangkan saja separah apa tante Elisa marah padaku sampai sampai Bunda langsung yang harus turun tangan untuk mendamaikan kami bertiga. Aku nggak mau kejadian itu terulang kembali. Cukup sekali. Tidak lagi lagi.
"Nggak mungkinlah aku lupa Bil.. tapi aku mesti gimana lagi sekarang? " Hahh.. ini kan masalah dia kenapa aku mesti ikut-ikutan terjerat kedalamnya.
"Ayolah Bil.. please kali ini bantuin aku lagi pleeaaasseee" Dinal menelungkupkan tangannya didepan dada dan menatapku dengan tatapan memohon sangat. Ah dia selalu tau kelemahanku. Kalau Dinal sudah bersikap seperti itu aku tak pernah sanggup untuk menolak segala permintaannya. Meskipun aku tau konsekuensinya bahwa tante Elisa pasti takkan pernah memaafkan aku jika kami ketahuan berbohong lagi padanya. Aku bisa apa? Aku terlalu sayang padanya. Ya aku harus berani tanggung resikonya.
"Oke okee... kamu tu yah emang paling bisa. Tapi aku nggak mau tanggung kalo nanti tante Elisa marah lagi kayak kemaren." Aku sok sok nggak mau tau, tapi sebenarnya aku sudah benar-benar siap apapun yang terjadi. Aku rela mengorbankan harga diriku sekalipun hanya untuk membantunya lepas dari perjodohan itu. Aku terlalu sayang padanya.
Flashback end
"Hah? Apa? Terus aku gimana tante? Kan yang mau tante jodohin ke Dinal itu kan aku bukan dia tan." protes Ara sambil tangannya menunjuk padaku.
Sedangkan aku? Entahlah aku gagal paham dengan perkataan tante Elisa. Kalian boleh mengatai aku lola. Tapi aku masih mengunyah makananku sambil melongokan wajahku saking bingungnya.
"Maksud mommy apa sih?" kali ini Dinal ikut-ikutan bingung. Sedang om Pras hanya menatap kami dengan tatapan yang.. entahlah aku sendiri tak paham maksud arti dari tatapannya saat ini.
"Iya. Maksud mommy kalian harus menikah bulan depan."
Uhuk uhuk uhuk. Reflek aku sedikit menyemburkan makananku yang belum sempat kutelan tadi. Om Pras, tante Elisa dan Dinal menjadi panik.Dengan segera Dinal memberiku minum dengan tangan kanannya sedang tangan yang lain menepuk nepuk punggungku.
"Ekhem.. Kamu gapapakan Bil?" aku menggeleng menjawab pertanyaan tante Elisa yang terlihat khawatir.
"Tante, maksud tante apa sih? Kenapa semua jadi begini? Tante mau mempermalukan Ara? Terus kenapa Ara harus datang kesini kalau orang yang tante suruh nikah sama Dinal itu, DIA!" teriak Ara sambil berdiri dengan telunjuknya menghadapku. Kulihat titik-titik air sudah membasahi kedua pipinya.
"Ara, dengerin tante dulu. Tante minta maaf ini semua diluar dugaan tante. Tante benar-benar tidak tau kalau mereka sedang berpacaran, Ra." Tante Elisa pun ikut berdiri sambil mengelus bahu Ara.
"Udahlah tan, maaf Ara harus pulang. Ini terlalu memalukan buat Ara." Ara bergegas mengambil tasnya di meja ruang tamu yang tak terlalu jauh dari ruang makan. Tante Elisa berusaha mengejar ingin memberi pengertian padanya.
Aku benar-benar bingung dengan semua ini. Dinal mencengkram mengacak rambutnya dengan kedua sikunya diletakkan diatas meja. Ia benar-benar terlihat kacau dan sedikit stres akibat perkataan mommy-nya barusan.
"Sudahlah. Kalian tenang, mommy pasti punya alasan." Om Pras menenangkan Dinal dan aku.
Tante Elisa kembali dengan muka yang sama sekali tak terbaca olehku. "Mommy mau kalian segera mempersiapkan pernikahan kalian mulai besok. Mommy tidak menerima penolakan. Kalian bilang kalau kalian pacaran. Mommy tidak ingin dibohongi untuk kedua kalinya lagi."
"Tapi kan mom, tidak bisa secepat itu. Pernikahan itu bukan sesuatu yang main-main mom. Kami butuh waktu untuk memantapkan hati kami." sela Dinal. Entahlah sandiwara apalagi ini. Aku tak mengerti, di satu sisi aku berbunga-bunga ketika tante Elisa menyuruh kami untuk segera menikah. Tapi disisi lain aku merasa sakit mengetahui bahwa orang yang akan kunikahi ini tidak mencintaiku. Bukan tidak tapi belum mencintaiku. Ya, aku berharap suatu hari nanti Dinal akan mencintaiku seperti seorang pria yang mencintai wanitanya.
"Mommy tidak mau mendengar kebohongan kalian lagi. Tapi jika kalian memang benar-benar serius dengan hubungan kalian, segeralah menikah." wajah tante Elisa terlihat begitu serius. Keputusannya sama sekali tak bisa diganggu gugat. Om Pras tak bicara apa-apa. Beliau hanya terlihat memeluk bahu sambil sesekali mengelus lembut punggung tante Elisa menenangkan istrinya itu.
Dinal masih bersikukuh menolak gagasan mommy-nya. Tapi tante Elisa benar-benar tak mau tau lagi, beliau segera pergi menuju ke kamarnya disusul om Pras.
Lama kami terdiam. Tak ada satupun dari kami yang memulai kembali membahas masalah tadi. Akhirnya Dinal berdiri menatapku. "Aku ingin istirahat, kamu pulanglah. Aku minta maaf. Kurasa kita perlu waktu untuk memikirkan semua ini." Tanpa menunggu jawaban dariku Dinal segera melangkahkan kakinya menuju kamarnya yang terletak di lantai dua.
Sedikit terhenyak dengan perkataannya barusan. Itu seperti penolakannya secara halus. Entah aku yang terlalu sensitif atau apa. Aku pun tak paham ketika air mata ini keluar tanpa ijinku. Aku tau jika aku belum diinginkan olehnya. Aku tau Dinal masih mengharapkan masa lalunya. Sudah lama aku mengenalnya. Aku tau benar siapa wanita itu.
Kenapa air mata ini semakin deras? Tidak, aku harus kuat. Aku pasti bisa. Aku berjanji suatu saat aku akan memenangkan hatinya. Aku akan membuat Dinal melupakan masa lalunya. Aku akan membuatnya menatapku sebagai wanita yang mencintainya. Bukan sahabatnya.
Aku tau aku egois. Tapi sudah terlalu lama aku memendam semua ini. Kurasa aku harus memperjuangkan cintaku mulai saat ini.
********
Itu ada foto Ara di mulmed. Mudahan part ini gak kepotong lagi yaa.
Aku gak paham kenapa pas dipublish part 4 kemaren malah kepotong. Udah berkali-kali dicoba tapi tetep begitu. Kesel juga lama-lama. ya jadi aku biarin deh. hehe maaf ya.
Tapi ada flashbacknya tuh di part ini.
Jangan lupa ninggalin jejak yaaa kawan. Gomawo :*
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Begini
RandomSampai kapan aku harus cinta begini? Harus selama apa lagi aku memendam perasaan ini? Apa sebaiknya aku pergi jauh, agar kubisa melupakan dirimu? Entahlah...