CHAPTER 5

8 0 0
                                    


Cinta dalam diam memang menyakitkan, tapi jika diutarakan akan merusak sebuah persahabatan. Jadi mana yang harus dipilih? Diam dalam sakit, atau bicara namun merusak

***

Rindu ...
Rindu ini membuat ku bisu,
Membuant lidahku kelu,
Waktu kumohon cepatlah berlalu,
Jangan biarkan rindu ini terus membelenggu,
Jarak sudah cukup kau membentang diantara kami,
Biarkan rindu ini cepat terobati,
Jika hujan bisa mendengarkan resahku,
Mungkin sudah kutitipkan ribuan kata padanya,
Jika matahari bisa melihat hujan dimataku,
Mungkin ia akan berusaha mengeringkan dengan sinarnya,
Jika perpisahan ini hanya sementara,
Kenapa harus banyak hati yang terluka,
Semesta kumohon berputarlah lebih cepat,
Agar rindu ini bisa berlabuh dengan tepat,

***

Rena menghembuskan nafas lega karna dapat menyelesaikan puisinya dalam waktu singkat. Walaupun ia sedikit gugup karna mengikuti tes dalam keadaan yang tidak sehat, tapi semoga tidak menghalangi rena untuk memenangkan tes ini.
“baiklah waktunya sudah habis, silahkan kumpulkan ke depan lembar puisi kalian ibu akan periksa hasilnya.” Ucap bu andini pada siswa yang mengikuti tes. Anak-anak yang mengikuti tes segera mengumpulkan lembar puisi mereka masing-masing ke meja bu andini yang berada didepan.
Selama bu andini membaca satu persatu kata dari puisi yang dibuat oleh murid kelas XI IPS 2, semua siswa dikelas terdiam, diamnya mereka bukan karena menunggu keputusan bu andini melainkan tidur/hanya sekedar memainkan ponsel mereka. Begitupun rena, ia mengeluarkan ponsel dari saku bajunya, membuka kunci layar lalu memilih aplikasi instagram untuk sedikit menghilangkan kegabutannya. Ia hanya memainkan beranda instagram, baginya tidak ada yang menarik dari dunia maya, isinya kebanyakan pamer kecantikan dan gosip murahan, rena bukanlah tipe cewek yang selalu upload foto di sosial media ataupun sekedar membuat story, ia hanya menggunakan sosial media ketika bosan dan perlu.
Kurang lebih 20 menit bu andini membaca semua puisi dari kelas XI IPS 2, akhirnya dia mendapatkan siapa yang menjadi perwakilan sekolah dari lomba puisi ini. “ibu sudah membaca semua karya kalian, semuanya bagus, tapi ibu harus tetap memilih siapa yang paling bagus yang akan membawa nama sekolah kita ke perlombaan puisi tingkat nasional ini, ibu memilih puisi rindu karya renata anandita dan puisi ibu karya raka wijaya. Untuk yang tidak terpilih masih ada kesempatan lain untuk kalian.”jelas bu andini pada murid kelas XI IPS 2, banyak yang menghembuskan nafas kesal karna tidak dapat menjadi perwakilan sekolah. “selamat ya ren, lagi-lagi lo yang jadi perwakilan sekolah buat lomba sastra” ucap raka pada rena. Raka adalah Ketua murid sekaligus wakil ketua osis SMA GARUDA, prestasinya sudah tidak perlu diragukan lagi, mulai dari akademik maupun non akademik. “lo juga selamat ya” balas rena dengan menyunggingkan bibirnya.

***

Dikelas XI IPA 3 pak bagus masih menunggu siswanya selesai mengerjakan 100 soal fisika yang ia berikan. Ia dapat melihat bagaimana wajah muridnya yang sangat serius dalam mengerjakan soal darinya,tidak ada satupun yang tersenyum atau melirik teman lain, mereka hanya fokus pada lembaran soal yang ada dihadapannya, tangan mereka dengan lincah menuliskan berbagai rumus dikertas putih dihadapannya. Sedangkan murid yang tidak mengikuti tes sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Ada yang tertidur pulas, ngemil dan main game.
“baik waktunya habis, silahkan kalian kumpulkan soal dan jawaban kalian ke meja bapa” perintah pak bagus pada murid XI IPA 3 yang mengikuti tes fisika. Banyak yang keberatan karena belum sempat mengerjakan semua soalnya, dengan terpaksa mereka mengumpulkan kertas yang baru saja mereka perjuangkan. Raga berjalan dengan santai ke depan lalu mengumpulkan soal dan jawaban yang ia pegang, raut wajahnya sangat santai, berbeda dengan murid lain yang wajahnya dipenuhi kepanikan.

***

Bel pulang sudah berbunyi nyaring disemua sudut sekolah, semua murid berhamburan keluar kelas menuju parkiran. Saat jam pulang sekolah parkiran serasa pasar tradisional, sangat ramai dengan ocehan manusia dan bunyi klakson motor ataupun mobil.
     Ketika semua murid berhamburan keluar kelas rena masih mengumpulkan tenaga untuk bisa berjalan menuju gerbang sekolah, apalagi kelasnya berada dilantai dua, ia harus menuruni beberapa anak tangga untuk sampai ke lantai dasar. Tary sebenarnya ingin menemani rena, tapi ia sudah dijemput oleh kakanya karna ada urusan keluarga.
      “ren lo belum pulang?” tanya raka yang melihat rena masih duduk dibangku kelas seorang diri. Rena mencari sumber suara yang mengagetkan dirinya, matanya melihat sekeliling lalu menangkap sosok raka yang kini berada diambang pintu. “belum ka” jawab rena seadanya. “mau bareng?” balas raka memberi tawaran pada rena. “gausah ka lo duluan aja” tolak rena secara halus, ia malas jika harus menjadi gosip satu sekolah, secara raka seorang wakil ketua osis sekaligus ketua murid dan juga salah satu cowok hits disekolah SMA GARUDA. “lo yakin ga mau balik bareng gue?" tanya raka sekali lagi. “yakin ka lo duluan aja” jawab rena meyakinkan raka. “yaudah gue duluan ya” pamit raka yang kemudian mendapat anggukan dari rena.
“Udah jam 4 sore, mama pasti khawatir” batin rena. Perlahan rena mulai bangkit dari duduknya dan melangkah keluar kelas, ia mencoba menyeimbangkan setiap langkahnya agar tidak terjatuh. Semakin lama ia berjalan kepalanya semakin pusing, rena tak menghiraukan kepalanya, ia masih terus berjalan melewati koridor sekolah yang sudah sepi. Ia menarik nafas panjang ketika harus melewati anak tangga, tangannya memegang sisi tangga agar mendapat topangan dan tidak terjatuh. Sudah beberapa anak tangga yang rena lewati tapi ia merasa tak sampai juga ke lantai bawah, biasanya ia hanya membutuhkan kurang dari 10 menit untuk menuruni anak tangga dari koridor kelasnya ke lantai bawah, namun sekarang rasanya sangat lama.
“itu kan si cewek rese, kayaknya masih lemes deh gara-gara tadi. Kasian juga ya liatnya”, gumam raga yang melihat rena sedang berusaha menuruni anak tangga dengan langkah guntai. Ia terus berdebat dengan hatinya sendiri, apakah ia harus membantu rena atau membiarkannya saja. "kalau dibantu dijutekin ga dibantu kasihan"  Ia berfikir keras hanya untuk menolong seorang rena, jika saja yang butuh pertolongannya bukan rena mungkin ia sudah menolongnya dari tadi.
Brukkkk...
Raga berhenti berfikir ketika mendengar suara orang terjatuh, ia langsung berlari ke arah suara tersebut, dan benar saja dugaannya rena terjatuh. Raga langsung berusaha membantu rena berdiri, kali ini rena tidak menolak bantuan dari raga karna memang ia butuh bantuan itu. “lo ga papa?” tanya raga cemas melihat keadaan rena. “gue gapapa” bohong rena pada raga. Padahal rena merasa kepalanya seperti ingin pecah ditambah badan lemas dan lutut sakit akibat jatuh barusan. “mau gue gendong lagi?” tawar raga pada rena. “ogah” jutek rena, ia terlalu gengsi untuk mengiyakan tawaran dari raga. “yakin ga mau digendong sama cwoeok setampan gue?” balas raga dengan mengangkat sebelah alisnya untuk menggoda rena. “idih pede banget lu” balas rena sambil mengangkat kedua bahunya secara terus-menerus.
“ragaaaaa turunin gue”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 12, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ShvsjdjbchcbfhduwgkskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang