fany

17 3 0
                                    

selepas menyantap semua makanannya masing-masing, Rere langsung berjalan cepat dari kantin meninggalkan Rey yang masih duduk disampingnya, entah jantungnya serasa ingin copot ketika melihat senyuman Rey. apakah hanya dengan senyuman kita bapernya sampai akar? fikirnya lagi.

"Re ko lo ninggalin kak Rey sih?"

tanya Fany yang masih setia bersamannya melewati taman kecil di depan kantin sekolahnya

"maksud dari ninggalin apa si Fan? kita kan ga bareng dia ke kantin."

jawabnya polos dengan pandangan ke bawah melihat langkah kakinya dengan sahabatnya, dia selalu ingin sekelas dengan Fany tapi apa dayanya yang tidak bisa masuk di kelas IPS. Sedangkan Risa dan Nini berjalan lebih duluan mendahuluinya.

"lo ga sadar kak Rey itu suka sama lo"

ucapan Fany membuat kaki jenjang Rere terhenti dan mengubah posisi tubuhnya menghadap ke arah sahabatnya. seketika mata Fany berubah menjadi ketakutan, tubuhnya seolah-olah membeku. Rere yang melihat expresi sahabatnya kebingunan padahal dia hanya ingin meyakinkan bahwa Rey cuman menolongnya tadi namun ia tidak mendapati sorotan matanya. Rere yakin ada sesuatu yang Fany lihat , dan mengubah kembali posisinya melihat apa yang Fany lihat

disana ada seorang laki-laki yang memasang wajah datarnya, dan segerombolan orang yang sama dengan pakaiannya namun agak berbeda dengan kerapian. orang itu melangkahkan kakinya yang membuat siapa saja takut untuk menghadapinya termasuk gadis polos yang sedang berada di depan Fany. perasaan Rere sudah bisa menebak apakah orang ini yang dimaksud dengan Fany ,mantan pacarnya.

" minggir gue ga ada urusan sama lo"

ungkap orang itu dan Rere yang berada di depan Fany masing mematung. seketika Fany melangkah dan meraih kasar tangan orang itu meninggalkan Rere yang masih terpaku.


Fany menarik kasar tangan Leon mencari tempat aman yang bisa mereka gunakan untuk menyelesaikan masalahnya dan halaman sekolah belakang adalah tempatnya

"Lo bisa ga sih ga kasar sama Rere"

ucapnya lantang

"kenapa lo marah ? gue bisa kapan saja bunuh sahabat lo"

ucap Leon yang membuat bulu kuduk Fany merinding

Plakk

Satu tamparan mulus mendarat di pipi kanan Leon, satu hal yang Fany benci dari Leon adalah sifat psikopat yang ia miliki. ia mengeluarkan air matanya mengingat 1 tahun adalah waktu yang tidak singkat baginya, mengingat dulu Leon adalah remaja pada umumnya, namun keceriaan dan kebaikan Leon hanya menjadi penutup hati kebusukannya. Leon itu psikopat dia yang sudah membunuh satu kelasnya tapi dengan kekayaan yang ia miliki ia tidak mendapat sepeserpun hukuman. Fany bahkan menyesal memiliki Leon

" dasar brengsek"

ucap Fany sebari menghapus kasar air matanya di pipinya

leon melangkah kakinya dan membuat tangan Fany gemetar ketakutan, tangan Leon meraih kasar baju Fany

"lo mau mati juga Fan? senasib dengan Diana?

ucapnya membisik namun menusuk dengan bibir yang mengeluarkan senyum devilnya. Fany tunduk dia tidak tau apa yang harus dilakukan dengan situasi seperti ini. salahnya dulu adalah kenapa dia ingin tahu semua kehidupan Leon . andai saja dulu ia tidak melihat Leon menusuk perut Diana dia tidak akan mendapatkan masalah seperti ini.air matanya kembali bercucuran

" lo lo ma-mau a-apa leon? "

suaranya terbata-bata sebari menahan tangisnya

" kita udah ga ada hubungan lagi, dan please tinggalin gue"

Sambungnya dan memohon menahan tangis pilunya

tangan leon yang berada di atas kerah baju fany lansung ia singkirkan dan menunduk. ini adalah waktu bagi Fany untuk melarikan diri dari orang yang sangat ia benci. kaki fany ia mundurkan beberapa langkah dan melihat leon masih menunduk ia melihat cairan bening keluar dari mata yang berwarna hitam pekat.

" aku sudah pergi dan itu Final yang tidak bisa di ubah lagi"

ucap Fany dan berlari meninggalkan Leon yang masih terpaku mendengar kata-kata Yang Fany keluarkan dari mulutnya. fany berusaha tidak mengeluarkan suara tangisnya, ia berlari sekuat tenaganya dan berharap dia tidak akan dipertemukan lagi dengan leon.

tatapannya kosong dan suara isakan tangisnya terdengar, ia menutup wajahnya dan merasa menyesal mengapa Leon harus ada dalam hidupnya. menyakitkan bukan?. kini ia duduk di bangku halaman sekolah , hanya dia sendiri yang berada dalam lokasi itu. benar ia bolos dengan pelajaran di kelasnya. fany mengusap wajahnya selepas perginya semua ingatan-ingatan itu. mengenang suatu perjalanan panjang memang tidak semuanya baik. meski begitu, efeknya membuat ia ketakutan terhadap Leon. Fany yakin, ini adalah hal terakhirnya ia bertemu dengan mantan pacarnya walaupun dia satu sekolahan. dia akan berusaha menutupi dan mengubur masa lalu yang membuatnya sakit. ada rasa nyeri yang bersarang di hati Fany tapi mau bagaimana lagi tuhan itu maha asyik, terkadang untuk menyelamatkannya dari orang salah, dia mematahkan hatinya.

dengan hati-hati, ia melangkahkan kakinya melewati jalan-jalan sempit. semilir angin sejuk menusuk wajahnya yang lesu, kembali ke kelasnya hanyalah masalah baginya melihat wajahnya sedang tidak bersahabat. dia berjalan dan menuju ke arah perpustakaan sekolahnya, menutup wajahnya dan menunggu bel pulang sekolah adalah jalan yang tepat baginya.

Sementara dilain sisi, Rere sedang fokus menatap pelajaran Matematika yang pak Syam jelaskan, 5 menit lagi bel pulang sekolah akan berbunyi yang membuat seluruh warga disini tersontak senang.
Dia masih bingung sejujurnya dengan sikap Fany tadi tapi mengikuti Fany adalah hal yang tidak wajar baginya, dia fikir dia harus memberikan Fany ruang untuk membicarakan hubungannya dengan mantan pacar Fany.

Kringgggg

"Oke anak-anak pelajaran sekolah kita lanjut minggu depan"

Perkataan pak Syam membuat semua orang yang berada di kelas itu menjawabnya "baik pak"

Rere yang sedang asyiknya membereskan bukunya mendengar notice di iphonennya dan melihat " Re maaf aku ga bisa nungguin kamu, aku pulang duluan mendesak banget"

Rere memberinya balasan " aku mengerti Nin,semangat ya "

setelah membereskan bukunya dan merasa sudah tidak ada yang ketinggalan lagi, dia berjalan dan mendapati Rey di ambang pintu kelasnya dengan senyum , lagi-lagi lesung pipinya terlihat. Rere sontak terkaget

" pulang bareng yok"

ajaknya dengan ramah. jaket berwarna abu-abu yang ia gunakan saat ini menambah kadar kegantengan Rey

Rere tersenyum bermaksud menolak ajakan kakak kelasnya itu

" aku bareng Nini"

jawabnya singkat dan polos. ia berjalan meninggalkan Rey yang masih setia menyandarkan lengannya di tembok pemisah kelas dan luar kelas. Rey tersenyum melihat tingkah polos Rere

namun ia terhenti saat langkahnya ada 10 langkah dari Rey, dia memukul jidatnya dengan telapak tangannya. " MAMPUS GUE, NINI KAN PULANG DULUAN TADI" ucapnya menyesal

" gimana masih mau nolak?"

tanya kembali Rey yang sudah berada di samping adik kelasnya. Rere mengeluarkan senyum cengar-cengirnya wajahnya berubah menjadi merah semu sungguh memalukan baginya.

setelah itu Rere berjalan bersama Rey . kali ini dia akan berterimakasih kepada Nini yang sudah membantunya .

WHITE GRAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang