Prolog

60 4 0
                                        

"Sejauh apapun kamu pergi, cinta akan selalu membawamu untuk kembali"

Nadia Adara Setia Putri

...

Untuk tuan putri,

"Tunggu dulu, rasanya aku pernah mendengar nama julukan ini, tapi, dimana, ya?" ucapku membaca surat dari seseorang sambil terus berusaha mengingat siapa yang pernah mengucapkan julukan itu. Entahlah, rasa-rasanya, aku pernah mendengarnya. Tapi, aku lupa tentang itu semua. Mungkinkah orang ini adalah,

"Arfan?" batinku

Ditanganku sedang kupegang sepucuk surat dari seseorang yang aku sendiri tidak tahu siapa pengirimnya. Jarang sekali aku bisa membaca surat untuk saat ini. jika bukan karena mengganggu, menurutku surat juga sudah tidak ada pentingnya lagi, sebab dulu, karena surat pula lah aku pernah merasakan dikecewakan sedalam-dalamnya.

Namun aneh, hari ini aku begitu dengan terpaksanya ada dorongan untukku membaca satu surat ini. kalau bukan karena kakak yang menyuruhku, mana mungkin aku mau membacanya. Untunglah hari ini aku tidak mempunyai tugas apapun dari dosen, alias sedang libur, jadi aku bisa menyempatkan diri untuk membacanya.

Sejujurnya, Aku juga heran dengan pengirim surat ini, sebab tidak ada capek-capeknya dia mengirim surat meski pada akhirnya aku hanya menumpuknya disebuah kotak biru, tanpa pernah berniat untuk kembali membalasnya. Mungkin jika dihitung-hitung dalam satu minggu ada satu dan dua surat yang dia kirimkan, dan ini adalah surat yang ke-51.

Aku tak pernah risih dengan adanya surat ini, sebab buat apa juga aku risih jika aku hanya melihat dan menumpuknya dalam kotak itu. Aku hanya kasihan saja kepada tukang pos yang setiap kali dia mengirimkan surat ini. Bahkan aku dengan tukang pos itu sekarang sudahlah akrab, setiap kali ada surat untukku dia pasti memberitahuku dulu lewat whatsapp sambil bilang:

"Apakah mbak tidak bosan mendapat surat ini? kenapa tidak mencoba untuk membalas surat ini? kali aja kalau mbak membalasnya dia akan berhenti mengganggu. Sebab saya lihat nama pengirimnya selalu nama mas ini." ucapnya sembari melihat surat itu "Malaikat pelindung"

Aku hanya tersenyum, lalu melupakan perkataannya. Ah, lupakan dia tak akan paham bagaimana rasanya jadi aku. Bagaimana rasanya menjadi nadia yang mencintai arfan, namun arfan tak pernah sedikit pun mau mengerti tentang keadaan nadia.

"Tuan putri, itukah kamu? Ini aku malaikat pelindungmu; arfan raditya maulana." aku melanjutkan bacaan suratku.

"Sudah aku duga." ucapku

"Ini sudah surat yang ke-51 kutuliskan untukmu"

"Sudah tahu!" ketusku.

"Dan kamu belum juga sempat membalasnya. Kenapa nadia? Apakah kamu begitu sibuk sampai tidak punya waktu lagi untukku? Kamu masih marah? Atau mungkinkah kamu sudah pindah rumah? Apakah alamat yang ku tulis di amplop ini salah? Siapapun yang membaca ini, tolong dengan sangat. Jika kamu bukan orang yang aku tuju; NADIA ADARA SETIA PUTRI, aku minta tolong untuk kamu mengirimkan surat ini kepadanya."

"Jika kamu tidak mengenalnya, akan ku beri tahu ciri-cirinya seperti apa; mudah saja mengenalnya, dulu dia memiliki rambut sebahu, tapi mungkin sekarang rambutnya sudah bertumbuh panjang sampai punggungnya. Ah, entah sudah lama aku tidak menemuinya, mungkin sekarang dia sudah tumbuh menjadi seseorang yang lebih cantik dari dulu aku kenal. Dia juga Tinggi, namun jika aku berada di sampingnya dia pasti akan terlihat pendek. Memiliki wajah tercantik yang pernah aku lihat, jika kamu melihatnya juga, kamu akan terpesana dengannya bahkan Yoona snsd pun akan kalah dengannya."

Arfan And Nadia #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang