01-Her

260 13 10
                                    

Aku membenci semua hal tentang dia. Tanpa kecuali. Ku ulangi. Tanpa kecuali. — Senjana M.A

🐼

“Non, tadi ada pesan dari Tuan. Beliau katanya — ”

“Aku gak peduli, Bi. Udah cukup Bibi laporan terus ke aku, emangnya Bibi gak capek? Mulai sekarang, Bibi gak perlu lakukan itu lagi”

Senjana – gadis berusia 18 tahun itu mendudukan dirinya di kursi, bersiap untuk menyantap sarapannya.

Sedangkan Bi Inah hanya bisa menghela nafasnya, melihat bagaimana perilaku sang majikan. Ya, memang seharusnya Ia tidak terlalu ikut campur.

Duk Duk Duk

Seseorang menuruni tangga dengan langkah gemetar menuju meja makan. Sebelum mengeluarkan suaranya, Ia harus dengan susah payah menelan salivanya.

“Kak, a-aku boleh ikut sa-sarapan bareng?” Masih dengan gugup dan gemetar Ia mencoba untuk duduk di kursi, bersampingan dengan Kakaknya.

Tepat setelah Ia menduduki kursinya, Ia justru mendapati Senjana — sang Kakak beranjak, bergegas untuk pergi.

“Kak, aku boleh iku berangkat bareng?” Tanya gadis itu – Gita Permata Akabi. Mencoba kembali.

“Senja berangkat, Bi” Pamit Senjana, tanpa mengindahkan pertanyaan gadis itu.

“Hati-hati dijalan, Non” balas Bi Inah. “Yang sabar ya Non Gita. Nanti Bibi suruh Mang Asep buat nganterin Non ke Sekolah”

Gita tersenyum dengan pandangan yang masih tertuju pada pintu. “Makasih Bi”

**

Senjana menyusuri koridor sekolah dengan santainya. Ia sebenarnya tak ingin berangkat sepagi ini, namun karena keberadaan gadis itu di dekatnya, membuat mood paginya rusak begitu saja.

Keadaan dikelasnya sudah cukup ramai, Ia pikir tidak ada orang yang akan datang sepagi ini, gadis yang
tengah berdiri di ambang pintu kelas itu melirik jam tangannya. Pukul 06:45. Hmm ini memang terlalu pagi
baginya.

“WOOOW, liat deh siapa yang dateng di jam segini” ucap seorang siswi yang heboh saat melihat Senjana berjalan ke tempat duduknya. Adelia Ivanka – panggil saja dia Adel.

“So… Nona Senjana Mentari Akabi, tumben lo jam segini udah menginjakkan kaki di sekolah. Biasanya, pas bel banget lo datengnya. Kemasukan setan apa, hm?” tanya Dhea. Ia lalu membalikkan tubuhnya. Berhadapan dengan Senjana.

“Kayaknya sih bukan setan ya, tapi… ” Adel melirik ke arah Senjana, memastikan reaksi temannya itu. Benar saja, kini lawan bicaranya itu tengah menatapnya dengan intens.

“Hehe… Just kidding, babe”  katanya dengan menunjukkan rentetan gigi putih miliknya.

“Susah berdamai dengan masa lalu, seorang siswi mengalami stres tak tertolong.”

“Lo ngomong sama gue?”

“Gue lagi baca berita”

Senjana mendelik pada Wulan, sebelum akhirnya Ia memutar bola matanya dengan malas. Memang, hanya sahabatnya yang satu itu yang mampu membuat Senjana diam dan tak ingin mendebat lebih jauh lagi. Selain terkenal karena ucapannya yang blak-blakan dan pedas, tak jarang ucapan yang dikeluarkan dirinya adalah sebuah fakta. Fakta yang menyakitkan.

“Okei, Okei… Santai bestie, masih pagi nih. Sebentar lagi juga kita pasti disuruh ke lapangan”

“Males deh gue, ka – ”

SENJANA [Re-Publish] REVISI !!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang