Menemukan

21 2 0
                                    

Rere

mata saya berbinar-binar melihat mobil hitam fortuner terparkir di samping mobil abu-abu saya. saya segera berlari dan membuka pintu rumah dengan mengucapkan salam dengan nada yang gembira, kali ini berbeda dengan hari sebelumnya. mereka menjawab salam saya dan setelah itu saya memeluk mereka yang sedang duduk di sofa seolah-olah menunggu kepulangan saya.

pelukan saya terhenti karena suara papa yang pura-pura batuk terdengar, saya mengeluarkan senyuman dan melihat ke arah mamah. wanita kuat bagi saya.

" pulangnya bareng siapa?", tanya papa, suaranya datar, misterius, tapi jelas mengandung maksud yang harus dijawab.

" sama kak Rey pah", ucap saya jujur dan apa adanya. papah saya adalah orang yang menyukai kejujuran, dan itu adalah pelajaran dan peringatan yang harus saya pedomani dalam hidup saya.

mamah saya dan papa saya melempar pandangan.

melihat maksud dari reaksi mereka, saya segera menjelaskan panjang kali lebar mengapa saya harus pulang dengan kak Rey. setelah mereka mengerti, baru punggung saya yang terasa lemas bersandar di sofa. papa bangkit dari sofa menuju kamarnya, setelah saya merasa puas memeluk dan melepas rindu terhadap mereka sedangkan mama menuju dapur mempersiapkan makan siang.

sejak memasuki usia SMP, saya memang dilarang keras oleh papa berpacaran, termasuk di antar oleh seorang laki-laki tanpa seizin papah. makanya sampai sekarang saya masih jomblo berbeda dengan anak SMA pada umumnya.

nggak usah pacaran Re

kalau kamu sukses , Otomatis yang deketin kamu juga bukan kelas-kelas bawah

kamu harus menjadi keluarga pertama yang lolos kedokteran di UI.

peringatan dan teori itu adalah hal yang selalu saya pedomani dan tidak bisa dilanggar. jodoh itu urusan belakang.

saya bangkit dari sofa yang membuat saya sedikit gugup di depan papa tadi, saya berjalan dan melangkahi tangga demi tangga menuju kamar yang bercat tosca itu. seperti biasa saya mandi dan mengganti pakaian dengan yang santai saja. setelah itu saya turun dan sudah melihat papa dan mamah sudah stay di meja makan. kami makan dan sesekali papa membuat saya dan mamah tertawa. setelah beberapa menit kami selesai, papah masih duduk di kursi paling atas memperlihatkan dia adalah kepala keluarga disini.

" sebenarnya papa agak berat mengucapkan ini melihat kondisi papah dan mamah baru saja beberapa jam disini"

ucapnya serius dengan memasang wajah gelisah

saya yang sedang mencoba cake coklatpun menanggapinya

"kenapa pah?"

tanya saya

" papah harus ke Bali besok". ucapan papah membuat saya menyimpang sendok cake, saya membuang nafas, baru saja beberapa jam yang lalu mereka disini dan hanya dengan beberapa detik dia sudah mengucapkan kata perpisahan lagi. namun bagaimana lagi, ini sudah hal yang terbiasa bagi saya, karier papah sebagai arsitektur membumi sejak saya memasuki sekolah menengah pertama. bukannya mau menyalahkan, tapi karena itu saya harus menjadi pribadi yang harus menerima kenyataan. sebisa mungkin, saya harus ikhlas dengan hanya sedikit memiliki waktu bagi papah dan mama saya.

"tapi kalau pulang papa bawa oleh-oleh ya" ucap saya dengan tidak menolak ucapan papa tadi

papa yang tadinya gelisah kini mengubah raut wajah menjadi sedikit gembira,

" Re mamah boleh ikut ga?"

kini ucapan mamah yang memiliki harapan penuh. saya tersenyum dan memikirkan saya sudah bukan anak kecil lagi yang harus diawasi 24 jam dengan mama, bagi seorang anak perempuan mama adalah segalanya baginya.

" boleh dong mah"

ucap saya tersenyum dan membuat mereka bahagia.

sebisa mungkin, saya menghindari hal-hal yang membuat mereka sedih dan yang bisa memancing penolakan mereka.

saya harus bisa memasuki univ yang papa inginkan, melihat kerja keras papa dulu membuat saya bertekad mengejar prestasi. intinya, bagi papa prestasi terbesar saya adalah jabatan. papa maunya, saya umur dua puluh lima tahun paling tidak udah jadi dokter top walaupun masih coas. jodoh itu urusan belakang katanya. di kepala saya, seperti ada alarm yang selalu mengingatkan saya apa yang keluar dari mulut orang tua adalah sakti manraguna. Ridhanya Allah, ya Ridhanya orangtua. jangan sampai apa yang kita lakukan sudah menurut kita benar namun menurut mereka belum dan jangan sampai ke depan nantinya jalan kita susah gara-gara kesandung restu dari orang tua.

saya berdiri dari kursi makan dan membereskan semua piring, papah sudah meninggalkan tempatnya lima menit yang lalu. melihat mama yang ingin mencuci piring membuat saya mengeluarkan kata penolakan

" mah biar Rere saja, mamah kan musti beres-beres pakaian yang mama bawa"

ucap saya disampingnya

" yaudah kamu beresin ya Nak, mamah juga mau bantu papa dulu"

ucapnya lalu berjalan menuju kamarnya

habis kata-kata itu, saya mencuci piring bekas tadi sebari bernyanyi dengan suara pelan, saya harus membahagiakan mereka sebelum terlambat, itu mindset yang saya tanam sejak usia saya 12 tahun.

tiba-tiba saya mengingat pada saat kak Rey mengantar saya pulang tadi, membuat pipi saya mengeluarkan warna pink-pink.

" haduhhhhh"

protes saya terhadap diri sendiri.

WHITE GRAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang